"Kenapa tuhan?"
"KENAPAA!"
Ia merasa sepertinya Tuhan sangat membencinya, sejak lahir hidupnya sudah hancur. Mulai dari keluarga yang berantakan, perceraian kedua orang tuanya, kekerasan fisik, kesulitan ekonomi, dll. Â Semenjak kehadiran Chika, ia mulai bisa merasakan apa itu hangatnya keluarga. Sedikit demi sedikit kehidupannya mulai membaik, Chika membuat harinya yang kelabu menjadi berwarna.Â
Tuhan seperti enggan membuat Vivi hidup dengan damai, maka ia menurunkan musibah ini. Tak sampai satu malam, sumber kebahagiaan Vivi direngut begitu saja. Â Hal itu membuat ia menyalahkan keadaan.
Diusapnya lembut pipi kanan Chika, dengan tatapan sayu perlahan Vivi tutup kedua mata Chika yang terbuka. Kini adiknya sudah  benar-benar tidak akan bangun dan membuka matanya lagi, untuk selamanya.
Seketika tatapan Vivi berubah menjadi tatapan penuh amarah, " Kamu tenang saja Chika, Kakak pasti akan membalaskan dendam ini. Bahkan kakak akan membuat si pelaku lebih menderita."
"Aku pastikan bajingan itu mendapat bayaran yang setimpal."
Flashback Off
Berdiam diri dikamar membuat Vivi selalu mengingat kejadian keji itu, kini ia memutuskan untuk pergi ke taman tempat yang cukup memiliki kenangan yang menyenangkan untuk mereka berdua. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil kaos yang lebih santai, Vivi buka perlahan kancing demi kancing baju tidur yang dikenakannya. Ia tersenyum miris melihat pantulan dirinya di kaca, banyak sekali perban melilit wajah dan badannya. Karena kejadian itu, ternyata ia mendapat banyak luka serius dan memerlukan perawatan.
Sekarang sudah malam tapi Vivi tetap berniat pergi ke taman, siapa tau di taman tiba-tiba ia mendapat ide untuk menemukan si pelaku yang kini menjadi buronan seluruh Indonesia. Tanpa Vivi sadari, liontin pemberian Chika yang ia kenakan mengeluarkan cahaya biru yang berkedip-kedip. Semakin mendekati taman, semakin intens liontin itu berkedip.
Vivi duduk di tempat Chika dulu memberikan hadiah ulang tahun pertama dan terakhir padanya. Ia duduk persis di tempat dirinya duduk waktu itu. Diusapnya bangku kosong di sebelah kanan bekas Chika duduk. Seketika air mata kembali menetes, ia tak menyangka moment bahagia itu akan menjadi moment terakhir bagi mereka.