"Kita sudah siapkan orang-orang kita di lapangan," kata salah satu agen Hendra. "Mereka akan memprovokasi massa untuk membuat kerusuhan."
"Pastikan media meliput semuanya," ujar Hendra sambil tersenyum puas. "Jika kita berhasil membuatnya terlihat seperti Yono kehilangan kendali, dukungan internasional juga akan berkurang. Kita harus menghancurkannya sebelum dia bisa merespons."
Hendra tahu, ini adalah pertaruhan besar. Tapi dia juga tahu bahwa waktunya sudah hampir habis. Jika tidak sekarang, maka kekuasaannya yang selama ini dia pertahankan dengan licik akan runtuh.
Malam tiba, dan Jakarta mulai bergolak. Ribuan demonstran turun ke jalan, sebagian besar dengan niat damai. Namun, di antara mereka ada provokator yang disusupkan oleh kubu Hendra. Seiring dengan waktu, suara teriakan berubah menjadi bentrokan. Batu-batu mulai dilempar, dan toko-toko di sekitar lokasi mulai ditutup dengan terburu-buru.
Di pusat komando, Yono terus menerima laporan dari lapangan. Dia merasakan dadanya sesak. "Ini yang mereka inginkan," gumamnya. "Mereka ingin kita terlihat brutal di mata publik."
"Pak, kita harus segera mengirim pasukan pengaman," kata Budi dengan suara mendesak. "Kerusuhan sudah meluas. Jika kita biarkan, ini bisa berubah menjadi anarki."
Yono berpikir sejenak. Dia tahu bahwa keputusan ini sangat berisiko. Jika dia mengirim pasukan, Hendra akan menggunakan setiap tindakan represif sebagai senjata untuk menjatuhkannya. Namun, jika dia tidak bertindak, kerusuhan bisa semakin tidak terkendali dan rakyat akan semakin menderita.
"Panggil panglima TNI dan Kapolri," kata Yono akhirnya. "Kita akan mengambil pendekatan persuasif. Gunakan kekuatan secukupnya untuk meredam, tetapi jangan sampai ada kekerasan yang berlebihan."
Di lapangan, situasi semakin tidak terkendali. Beberapa provokator mulai membakar ban dan merusak properti publik. Media meliput setiap detik kekacauan itu, menggambarkan seolah-olah Jakarta berada di ambang kehancuran. Dalam kekacauan itu, provokator berusaha menyeret polisi dan tentara ke dalam bentrokan langsung dengan demonstran.
Namun, di tengah situasi kacau, ada segelintir pasukan yang tetap tenang. Mereka menggunakan megafon untuk memohon agar massa tidak terprovokasi. "Kita di sini untuk menjaga ketertiban! Jangan sampai terjebak dalam provokasi!" teriak salah seorang perwira dari balik barikade polisi.
Sementara itu, Yono terus memantau situasi dari pusat komando. Dia bisa merasakan tekanan besar yang dialami timnya di lapangan. Rina datang dengan informasi baru. "Media sosial sedang dibanjiri dengan kabar bohong. Banyak yang mengatakan pemerintah sengaja menciptakan kekacauan ini untuk memperpanjang kekuasaan."