"Bolehkah saya duduk di sini?"
"Silahkan saja."
Altazar mendudukkan tubuhnya di samping Vivi, pandangannya tak lepas dari liontin biru yang dikenakan Vivi.
"Liontin yang indah." Ucapnya basa-basi.
Vivi langsung memegang dan melirik liontinnya, "Iya, liontin ini pemberian mendiang adik saya."
"Mendiang adik? memang apa yang terjadi?"
Entah kenapa aura dari Altazar sangat membuat Vivi nyaman, tanpa sadar ia menceritakan semua kejadian kelam itu padanya. Padahal mereka adalah orang asing, tapi kenapa Vivi merasa ia kenal dengan Altazar.
"Andai saat itu bukan Chika yang di culiknya tetapi aku, mungkin saat ini Chika masih hidup paman."
"Sepertinya kau sangat menyayangi adikmu yah."
Vivi mengangguk sembari mengelap air matanya yang kembali menetes, "Kita tidak boleh menyalahkan keadaan dan berandai-andai, bagaimanapun hal itu sudah terjadi. Tak ada yang bisa mengubah takdir yang sudah di gariskan oleh pencipta."
Diusapnya pucuk kepala Vivi, Altazar terseyum lembut seakan mentranferkan kekuatan pada Vivi agar ia lebih tegar menghadapi keadaan ini. Di satu sisi, Altazar melihat Vivi seperti anaknya sendiri.