Beberapa anggota dewan terlihat gelisah. Yono melanjutkan, "Saya tahu, banyak dari kalian merasa terancam dengan langkah-langkah reformasi yang saya ambil. Saya tahu, sistem yang telah lama berjalan membuat segelintir orang nyaman, sementara jutaan rakyat kita menderita. Tapi jika kita terus membiarkan sistem korup ini bertahan, kita sedang menghancurkan masa depan generasi mendatang."
Yono berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam benak semua orang di ruangan itu. "Jika kalian ingin saya mundur karena saya mencoba menghentikan korupsi, karena saya ingin memperkuat hukum, maka silakan lakukan. Tapi ingatlah, jika kita gagal dalam reformasi ini, maka sejarah akan mencatat siapa yang bertanggung jawab atas kehancuran bangsa ini."
Ruang sidang hening. Kata-kata Yono menggema dalam keheningan itu, meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang yang mendengarnya. Bahkan mereka yang sebelumnya bersiap untuk menggulingkan Yono mulai meragukan langkah mereka.
Setelah beberapa saat, Ketua Sidang memutuskan untuk menunda sidang hingga esok hari, memberikan waktu bagi para anggota dewan untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka.
Di luar gedung parlemen, protes massa mulai mereda. Orang-orang mulai mempertanyakan narasi yang selama ini dibangun oleh media dan kelompok anti-Yono. Mereka melihat keberanian seorang pemimpin yang tidak takut menghadapi para pengkritiknya, meskipun berada di ujung tanduk.
Pertarungan politik ini belum berakhir. Tapi malam itu, Presiden Yono telah menunjukkan bahwa ia adalah seorang pemimpin yang tidak mudah digulingkan. Dan dalam hati rakyat, harapan baru mulai tumbuh kembali.
Bab 11: Pertarungan di Balik Layar
Hari yang menegangkan di gedung parlemen berlanjut. Para anggota dewan kini sedang berada dalam tekanan yang luar biasa. Setelah pernyataan tegas dari Presiden Yono pada malam sebelumnya, beberapa fraksi yang semula sudah bulat mendukung mosi tidak percaya mulai ragu. Rendra dan kelompoknya merasa ada sesuatu yang berubah, dan mereka tahu situasi ini bisa berbalik kapan saja.
Sementara itu, di markas Lembaga Riset Lanskap Politik Indonesia, Andi dan timnya bersiap meluncurkan laporan investigatif mereka. Jam di dinding menunjukkan pukul 8 pagi, hanya beberapa jam sebelum sidang parlemen dilanjutkan. Rina, yang duduk di sebelah Andi, terus menatap layar komputer, memastikan semua data yang akan dirilis telah diolah dengan baik.
"Ini akan jadi hari yang panjang," kata Andi sambil menghela napas. Ia sadar bahwa laporan yang akan mereka rilis bisa mempercepat jatuhnya Yono, atau malah mengubah dinamika politik secara tidak terduga.
"Bagaimana menurutmu, Andi? Apakah kita benar-benar harus merilis laporan ini sekarang?" Rina kembali mengungkapkan keraguannya.
Andi menggeleng pelan. "Kita harus. Apa pun yang terjadi, rakyat berhak tahu siapa yang bermain di balik layar. Jika kita terus menunda, kesempatan untuk membawa perubahan akan hilang."