Di tengah hiruk-pikuk persiapan pemerintah, di sisi lain Jakarta, protes di Monumen Nasional mulai menunjukkan tanda-tanda menurun. Banyak demonstran mulai pulang ke rumah mereka, meskipun masih ada beberapa kelompok yang tetap bertahan. Mereka menunggu apakah Yono benar-benar akan menepati janjinya.
Di antara para demonstran yang masih bertahan, ada seorang pemuda bernama Damar. Dia adalah salah satu tokoh muda dalam gerakan ini, selalu tampil vokal dalam setiap kesempatan. Damar, seorang aktivis yang juga mahasiswa hukum, berdiri di antara para demonstran dengan rasa skeptis yang tinggi terhadap pemerintahan Yono.
"Bapak Presiden sudah bicara, tapi apa kita harus percaya begitu saja?" serunya di hadapan rekan-rekannya. "Berapa kali kita mendengar janji manis dari penguasa, tapi pada akhirnya semua kembali sama saja? Korupsi masih merajalela, hukum masih tumpul ke atas. Kita harus tetap waspada."
Beberapa rekannya mengangguk setuju, meskipun mereka juga terlihat lelah setelah berminggu-minggu berunjuk rasa.
"Kita perlu menunggu aksi nyata, Damar," kata salah satu rekannya. "Jika Yono benar-benar melakukan reformasi hukum, bukankah itu yang kita inginkan?"
Damar menatap mereka dengan tajam. "Aku tidak akan percaya sampai aku melihat perubahan nyata. Janji politik bukanlah bukti. Kita harus terus menekan mereka sampai reformasi benar-benar terjadi."
Minggu berikutnya, pengumuman resmi dari pemerintah pun tiba. Dalam siaran pers yang ditunggu-tunggu, Presiden Yono mengumumkan perombakan besar-besaran di tubuh lembaga penegak hukum. Sejumlah pejabat tinggi yang selama ini dianggap bermasalah diberhentikan, dan KPK kembali diberikan kewenangan penuh untuk menangani kasus-kasus korupsi besar.
Di sisi lain, pembangunan proyek-proyek infrastruktur di daerah-daerah terpencil juga mulai mendapat perhatian khusus. Pemerintah mengalokasikan anggaran baru untuk memastikan bahwa wilayah-wilayah yang selama ini tertinggal bisa merasakan manfaat pembangunan.
Langkah-langkah ini langsung mendapat sambutan positif dari sebagian masyarakat. Namun, bagi mereka yang skeptis, seperti Damar dan kelompok-kelompok aktivis lainnya, reformasi ini belum cukup. Mereka masih menunggu apakah langkah-langkah ini benar-benar akan membawa perubahan jangka panjang, atau hanya sekadar kosmetik politik.
Andi, yang menyaksikan perkembangan ini dari dekat, tahu bahwa perjuangan belum selesai. Meskipun Yono telah mengambil langkah-langkah awal yang positif, masa depan reformasi masih belum pasti. Jalan menuju perubahan sejati masih panjang, dan di hadapannya terbentang tantangan besar untuk memastikan bahwa kekuatan rakyat tetap waspada dan terus mengawasi setiap langkah pemerintah.
Dan bagi Presiden Yono, reformasi ini baru permulaan. Ia menyadari bahwa setiap tindakan yang diambil akan menentukan nasibnya---bukan hanya sebagai presiden, tetapi sebagai pemimpin yang dicatat dalam sejarah. Apakah ia akan diingat sebagai pemimpin yang benar-benar melakukan perubahan, atau sekadar pemimpin yang mengulur waktu, hanya waktu yang akan menjawab.