Mohon tunggu...
urgent_penting
urgent_penting Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apologi Trinitas – Menanggapi Tulisan Saudara Henny Mono “Al Quran Disandingkan dengan Kitab Kitab Suci yang Lain”

19 November 2009   01:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:17 1534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Para pengkritik Rasionalis memberi banyak tekanan terhadap teks: "Bapa lebih besar daripada Aku" (14:28). Mereka berargumen bahwa [ayat tersebut] cukup membuktikan bahwa pengarang Injil mempunyai pandangan subordinat (ie. Putra subordinat pada Bapa), dan mereka mencermati, dalam artian ini, beberapa teks dimana sang Putra menyatakan ketergantunganNya kepada Bapa (5:19; 8:28). Dalam kenyataannya ajaran Inkarnasi melibatkan, bahwa sebatas Kodrat ManusiwiNya, sang Putra harus lebih rendah dari Bapa. Karenanya tidak ada argumen melawan ajaran Katolik bisa diangkat dari teks tersebut. Begitu juga perikop-perikop yang mengacu pada ketergantungan Putra kepada Bapa [hanyalah] mengekspresikan apa yang penting dari ajaran Trinitas, yaitu, bahwa Bapa adalah sumber tertinggi darimana Kodrat Ilahi dan kesempurnaan mengalir kepada Putra. (Mengenai perbedaan esensial antara ajaran St. Yohanes atas Pribadi Kristus dan ajaran sang Logos oleh Philo dari Aleksandria [yang menurut Rationalist merupakan asal dari ajaran St. Yohanes], silahkan lihat Logos.)

Mengenai Pribadi Ketiga dari Trinitas Kudus, perikop-perikop yang bisa dikutip dari Injil Sinoptik yang menyatakan pribadiNya yang berbeda cukup sedikit. Kata-kata Gabriel (Luk 1:35), dengan memperhatikan penggunaan istilah, "Roh," [yang dipakai] di Perjanjian Lama, untuk menunjukkan Allah yang beroperasi dalam mahkluk-mahklukNya, tidak dapat dikatakan mengandung sebuah wahyu yang definitif akan ajaran [mengenai Pribadi Ketiga]. Atas alasan yang sama, adalah ceroboh untuk [menggunakan] peringatan Kristus kepada para Farisi mengenai penghujatan kepada Roh Kudus (Matius 12:31) sebagai bukti [akan ajaran mengenai Pribadi Ketiga]. Tapi di Luk 12:12, "Roh Kudus akan mengajar kamu dalam jam yang sama apa yang harus kamu katakan" (Matius 10:20, dan Luk 24:49), personalitas [sang Roh Kudus] jelas tersirat. Perikop-perikop ini, dihubungkan dengan Matius 28:19, mem-postulasi-kan ("postulasi" adalah pernyataan yang diasumsikan benar) keberadaan ajaran [mengenai Pribadi Ketiga yang berbeda] seperti yang kita temui dalam peristiwa di Cenacle ("cenacle" adalah "ruang makan atas," maksudnya Perjamuan Terakhir) yang diceritakan St. Yohanes (14, 15, 16). Dalam bab tersebut kita memiliki persiapan yang cukup bagi perintah pembaptisan. Dalam perikop-perikop tersebut para rasul diinstruksikan tidak hanya mengenai personalitas sang Roh [Kudus], tapi juga jabatanNya (peranNya, fungsiNya) bagi Gereja. TugasNya adalah untuk mengajar apa yang Dia dengarkan (16:13) untuk membawa kembali pikiran mereka kepada ajaran Kristus (14:26), untuk meyakinkan dunia akan [kenyataan akan] dosa (16:8). Dapat terbukti bahwa kalau Roh bukan satu Pribadi, Kristus tidak mungkin berbicara mengenai kehadiranNya (Roh Kudus) dengan para rasul sebagai sesuatu yang terbandingkan (ie. lain) dengan kehadiranNya (Yesus) bersama dengan mereka (14:16). Sekali lagi, kalau Dia bukan Pribadi Ilahi maka adalah ceroboh bagi Kristus untuk meninggalkan para rasul dan mengirimkan satu paraclete (Penghibur) untuk menggantikanNya (16:7). Terlebih, mempertimbangkan kata kerja netral [untuk roh] adalah pneuma, kata ganti yang digunakan untuk [mewakili sang Roh Kudus] adalah ekeinos yang maskulin. Perbedaan Roh Kudus dari Bapa dan Putra terlibat dari pernyataan yang terungkapkan bahwa Dia berasal dari Bapa dan dikirim oleh Putra (15:26; cf. 14:16, 14:26). Namun Dia satu dengan Mereka: KehadiranNya dengan para Murid pada saat yang sama adalah kehadiranNya dengan sang Putra (14:17-18), sementara kehadiran sang Putra adalah kehadiran sang Bapa (14:23).

Pada sisa dari tulisan Perjanjian Baru berbagai perikop menunjukkan bagaimana jelas dan definitif keyakinan Gereja Rasuli dalam tiga Pribadi Ilahi. Dalam beberapa teks, koordinasi antara Bapa, Putra, dan Roh menghilangkan keraguan mengenai apa yang dimaksudkan sang penulis. Karena itu di II Korintus 13:13, St. Paulus menulis: "rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan dengan Roh Kudus bersamamu semua." Disini struktur kalimat menunjukkan bahwa sang rasul berbicara mengenai tiga Pribadi yang berbeda. Terlebih, karena nama Allah dan Roh Kudus adalah sama-sama nama Ilahi, maka Yesus Kristus juga dipandang sebagai Pribadi Ilahi. Begitu juga di 1 Korintus 12:4-11: "Ada rupa-rupa rahmat, tapi Roh yang satu; dan ada rupa-rupa pelayanan, tapi Tuhan yang sama; dan ada rupa-rupa operasi, tapi Allah yang sama, yang mengerjakan semua[nya] dalam semua [pribadi-pribadi]." (Cf. juga Efesus 4:4-6; 1 Petrus 1:2-3.)

Tapi terlepas dari perikop-perikop seperti ini, dimana ada penyebutan jelas akan Tiga Pribadi, ajaran Perjanjian Baru mengenai Kristus dan Roh Kudus bebas dari semua ambiguitas. Mengenai Kristus, para rasul menggunakan gaya bahasa [dalam berbicara denganNya] yang bagi orang yang dibesarkan dalam iman Ibrani, jelas-jelas menunjukkan keyakinan akan Ke-IlahianNya. Contohnya adalah penggunaan Doksologi kepadaNya. Doksologi, "KepadaNya kemulian selamanya" 9cf. 1 Tawarikh 16:38; 29:11; Mazmur 103:31; 28:2), adalah sebuah ekspresi pujian yang hanya diberikan kepada Allah. Di Perjanjian Baru kita menemukan [doksologi tersebut] digunakan tidak hanya kepada Allah Bapa, tapi juga pada Yesus Kristus (2 Timotius 4:18; 2 Petrus 3:18; Wahyu 1:6; Ibrani 13:20-21), dan juga kepada Allah Bapa dan Kristus bersamaan (Wahyu 5:13; 7:10). Tidak kurang meyakinkannya adalah penggunaan gelar Tuhan (Kyrios). Istilah ini mewakili kata Ibrani adonai, seperti juga Allah (theos) mewakili Elohim. Dua-duanya (Adonai dan Elohim) adalah nama yang sama ilahinya (cf. 1 Korintus 8:4). Dalam tulisan-tulisan rasuli Theos hampir dapat dikatakan mendapat perlakuan sebagai satu nama yang layak untuk Allah Bapa, dan Kyrios [adalah nama yang layak] bagi sang Putra (lihat, sebagai contoh, 1 Korintus12:5-6); hanya di beberapa perikop kita temukan penggunaan Kyrios bagi Bapa (1 Korintus 3:7; 7:17) ataupun [penggunaan] theos bagi Kristus. Para rasul waktu demi waktu mengenakan kepada Kristus perikop-perikop Perjanjian Lama dimana Kyrios digunakan, sebagai contoh, 1 Korintus 10:9 (Bilangan 21:7), Ibrani 1:10-12 (Mazmur 101:26-28): dan mereka (para rasul) menggunakan ekspresi "takut akan Allah" (Kis 9:31: 2 Korintus 5:11; Efesus 5:21), [dan istilah] "memanggil nama Tuhan," tanpa pembedaan kepada Allah Bapa dan Kristus (Kis 2:21; 9:14; Roma 10:13). Pernyataan bahwa "Yesus adalah Tuhan" (Kyrion Iesoun, Roma 10:9; Kyrios Iesous, 1 Korintus 12:3) adalah pengakuan akan Yesus sebagai Yahwe. Teks-teks dimana St. Paulus menegaskan bahwa dalam Kristus bersemayan kepenuhan ke-Allah-an (Kol 2:9), bahwa sebelum inkarnasiNya Dia memiliki kodrat esensial dari Allah (Filemon 2:6), bahwa Dia "diatas segala sesuatu, Allah terpuji selamanya" (Roma 9:5) tidak menunjukkan kepada kita apa yang tidak diimplikasikan dari perikop-perikop lain di suratnya (catatan "tidak menunjukkan bahwa Kristus bukan Allah," adalah ungkapan yang juga berarti "menunjukkan bahwa Kristus itu adalah Allah")

Ajaran tentang Roh Kudus juga sama jelasnya. Bahwa Roh Kudus adalah personalitas tersendiri ditunjukkan oleh banyak perikop. Karenanya Dia (Roh Kudus) mewahyukan perintahNya kepada pelayan-pelayan Gereja: "Ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus kepada mereka: khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu..." (Kis 13:2). Dia (Roh Kudus) mengarahkan perjalanan misionari para Rasul; "Mereka mencoba masuk ke Bitinia. Tetapi Roh Yesus tidak mengijinkan mereka" (Kis 16:7; cf. Kis 5:3; 15:28; Roma 15:30). Atribut-atribut Ilahi ditegaskan [sebagai milik]Nya.

* Dia memiliki [kuasa Ilahi] omniscience (ie. Maha Tahu) dan mewahyukan kepada Gereja misteri-misteri yang hanya diketahui Allah (I Korintus 2:10);

* Adalah Dia yang mendistribusikan kharismata (ie. karunia-karunia) (1 Kor., 12:11);

* Dia adalah pemberi kehidupan supernatural (2 Kor., 3:8);

* Dia bersemayan dalam Gereja dan dalam jiwa-jiwa individu manusia, sebagai kuilNya (Roma 8:9-11; 1 Korintus 3:16, 6:19).

* Karya pembenaran dan pengudusan di atributkan kepadaNya (1 Kor., 6:11; Rom., 15:16), sama seperti bagaimana operasi yang sama tersebut (ie. pembenaran dan pengudusan) di atributkan kepada Kristus (I Kor., 1:2; Gal., 2:17).
Sebagai kesimpulan dari semuanya: berbagai unsur akan ajaran Trinitas semuanya jelas tertulis di Perjanjian Baru. Keilahian dari Tiga Pribadi diakui dan diimplikasikan dalam banyak perikop yang terlalu banyak untuk dihitung. Kesatuan esensi tidak hanya di-postulasikan oleh monoteisme ketat dari orang-orang yang dibesarkan dalam agama Israel, [yang berkeyakinan] bahwa "ilah-ilah yang subordinat (lebih rendah)" adalah sesuatu yang tak terpikirkan; tapi [monoteisme ketat], seperti yang kita lihat, terlibatkan dalam perintah untuk membaptis di Matius 28:19, dan, dalam hal [kesatuan] Bapa dan Putra, tertulis secara jelas di Yohanes 10:38. Bahwa para Pribadi adalah bersama-sama abadi (co-eternal) dan bersama-sama setara (co-equal) adalah konsekuensi logis dari ini. Dalam kaitan akan prosesi Ilahi, ajaran akan prosesi pertama terkandung dalam istilah Bapa dan Putra: prosesi Roh Kudus dari Bapa dan Putra diajarkan dalam sambutan Yesus seperti yang dilaporkan St. Yohanes (14:17) (lihat Roh Kudus)

B. Perjanjian Lama

Para Bapa Gereja Awal berkeyakinan bahwa indikasi akan ajaran Trinitas harus ada di Perjanjian Lama dan mereka menemukan indikasi tersebut tidak di sedikit perikop. Banyak dari mereka yang tidak hanya percaya bahwa para Nabi berkesaksian akannya (ie. akan ajaran Trinitas), mereka bahkan berkeyakinan bahwa [ajaran Trinitas] diberitahukan kepada para Patriark (ie. Bapa-bapa bangsa). Mereka beranggapan sampai pada taraf kepastian bahwa pembawa pesan Ilahi di Kejadian 16:7, 18, 21:17, 31:11; Keluaran 3:2, adalah Allah Putra; atas alasan-alasan yang akan disebut dibawah (III. B.) mereka menganggapnya sebagai bukti bahwa Allah Bapa tidak mungkin mewujudkan diriNya sendiri (cf. Justin, "Dial.", 60; Irenaeus, "Adv. haer.", IV, xx, 7-11; Tertullian, "Adv. Prax.", 15-16; Theoph., "Ad Autol.", ii, 22; Novat., "De Trin.", 18, 25, etc.). Mereka berkeyakinan bahwa, ketika penulis Kitab Suci yang terinspirasi berbicara akan "Roh Tuhan" acuan tersebut adalah untuk Pribadi Ketiga dari Trinitas: dan satu atau dua (Irenaeus, "Adv. haer.", II, xxx, 9; Theophilus, "Ad. Aut.", II, 15; Hippolytus, "Con. Noet.", 10) menafsirkan hipostatis Hikmat dari buku-buku Sapiential (catatan: buku sapiential adalah 4 buku mengenai kebijaksanaan yang terdiri dari Amsal, Pengkhotbah, Sirakh [deuterokanon] dan Kebijaksanaan Solomo [deuterokanonika]) sebagai Roh Kudus, bukan sebagai sang Sabda seperti yang dituliskan St. Paulus. Tapi dari Bapa Gereja Awal lain ditemukan suatu pandangan yang lebih tepat bahwa tidak ada penjelasan yang spesifik akan ajaran [Trinitas] di Perjanjian Lama. (Cf. Gregory Nazianzen, "Or. theol.", v, 26; Epiphanius, "Ancor." 73, "Haer.", 74; Basil, "Adv. Eunom.", II, 22; Cyril Alex., "In Joan.", xii, 20.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun