"Seperti waktu kita bertemu pertama kali
kan, Suster?" sambung Watik sambil tertawa dan memandang Maria.
"Iya... kamu masih ingat?" tanya Maria juga
sambil tertawa dan terkenang pertemuan pertama kali dengan Watik.
Watik hanya mengangguk.
"Tik... menurut saya, gagasan misteri
relasi yang kamu sampaikan itu membuat adanya tingkatan-tingkatan pergaulan."
"Maksudnya?" tanya Watik karena Maria
tidak kunjung melanjutkan.
"Dalam pergaulan bukankah kita mengenal
adanya sahabat, teman, kenalan. Dari sahabat sendiri masih bisa digolongkan
menjadi sahabat karib dan tidak karib. Nah, ngerti kan maksud saya? Begini...
sahabat, dan bahkan dalam taraf tertentu bisa menjadi saudara, adalah orang
yang relasinya dengan kita "mendalam". Sepertinya, sudah tidak ada batas antara
"aku" dan "engkau". Kemudian teman adalah orang yang relasinya dengan kita
"sedang-sedang" saja. Sedangkan kenalan adalah yang relasinya "dangkal". Klop kan? Tapi ingat loh... ini bukan
sebuah kepastian. Pasti akan banyak terdapat kekecualian dan variasi di
sana-sini.'
"Hebat, Suster. Nah, ternyata kita
sekarang sudah menemukan istilah yang tepat lagi dan sudah tidak asing di
telinga kita, dalam misteri relasi... muncul yang namanya: sahabat... teman... dan
kenalan. Benar, Suster.... Nampaknya begitu," kata Watik yang lalu
mengangguk-anggukkan kepala.
"Bahkan saya menyadari apabila kita tidak
mempunyai sahabat dalam hidup ini, biarpun di tengah orang banyak, kita akan
merasa sendiri, kesepian. Bila tidak ada sahabat, tidak akan ada orang yang
kita bisa ajak bicara dari hati ke hati. Dengan adanya sahabat, kita bisa
saling mencurahkan isi hati, bisa saling membantu secara intensif. Dan meskipun
tinggal berjauhan, dalam dua orang yang bersahabat, ada sebuah kedekatan yang
tak terkatakan. Namun demikian, kita tidak mungkin menjadikan semua orang yang
kita kenal menjadi sahabat dalam arti yang sesungguhnya. Pastilah hanya
beberapa dari banyak teman atau kenalan kita yang bisa menjadi sahabat. Nah..
ini... benar gagasanmu.. misteri relasi. Mengapa yang bisa cocok dengan pribadi
kita secara mendalam hanya beberapa orang yang kita kenal, dan bukan semua
orang yang kita kenal? Betul... ini.. ini sebuah misteri. Dan anehnya lagi,
terjalinnya sebuah persahabatan, tidak bisa kita sengaja, melainkan terjadi
secara alami dan sering kali tak terduga. Ini juga misteri lagi. Kalau kita
sengaja, banyak kali terjadi, malah tidak tercapai. Ini misteri lagi. Ya..
hanya Tuhan kuncinya."
"Suster.. iya, benar ya," celetuk Watik.
"Tapi yang perlu kita ingat, mempunyai
sahabat bukan berarti kita hanya mau bergaul dengan orang cocok saja, atau
membuat diri ekskusif, melainkan juga harus terbuka pada semua orang. Apalah
lebihnya jika kita hanya mau bergaul dengan orang yang cocok dengan kita? Kita
membangun relasi dengan semua orang yang kita jumpai. Tentu saja dengan tetap
disadari, mutu relasi yang terbangun tidak akan bisa sama."
"Jadi tetap menghargai orang yang tidak
bisa menjadi sahabat?" tanya Watik yang meminta penegasan.