Aku sungguh berharap Matias dan Daniel cepat kembali, dengan kondisi yang baik. Jika saja aku berada disana ketika itu, pasti... aku akan ikut berperang bersama mereka.
Jangan bersedih adikku, Martha! Danielmu pasti kembali!
Tiga bulan yang lalu, aku sudah menikah dengan gadis asli penduduk negara ini. Tapi saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa kami akan segera memiliki anak.
Dan kau tahu? Negara ini sangat indah, meskipun aku sangat merindukan negeriku, tapi... aku belum tahu kapankah diriku akan kembali kesana. Namun yang pasti, suatu hari nanti akan ku ajak istri dan anakku berkunjung ke tanah kelahiranku.
Jagalah dirimu, Martha! Jika saja kau ada disini saat aku menikah waktu itu, pasti aku telah memintamu merangkaikan banyak bunga untuk pengantinku."
Salam sahabatmu,
Rodrigues.
Martha menitihkan air matanya setelah menutup dan melipat kembali surat itu. Dia sungguh terharu, menyadari bahwa waktu dan jarak ternyata dapat merubah segalanya.
Dan andai saja tak pernah terjadi kekacauan di wilayah perbatasan, mungkin kini dirinya telah menikah dengan Daniel.
Pertama kali Rodrigues mengirim kabar, lelaki itu menuliskan suratnya untuk Matias. Namun, karena Matias tidak berada di kediamannya maka pelayan mereka menyerahkan surat itu ke tangan Martha.
Begitu mengetahui siapa pengirimnya, Martha memutuskan untuk membuka dan membacanya. Karena dia, tidak tahu kapan kakaknya dapat kembali. Setelah membacanya, Martha merasa tidak enak jika tidak membalas surat itu. Gadis itupun berpikir bahwa di kejauhan sana, pasti Rodrigues sedang menunggu-nunggu balasan suratnya dari Matias.