Mohon tunggu...
MUHAMMAD ZAKY ASRORI
MUHAMMAD ZAKY ASRORI Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

manners maketh man

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Hukum Perdata Islam Indonesia Karya: Ady Purwoto, Ahmad Baihaqi, Norcahyono, dkk

13 Maret 2024   10:59 Diperbarui: 13 Maret 2024   11:03 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Muhammad Zaky Asrori

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Abstract:

Buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" adalah karya kolaboratif yang

memberikan pandangan mendalam tentang hukum perdata Islam dalam

konteks Indonesia. Ditulis oleh sejumlah penulis ahli, buku ini

mengeksplorasi berbagai aspek hukum perdata Islam secara rinci dan

praktis. Mengadopsi Pendekatan Komprehensif, buku ini mencakup topik

relevan seperti pernikahan, warisan, kontrak, dan hak-hak properti,

memberikan pemahaman yang menyeluruh. Dengan Pendekatan Praktis

melalui penjelasan kasus, pembaca dapat memahami implementasi hukum

perdata Islam dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun memiliki

kekurangan, buku ini tetap menjadi sumber berharga bagi siapa pun yang

ingin mempelajari hukum perdata Islam. Dengan cakupan luas, penerapan

praktis, dan kontribusi dari berbagai penulis ahli, buku ini menjadi

panduan komprehensif dan informatif bagi berbagai kalangan.

Keywords: hukum perdata, pernikahan, waris, kontrak

Introduction

Hukum perdata atau keperdataan islam di indonesia merupakan keluarga besar

dari sistem hukum negara ini, yang memiliki populasi mayoritas Muslim. Dalam

konteks ini, pemahaman yang mendalam tentang keperdataan menjadi penting tidak

hanya bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi masyarakat umum yang ingin

memahami isi serta nilai nilai yang terkandung dalam keperdataan di indonesia.

Buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" karya Ady Purwoto dkk, hadir

sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang

keperdataan di islam di indonesia. Dengan menguraikan konsep-konsep penting

seperti perkawinan, peminangan, larangan kawin, perjanjian, perceraian, poligami

dll, buku ini bertujuan untuk menjadi panduan yang berguna bagi mereka yang ingin

memahami dan menerapkan sintem keperdataan dan tatacara nya secara efektif.

Dalam review buku ini, bertujuan untuk menggambarkan bagaimana

pengalaman membaca dan apa saja kekurangan dan juga kelebihan dari buku ini, serta relevansi buku tersebut dalam menyajikan materi tentang keperdataan islam di

Indonesia. Tentu nya ini hanya bersifat obyektif. Dengan memahami konten dan

pendekatan yang digunakan dalam buku ini, pembaca akan dapat menilai sejauh

mana buku ini memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman dan

aplikasi hukum keluarga Islam di Indonesia.

Result and Discussion

Pengertian Perkawinan

Perkawinan merupakan sebuah sunnah yang ditetapkan oleh tuhan kepada

makhluk ciptaanNya diharapkan untuk menghasilkan suatu generasi penerus di

dunia dan menciptakan sebuah keluarga yang sakinah mawadah dan warohmah.

Pengertian Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan merupakan bagian dari hukum Islam yang memuat

tentang ketentuan dan hal-hal umum sertasyariat dalam ikhwal perkawinan di mana

hukum perkawinan tersebut mengenai berbagai proses dan skema serta tata cara

memelihara ikatan lahir batin yang telah diikrarkan di hadapan saksi dan juga

disaksikan oleh Tuhan di mana hukum pernikahan tersebut sifatnya abadi dan wajib

untuk umat Islam.

Hukum Perkawinan Islam

Menurut hukum Islam sebuah perkawinan merupakan ibadah karena suatu

perlindungan orang Islam dalam melaksanakan ibadahnya untuk memenuhi syariat

dalam pelaksanaan perkawinan.Selain pengertian di atas ada juga pengertian hukum

atau pernikahan menurut para ulama :

1. Menurut Imam Maliki pernikahan merupakan sebuah akad yang dijadikan

hubungan seksual antara perempuan yang bukan mahramnya dalam majusi

menjadi halal atau sighat.

2. Menurut Imam Syafi'i pernikahan merupakan sebuah akad yang

membolehkan hubungan seksual dengan lafaz nikah dengan makna yang

serupa sehingga dari tujuan pernikahan tersebut untuk menciptakan suatu

generasi penerus bangsa yang ada di dunia.

Macam-macam Hukum Islam Berdasarkan Niatnya

Berdasarkan niatnya hukum Islam memiliki berbagai macam jenis Berikut

merupakan beberapa jenis hukum Islam berdasarkan pada niatnya :

1. Wajib

Hukum Islam sebenarnya merupakan hal wajib yang harus dilakukan dengan

kewajiban bagi orang yang memiliki kemampuan untuk menikah gimana

keinginan tersebut untuk menyalurkan gairah seksual sehingga digunakan

untuk mengatasi hal-hal yang mana nantinya akan terjerumus ke dalam

kemaksiatan kewajiban tersebut selain itu juga mampu memberikan nafkah

yang terdiri dari mahar atau pangan dan papan serta sandang jika seseorang

tersebut sudah memiliki bekal dan hal-hal tersebut maka diwajibkan untuk 

menikah.
2. Sunnah
Maksudnya dalam hukum nikah tersebut bersifat sunnah karena seseorang
tersebut ingin menikah tetapi belum sampai pada tahap terjatuhnya dalam
kemaksiatan sehingga hal tersebut masih disunahkan untuk seseorang dapat
melakukan pernikahan mungkin hanya ingin untuk menyalurkan gairah saja
tapi tidak ingin untuk melaksanakan sebuah pernikahan sehingga hal tersebut
masih termasuk dalam sunnah karena secara kesiapan batin seseorang
tersebut belum benar-benar siap untuk terjerumus ataupun menjalin sebuah
pernikahan.
3. Lebih baik ditinggalkan
Maksudnya hal tersebut lebih baik ditinggalkan karena hukum menikah
tersebut hanya berlaku untuk menyalurkan gairah seksual saja tidak memiliki
kemampuan dalam menafkahi sehingga pada orang-orang yang berada pada
posisi itu mereka harusnya bisa mengurangi atau berpuasa terhadap hal-hal
seksualitas dengan cara berolahraga atau berpuasa sehingga dengan
mengedepankan iman-iman mereka bisa menjaga dan menjauhkan mereka
dari hal-hal kemaksiatan karena apabila hal tersebut tidak dilanjutkan dalam
pernikahan maka sebuah pernikahan tersebut tidak akan bisa berjalan secara
lancar dan juga sesuai pada tujuan syariat dari pernikahan tersebut.
4. Makruh
Maksudnya makruh tersebut dalam hukum pernikahan di mana seseorang
tersebut tidak menginginkan sebuah pernikahan karena wataknya ataupun
sifatnya atau karena suatu penyakit sehingga hal tersebut tidak memiliki
kemampuan dalam menafkahi istri dan keluarganya sehingga apabila
dipaksakan dalam pernikahan dikhawatirkan tidak bisa menjalankan hak dan
kewajiban mereka dalam pernikahan bahkan bisa merugikan salah satu
pasangannya sehingga secara langsung maupun tidak langsung hal tersebut
bisa menyebabkan tujuan dan juga makna dari pernikahan tersebut tidak
sesuai sehingga daripada menimbulkan permasalahan nanti kedepannya
maka hukum tersebut bersifat makruh.
5. Haram
Hukum perkawinan atau pernikahan bersifat haram tersebut karena orangorang tersebut menikah hanya untuk menyakiti atau membalaskan dendam
sehingga hal tersebut merupakan sebuah hal yang bertujuan melanggar
ketentuan agama apabila hal tersebut terjadi maka hal-hal tersebut bisa
menimbulkan kekerasan fisik dan batin bagi pasangannya misalnya seperti
seseorang yang ingin menyakiti atau menyisa pasangannya dalam pernikahan
tersebut sangat diharamkan karena hal tersebut selain merugikan salah satu
pasangannya baik secara fisik maupun psikologis juga merugikan keluarga.
Pengertian Pinangan
Peminangan atau khitbah merupakan sebuah pendahuluan sebelum
perkawinan diselenggarakan oleh keluarga masing-masing, hal ini sesuai dengan
syariat Islam yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Peminangan
dilakukan bertujuan untuk saling mengenal antara calon suami dan calon istri
sehingga ketika memasuki perkawinan didasari dengan kerelaan dan ketulusan olehmasing-masing pihak. Asal kata peminangan adalah pinang, meminang (kata kerja),

sinonim dari meminang adalah melamar yang dalam bahasa arab disebut khitbah

(permintaan), secara sederhana diartikan dengan penyampaian kehendak untuk

melangsungkang ikatan perkawinan.

Secara etimologi, kata meminang atau melamar adalah meminta wanita untuk

dijadikan Istri bagi diri sendiri atau untuk orang lain. Menurut Said Sabiq,

khitbahadalah pendahuluan perkawinan. Sedangkan secara terminologi,

peminangan adalah kegiatan atau usaha ke arah terjadinya hubungan perjodohan

antara seorang pria dan wanita, atau seorang laki-laki meminta kepada seorang

perempuan untukmenjadi istrinya, dengan cara yang telah umum dilakukan oleh

masyarakat tertentu.

Hikmah Disyari'atkannya Pinangan

Pinangan merupakan kegiatan bermuamalah mempunyai nilai kedudukan

yang tinggi, karena proses peminangan ini hanya terjadi pada manusia. Diadakannya

peminangan untuk menguatkan ikatan sebelum kejenjang perkawinan, karena

dengan peminangan kedua belah pihak dapat saling mengenal satu sama

lain.Perkawinan untuk selamanya dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah,

mawaddah dan rahmah tentu membutuhkan pengetahuan dan pemahaman sifat,

watak tingkah laku yang harus di fahami bersama sehingga timbul rasa saling

mengerti dan menghargai.

Syarat dan Rukun Perkawinan

Dalam undang-undang nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas undang-undang

nomor 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:

1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai.

2. Adanya izin kedua orang tua/wali.

3. Usia calon mempelai sudah 19 tahun.

4. Antara calon mempelai pria dan mempelai wanita Wanita tidak dalam

hubungan darah/keluarga yang tidak boleh kawin.

5. Tidak ada ikatan perkawinan dengan pihak lain.

6. Bagi suami istri yang bercerai, lalui kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi

untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka

untuk kawin lagi ketigakalinya.

7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.

Rukun dan syarat perkawinan sebagai berikut:

a. Calon suami, dengan syarat sebagai berikut:

1) Muslim;

2) Merdeka;

3) Berakal;

4) Benar-benar laki-laki;

5) Adil;

6) Tidak beristri empat;

7) Bukan mahram calon istri;

8) Tidak sedang ihram haji atau umroh.

b. Calon istri, dengan syarat sebagai berikut:

1) Muslimah;

2) Benar-benar perempuan;

3) Telah mendapat izin dari wali;

4) Tidak bersuami atau dalam masa idah;

5) Bukan mahram calon suami;

6) Tidak sedang ihram haji atau umroh.

c. Shigat, dengan syarat sebagai berikut:

1. lafal ijab kabul harus lafal nikah atau tazwij, dan bukan kata-kata kinayah

atau sindiran/sindiran;

2. Lafal ijab kabul tidak dikaitkan dengan syarat tertentu;

3. Lafal ijab kabul harus dilakukan dalam satu majlis.

d. Wali calon pengantin wanita, dengan syarat sebagai

berikut:

1) muslim;

2) berakal;

3) Tidak fasik;

4) Laki-laki;

5) Mempunyai hak untuk menjadi wali.

berikut ini susunan wali nikah:

1. Bapaknya;

2. Kakeknya

3. Saudara laki-laki sekandung;

4. Saudara laki-laki sebapak;

5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung;

6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;

7. Paman dari bapak;

8. Anak laki-laki paman dari bapak;

9. Hakim.

e. Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut:

1) muslim;

2) Berakal;

3) Balig;

4) Merdeka;

5) Laki-laki;

6) Adil;

7) Pendengaran dan penglihatannya sempurna;

8) Memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab kabul;

Pengertian Mahram

Arti mahram atau al-Muharramat adalah perkawinan yang dilarang atau

wanita yang diharamkan kawin dengan seorang pria. Ketentuan tentang mahram

diatur dalam al-Qur'an surah an-Nisa 4:23.

Ada dua macam bentuk larangan perkawinan menurut ulama fikih.

Pertama; al-Muharramat al-Mu'abbadah .

Kedua; al-Maharramat al-Muaqqatah

Maksud dari al-Muharramat al-Mu'abbadah adalah keharamannya bersifat

abadi. Keharaman ini menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat menikahi seorang

wanita untuk selamanya.Adapun yang dimaksud dengan al-Maharramat alMuaqqatahadalah haramnya bersifat sementara. Bentuk perkawinan ini haramnya

hanya dalam waktu tertentu dikarenakan adanya alasan-alasan, jika alasan-alasan itu

telah tiada maka larangan tersebut tidak berlaku lagi.Larangan perkawinan yang

bersifat abadi juga diatur dalam Buku Kompilasi Hukum Islam di Indinesia (KHI)

sebagai representasi fikih perkawinan Islam di Indonesia. Pada Pasal 9 disebutkan

larangan melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita

karena tiga sebab; Pertama, karena pertalian nasab, Kedua, karena pertalian semenda,

dan Ketiga, karena pertalian sesusuan.

Adapun larangan perkawinan yang bersifat sementara diatur pada pasal 40

sampai pasal 44. Pasal 40 melarang perkawinan antara seorang pria dengan seorang

wanita karena keadaan tertentu sebagaimana berikut:

(a), wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;

(b), Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;

(c), Seorang wanita yang tidak beragama Islam

Pengertian Perjanjian

Perjanjian berasal dari Bahasa Belanda yaitu "overeenskomst". Overeenskomst

diartikan sebagai perjanjian atau persetujuan.Makna yang terkandung dalam kata

perjanjian menunjukkan bahwa para pihak setuju apa yang diperjanjikan yaitu janjijanji, sementara kata persetujuan berarti para pihak dalam bersama-sama sepakat

tentang segala hal yang diperjanjikan. Lebih lanjut menurut Abdul Aziz Muhammad

kata aqad berarti ikatan, kemudian diterjemahkan menjadi janji. Dengan demikian

aqad merupakan penerimaan dan penyerahan calon kedua mempelai yang

menimbulkan akibat hukum. Menurut Salim HS belum memberikan arti yang terang

karena semua perbuatan tidak dapat dikatakan perjanjian sehingga tidak nampak

asas konsensualisme serta bersifat dualism. Tidak jelasnya karena hanya disebutkan

perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun dapat disebut dengan

perjanjian.

Syarat Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 KUH Perdata dengan jelas mensyaratkan sahnya suatu perjanjian

yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

2. Memiliki kemampuan dalam membuat perjanjian

3. Sebab hal tertentu

4. Sesuatu yang halal

Syarat Sahnya Perkawinan

Agar perkawinan sah maka undang-undang mensyaratkan harus memenuhi :

1. Syarat Materiil, merupakan syarat yang menyangkut pribadi kedua calon

mempelai yang akan melangsungkan perkawinan serta ijin yang harus

diberikan yang ditentukan oleh undang-undang. Syarat materiil terbagi

menjadi syarat materiil absolut dan syarat materiil relatif. Syarat materiil

absolut adalah syarat mengenai pribadi seseorang untuk melangsungkan

perkawinan, seperti :

a. Calon mempelai dalam keadaan tidak terikat dalam perkawinan.

b. Baik laki-laki maupun perempuan telah cukup umur yaitu 19 tahun.

c. Bagi seorang wanita yang ingin menikah lagi harus menunggu 300 hari

sejak bubarnya perkawinan sebelumnya.

d. Tidak ada paksaan bagi kedua calon mempelai dalam melaksanakan

pernikahan dan pernikahan yang dilaksanakan merupakan keinginan

dari keduanya.

e. Anak-anak yang belum dewasa wajib mendapatkan ijin dari kedua

orangtuanya atau walinya.

2. Sedangkan syarat materiil relatif merupakan yaitu :

a. Laki-laki dan perempuan tidak ada hubungan darah yang dekat.

b. Setelah melakukan perceraian, kedua mempelai dilarang melakukan 

perkawinan yang sama.

c. Syarat Formil, merupakan syarat obyektif yang harus dipenuhi oleh

kedua calon mempelai terkait dengan kelengkapan administrasi dalam

proses pelaksanaan perkawinan.

3. Sedangkan syarat untuk melangsungkan perkawinan yaitu :

a. Kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan.

b. Apabila belum mencapai usia 21 tahun harus mendapat persetujuan

dari kedua orang tuanya sebelum menikah.

c. Cukup dengan persetujuan dari orang tua untuk menyatakan setuju.

d. Apabila salah satu orangtua sudah meninggal dunia atau tidak dapat

membuat wasiat, dimintakan persetujuan dari wali atau anggota

keluarga sedarah anak.

Bentuk-bentuk Perkawinan

Pada dasarnya bentuk perkawinan dapat dilihat dari :

1. Segi jumlah suami atau istri, bentuk perkawinan terdiri dari :

a. Perkawinan yang dilaksanakan antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan (monogami)

b. Perkawinan yang dilaksanakan antara seorang laki-laki dengan lebih

dari seorang perempuan (poligami).

2. Segi asal suami istri, terdiri dari :

a. Perkawinan seorang laki-laki dan perempuan yang berlainan suku

(eksogami)

b. Perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berasal

dari suku yang sama (endogami)

c. Perkawinan seorang laki-laki dengan seorag Perempuan yang berasal

dari lapisan sosial yang sama (homogami)

d. Perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berasal

dari lapisan sosial yang berbeda (heterogami).

Dasar Hukum poligami.

Poligami merupakan melakukan perkawinan kepada beberapa perempuan atau

istri pada satu waktu. Berpoligami artinya menjalankan atau melakukan poligami.

Poligami adalahmenikahi sejumlah wanita dalam satu waktu. Antonim poligami

yaitu poliandri yakni mengawini sejumlah pria dalam satu waktu.

Muslimin yang sungguh-sungguh memahami tentang isi makna dari Al-Qur'an

entah itu seorang lelaki yang mendukung poligami ataupun perempuan yang

menolak poligami, tentu tidak akan menyampingkan firman Allah dalam Al-Qur'an

yaitu surah An-Nisa' 3. Diyakini ataupun tidak seorang suami memanglah

diperbolehkan untuk melakukan perkawinan lebih dari satu orang wanita dan inilah

yang kerap kali menjadi dalil atau hujjah terhadap laki-laki untuk menikah kembali.

"Ayat ini dijadikan oleh mereka sebagai dasar hukum kehalalan poligami"

Alasan Poligami

Menurut buku Masail Fiqhiyah karya Huzaimah Tahido Yanggo, Kajian

Hukum Islam Kontemporer, melansir pendapat dari Syeikh Muhammad Rasyid

Ridha yang menjelaskan beberapa hal yang bisa dijadikan alasan berpoligami antara

lain:

1. Istri mandul.

Mandul artinya istri yang bersangkutan berdasarkan keterangan medis atau

dokter tidak mungkin hamil dan melahirkan anak atau sesudah perkawinan

minimal sepuluh tahun tidak menghasilkan anak keturunan Kehendak

memiliki keturunan tersebut alami dari diri manusia. Apabila istri mandul

dan suami menginginkan keturunan, maka suami tidaklah bersalah, oleh

karena itu tidak ada jalan lain bagi suami kecuali menceraikan istrinya atau

menikah lagi. Secara manusiawi poligami itu lebih mulia dibandingkan

menceraikan istrinya yang mengalami kemandulan.

2. Istri memiliki penyakit yang bisa menjadi penghalang bagi suami untuk

memberikan nafkah batiniah.

Istri memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan maksudnya adalah jika

istri yang bersangkutan mempunyai penyakit badan yang menyeluruh

berdasarkan keterangan dokter sulit untuk sembuh. Alasan ini didasarkan atas

kemanusiaan karena bagi suami tentunya akan senantiasa menderita secara

lahir maupun batin selama menjalani hidup jika hidup bersama dengan istri

yang dalam kondisi sedemikian rupa. Apabila seorang suami memiliki hasrat

seksual berlebihan atau hypersex sehingga jika istrinya menstruasi beberapa

hari saja dikhawatirkan dirinya bertindak menyimpang.

3. Apabila di suatu kawasan yang jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan

pria sehingga jika tidak berpoligami berdampak pada perilaku menyimpang

wanita-wanita tersebut.

4. Menghindari zina atau perselingkuhan adalah alasan lain untuk melakukan

poligami. Pendapat yang seringdisampaikan oleh kalangan pro poligami yaitu

bahwa dengan poligami para suami bisa menghindari tindakan mengumbar

hasrat seksual mereka dengan sesuka hati. Kalangan ini berpendapat jika

banyak cara yang bisa dilakukan kaum pria untuk mengumbar hasratnya

tanpa perlu melalui ikatan pernikahan, tidak perlu melibatkan diri dengan

persoalan tanggung jawab merawat anak-anak dan rumah tangga, misalnya

dalam bentuk seks bebas, promiskuitas, prostitusi dan cinta bebas.

Syarat Berpoligami

1. Maksimal Empat Orang

Hukum Islam hanya memperbolehkan seorang pria berpoligami dengan

empat orang istri. Seorang suami atau pria hanya diperbolehkan mengawini

maksimal empat orang wanita. Karena empat orang istri tersebut sudah cukup,

apabila melebihi artinya mengkhianati kebajikan yang diatur oleh Allah SWT

bagi kebaikan hidup suami dan istri.

2. Adil terhadap semua istri.

Allah SWT telah memerintahkan laki-laki yang hendak melakukan
poligami supaya bertindak adil melalui firman: "kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja (QS 4:3) artinya
apabila kamu khawatir tidak bisa bertindak adil kepada empat istri, maka
nikahilah tiga saja, apabila tidak sanggup, dua saja dan apabila tidak mampu,
nikahilah satu istri saja atau budak-budak yang kamu miliki. Imam AthThabrani menjelaskan bahwa tafisran ayat di atas adalah "nikahilah wanita
dengan jumlah yang Aku atur bagimu, dua, tiga atau empat, apabila kamu
merasa aman dan bersikap zalim kepada istri-istrimu. Apabila kamu khawatir
bertindak zalim kepada seorang istri maka nikahilah seorang budak saja,
sebab hal itu lebih mulia untukmu karena tanggung jawabmu atas mereka
tidak sebagaimana tanggung jawabmu kepada perempuan yang merdeka,
sehingga kamu lebih terjaga dari kezaliman dan dosa."
3. Mampu memberi nafkah.
Seseorang dilarang maju mempersunting seorang wanita atau lebih apabila ia
tidak dapat memberikan nafkah secara terus menerus sebab Nabi
Muhammad SAW bersabda: "Wahai para pemuda, barang siapa telah
mampu menikah di antara kalian maka segeralah menikah, karena ia lebih
dapat menjaga pandangan dan kemaluan. Barang siapa yang belum mampu,
hendaklah berpuasa, karena itu perisai.
4. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri.
Persetujuan dari istri atau istri-istri yaitu jika terdapat pernyataan baik lisan
ataupun tertulis. Jika pernyataan tersebut secara lisan maka harus diucapkan
di depan sidang pengadilan.
Pengertian Harta Bersama
Harta bersama adalah setiap kepemilikan yang dikumpulkan selama dalam
pernikahan. Undang-undang mengamanatkan bahwa harta yang didapatkan dalam
ikatan pernikahan, terlepas dari siapa yang mencari hanya suami sendirian
sedangkan istri tinggal di rumah merawat anak serta mengelola rumah tangga, atau
istri sendirian mencari sedangkan suami tinggal di rumah atau suami dan istri secara
aktif mencari nafkah, maka semua pendapatan yang diperoleh selama dalam ikatan
perkawinan menjadi milik bersama
Asal Usul Harta Bawaan
Pasal 35, 36, dan 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perkawinan,
mengatur harta perkawinan.
Mengenai harta benda para pihak, suami atau istri memiliki hak seluruhnya
untuk bertindak dalam proses hukum mengenai harta benda masing-masing," bunyi
Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.Pasal tersebut menjelaskan
kemampuan masing-masing pasangan untuk menggunakan uang mereka sendiri.
Penguasaan harta warisan dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian, kecuali

suami dan istri menentukan sebaliknya, misalnya melalui perjanjian perkawinan.

Menurut (M. Anshary : 2010:136), harta bawaan dapat berbentuk sebagai berikut:

harta, hibah, dan wasiat yang didapatkan suami dan istri yang didapatkan dari orang

tuanya ataupun dari sumber lain. Harta yang dibawa setiap suami dan istri ke dalam

ikatan perkawinan dapat berupa harta yang diperolehnya sendiri dengan susah payah,

serta dapat berupa harta warisan yang diperoleh oleh setiap suami dan istri sebelum

atau sesudah menikah, menurut Hilman Hadikusuma

Harta Bersama

Harta yang masuk harta bersama ialah sesuatu yang didapatkan oleh suami istri

Bersama-sama. Harta yang didapatkan setelah perkawinan menjadi milik bersama,

menurut Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Harta bersama

dikelola oleh suami dan istri.M. Yahya Harahap menjelaskan, hampir semua harta

yang diperoleh setelah menikah berada di bawah lingkup harta bersama yang

ditetapkan melalui sistem hukum. Mengikuti perkembangan ini, barang-barang

berikut dianggap sebagai harta perkawinan dan termasuk dalam aturan harta

Bersama.

Pengertian Perceraian

Menurut Subekti, perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi

dalam suatu perkawinan, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan

putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.

Adapun Perceraian dalam istilah ahli fiqih disebut "talak" atau "furqah" ialah

membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan furqah artinya bercerai. Kedua

kata itu dipakai oleh para ahli fiqih sebagai satu istilah yang berarti bercerai antara

suami istri.

Menurut istilah Hukum Islam, talak dapat berarti :

1. Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi keterikatan nya dengan

menggunakan ucapan tertentu.

2. Melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

3. Melepaskan ikatan perkawinan dengan ucapan talak atau yang sepadan

dengan itu.

Dasar Hukum Perceraian

1. Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu

Majah."Perceraian itu adalah hal yang halal namun di benci oleh Allah SWT,

dan bahkan apabila kata "cerai" terucapkan, maka Ars (Singgasana) Allah

SWT akan berguncang".

2. Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi: "Dan di antara tanda-tandaNya bahwa Dia menciptakan jodoh untuknya dari dirimu (bangsamu) supaya

kamu bersenang-senang kepadanya, dan Dia mengadakan sesamakamu kasih

sayang dan rahmat. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda 

bagi orang yang berfikir". Berdasarkan ayat ini pula, maka tujuan perkawinan

dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Dengan kata lain harapan akhir dari suatu perkawinan adalah

kebahagian sampai hari tua, dimana maut memisahkan pasangan tersebut,

dan bukanlah perceraian.

Cara Mengajukan Permohonan Perceraian

Menurut Soemijati bahwa bagi orang Islam perceraian dilakukan dengan

mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Agama, sedangkan bagi orang

selain Islam mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Negeri. Kemudian

sebagaimana di sampaikan oleh Wirjono Prodjodikoro bahwa dalam memutuskan

apakah akan mengabulkan permohonan cerai atau tidak, Pengadilan akan

mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya agar keputusan yang diambil benar-benar

yang terbaik. Pada umumnya pada awal pemeriksaan di Pengadilan, Majelis Hakim

akan berusaha mendamaikan terlebih dahulu suami istri yang akan bercerai itu.

Apabila terjadi perdamaian maka permohonan cerai itu dianggap batal dan suami

istri itu tetap menjadi suami istriyang sah.

Pengertian Ruju'

Lafaz ruju' secara lughawi berasal dari bahasa Arab yaitu ruj'a, yarji'u, roja'a

dengan lafaz ,dengan makna kembali ,mengembalikan. Yang dimaksud ruju' yaitu

melanggengkan kembali ikatan pernikahan yang masih dalam masa iddah talaq

raj'i.Pendapat Imam Syafi'i; ruju' merupakaan menyatukan kembali status

pernikhan suami istri dalam rentang masa iddah talaq raj'i. Pemahaman dari istilah

ruju' yaitu menyatukan kembali ikatan pernikahan suami istri setelah terjadi

perceraian di antara mereka berdua dalam hitungan talaq satu atau talaq dua.

Sehingga dengan ruju'nya suami kepada istrinya tidak membutuhkan adanya akad

nikah yang baru.

Rukun Dan Syarat Ruju'

Sebelum pelaksanaan ruju' perlu mempertimbangkan kemaslahatan dan

kemudharatan bagi suami, istri serta anakanaknya. Dengan harapan ketika ruju' bisa

membawa kemaslahatan untuk setiap anggota keluarga.

Berikut ini rukun dan syarat melakukan ruju' yang harus diperhatikan;

1. Istri :

a. Istri sudah digauli atau setelah dukhul.

b. Istri ditalaq dalam bentuk talaq raj'i yaitu talaq satu dan talaq maka suami

masih bisa kembali pada istrinya.

c. Istri masih dalam masa iddah (masa tunggu sebelum tiga kali haid

ataupun tiga kali suci, ataupun tiga bulan).

2. Suami :

a. Meruju' istri atas kemauannya tanpa ada paksaan dari siapapun. 

b. Suami masih beragama Islam

c. Suami kondisinya berakal sehat.

3. Saksi : saksi yang dihadirkan di saat ruju' minimal dua orang.

4. Lafaz ruju' ; adakalanya terang atau jelas dan adakalanya melalui kinayah atau

sindiran.

a. Lafaz secara terang, seperti " raja'tuki atau saya ingin kembali hidup

bersamamu.

b. Lafaz sindiran, seperti suami mengucapkan " saya ingin tidur bersamamu"

saya senang hidup bersamamu' namun bagi suami disyaratkan adanya niat

yang tulus untuk ruju' pada istrinya.

Perkawinan Beda Agama Berdasarkan Hukum Positif

Di Indonesia, perkawinan didasarkan atas Undang-Undang Perkawinan.

Perkawinan didefinisikan sebagai hubungan lahir dan batin seorang laki-laki dengan

seorang perempuan sebagai pasangan suami istri bertujuan agar bahagia dan sehat.

Rumah tangga atau keluarga selamanya menurut agama atau kepercayaan masingmasing yaitu Allah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, suatu perkawinan

dikatakan sah apabila dilaksanakan sesuai hukum agama dan kepercayaannya

masing-masing, dan didaftarkan sesuai ketentuan hukum berlaku. Tentu saja,

memulai sebuah keluarga membutuhkan ikatan yang kuat antar pasangan. Oleh

karena itu, hukum positif perkawinan Indonesia dalam hal ini menyebutkan suatu

perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan pasangan suami istri sesuai

ketentuan hukum agama dan kepercayaannya masing-masing.Pelaksanaan

perkawinan beda agama menjadi perhatian yang cukup besar dari sarjana Indonesia.

Majelis Ulama Indonesia menetapkan fatwa mengenai pernikahan beda agama di

Muktamar Nasional II pada tahun 1980.

1. Pernikahan adalah antara perempuan Muslim dengan laki-laki bukan muslim.

2. Pernikahan merumahan antara laki-laki Muslim dengan perempuan bukan

muslim.

Pernikahan Beda Agama Menurut Para Ahli.

Penentuan dan syarat sahnya pernikahan adalah hukum agama dan

kepercayaan yang diyakini pasangan masing-masing. Muhammad Daud Ali, dalam

bukunya Pernikahan Antar Pemeluk Agama yang Berbeda. Perkawinan beda agama

merupakan penyimpangan dari model perkawinan umum yang benar menurut

agama dan hukum perkawinan yang berlaku di negara Indonesia. Pelanggaran ini,

suatu realitas sosial, belum memerlukan tindakan pencegahan khusus, belum dapat

dilindungi oleh negara. Karena apabila diberikan perlindungan hukum kepada warga

negara yang melakukan tindakan melawan dasar negara sebagai cita-cita hukum

bangsa dan prinsip dasar pemerintahan Indonesia serta hukum agama menurut saya

juga ilegal, selain inkonstitusional.

Pengertian Wasiat Wajibah

Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau

kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena

adanya suatu halangan syara. Wasiat wajibah juga dapat diartikan sebagai suatu

pemberian yang wajib kepada ahli waris atau kaum keluarganya terutama cucu yang

terhalang dari menerima harta warisan karena ibu atau ayah mereka meninggal

sebelum nenek mereka meninggal atau meninggal bersamaan. Ini karena

berdasarkan hukum waris mereka terhalang dari mendapat bagian harta peninggalan

kakek dan neneknya karena ada ahli waris paman atau bibi kepada cucu tersebut.

Wasiat wajibah merupakan suatu pelaksanaan wasiat atau suatu pesan yang harus

dilaksanakan dan ditujukan kepada orang yang ditinggalkan akan menerima harta

peninggalannya kepada anak angkat. Pembagian harta warisan bagi anak angkat

menurut Kompilasi Hukum Islam adalah dengan jalan melalui hibah atau dengan

jalan wasiat wajibah dengan syarat tidak boleh melebihi 1/3 dari harta warisan orang

tua angkatnya, hal ini untuk melindungi ahli waris lainnya.

Wasiat Wajibah Menurut Kompilasi Hukum Islam

Dalam Kompilasi Hukum Islam orang tua angkat secara serta merta dianggap

telah meninggalkan wasiat maksimal sebanyak 1/3 dari harta yang ditinggalkan

untuk anak angkatnya, atau sebalikya anak angkat untuk orang tua angkatnya,

dimana harta tersebut dalam sistem pembagiannya bahwa sebelum dilaksanakan

pembagian warisan kepada ahli warisnya , maka wasiat wajibah harus ditunaikan

terlebih dahulu. Wasiat wajibah sebagai wasiat yang pelaksanaanya tidak

dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang

dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang meninggal

dunia.

Regulasi Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang

membutuhkan penanganan serius dari pemerintah dan masyarakat. KDRT dapat

menyebabkan dampak negatif yang luas, tidak hanya pada korban, tetapi juga pada

keluarga, masyarakat, dan negara secara keseluruhan.

Beberapa dampak negatif yang dihasilkan oleh KDRT antara lain kerusakan

fisik dan mental pada korban, kehilangan kepercayaan diri dan harga diri, masalah

kesehatan mental, serta masalah sosial dan ekonomi. Selain itu, KDRT juga dapat

menyebabkan gangguan terhadap hubungan antara pasangan, keluarga, dan

masyarakat, serta dapat mengganggu ketertiban dan keamanan di lingkungan sekitar.

Contoh Kasus dalam Kekerasan Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia adalah masalah serius

yang terjadi di banyak keluarga. KDRT terjadi ketika seseorang dalam rumah tangga

melakukan tindakan kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya, termasuk

pasangan, anak-anak, dan orang tua. Berdasarkan data dari Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2020 terdapat 

162.114 kasus KDRT yang dilaporkan di Indonesia, dengan mayoritas korban adalah

perempuan (82,4%). Namun, data tersebut hanya mencakup kasus yang dilaporkan,

sehingga jumlah sebenarnya diperkirakan lebih tinggi.Kekerasan dalam rumah

tangga dapat berupa tindakan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Tindakan fisik

seperti pukulan, tendangan, dan penggunaan senjata, sementara tindakan psikologis

dapat berupa pelecehan verbal atau emosional, isolasi, dan kontrol yang berlebihan.

Kekerasan seksual dapat berupa pemaksaan atau tekanan untuk melakukan aktivitas

seksual yang tidak diinginkan, sedangkan kekerasan ekonomi meliputi kontrol

terhadap keuangan atau penghasilan anggota keluarga lainnya.

Sanksi Pidana dalam Perkawinan

Musyawarah atau mediasi dapat menjadi salah satu cara penyelesaian konflik

dalam kasus kekerasan dalam perkawinan. Musyawarah merupakan cara damai

untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam

konflik, di mana mereka berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama tanpa

melibatkan pihak ketiga seperti pengadilan atau kepolisian. Dalam konteks

kekerasan dalam perkawinan, musyawarah atau mediasi dapat dilakukan untuk

membantu pasangan menyelesaikan konflik yang terjadi. Musyawarah dapat

dilakukan oleh lembaga atau organisasi yang terkait dengan masalah KDRT, seperti

dinas sosial, pusat rehabilitasi, puskesmas, atau organisasi yang berfokus pada isuisu keluarga dan kesehatan.Dalam musyawarah, pihak-pihak yang terlibat dalam

konflik diharapkan dapat membuka diri untuk saling mendengarkan dan memahami

perspektif masing-masing. Tujuan dari musyawarah adalah untuk mencapai

kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak dan menghindari tindakan

kekerasan di masa depan.Beberapa contoh pelanggaran hukum yang bisa dikenai

sanksi pidana di dalam perkawinan antara lain:

1. Kekerasan dalam rumah tangga:

Pelaku kekerasan dalam rumah tangga bisa dikenai sanksi pidana berupa

kurungan penjara atau denda, sesuai dengan keputusan hakim. Pasalpasal

dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi

pengadilan untuk menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga

2. Poligami tanpa izin:

Pasal 284 KUHP mengatur bahwa siapa saja yang melakukan poligami tanpa

izin atau persetujuan dari istri pertama atau pihak berwenang dapat dikenai

sanksi pidana berupa kurungan penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda.

3. Perkosaan dalam perkawinan:

Pelaku perkosaan dalam perkawinan bisa dikenai sanksi pidana berupa

kurungan penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, sesuai dengan

Pasal 285 KUHP dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.

4. Penipuan dalam perkawinan:

Pasal 378 KUHP mengatur bahwa siapa saja yang melakukan penipuan

dalam perkawinan dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan penjara

selama-lamanya 4 tahun atau denda.

Conclusion

Buku yang berjudul "Hukum Perdata Islam Indonesia" karya Ady Purwoto,

Ahmad Baihaqi, Norcahyono, Sri Iin Hartini, Bunyamin, Mahrida, Yulianus

Pabassing, Fahriansyah, Syamsiah Nur, Nurliana, Noor Azizah, M. Firman Mustika,

dan Dwi Nur Fauziah Ahmad adalah sebuah karya kolaboratif yang menghadirkan

pandangan mendalam tentang hukum perdata Islam dalam konteks Indonesia.

Ditulis oleh sejumlah penulis ahli di bidangnya, buku ini juga mengeksplorasi

berbagai aspek hukum perdata Islam secara rinci dan praktis.

Buku ini mengadopsi Pendekatan Komprehensif dengan mencakup beragam

topik yang relevan dalam hukum perdata Islam, termasuk pernikahan, warisan,

kontrak, dan hak-hak properti, memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada

pembaca. Selain itu, buku ini juga menerapkan Pendekatan Praktis melalui

penjelasan kasus dan contoh nyata, sehingga pembaca dapat memahami bagaimana

hukum perdata Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih mudah.

Dikarenakan buku ini ditulis oleh berbagai penulis dengan latar belakang dan

keahlian yang berbeda untuk setiap babnya, buku ini menyajikan sudut pandang yang

kaya dan beragam terhadap topik yang dibahas.

Kelebihan utama buku ini adalah cakupannya yang luas. Selain memberikan

pengantar yang baik tentang hukum perdata Islam, buku ini juga menguraikan

berbagai aspek yang relevan secara jelas dan terperinci. Selain itu, penerapan

Pendekatan Praktis melalui contoh kasus dan aplikasi praktis memberikan

pemahaman yang mendalam tentang bagaimana prinsip-prinsip hukum perdata

Islam diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman pandangan yang

disajikan oleh banyak penulis membuat pembaca memiliki sudut pandang yang luas

tanpa harus merujuk banyak buku.

Meskipun demikian, ada beberapa kekurangan yang perlu dicatat. Dengan

banyaknya topik yang dibahas, beberapa konsep mungkin tidak mendapat eksplorasi

yang mendalam, yang menjadi Keterbatasan Ruang. Selain itu, dalam segi bahasa,

buku ini mudah dipahami secara umum, namun beberapa bagian menggunakan

Bahasa Teknis yang mungkin memerlukan pemahaman lebih lanjut tentang

terminologi hukum.

Meskipun memiliki kekurangan, buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" tetap

merupakan sumber yang berharga bagi siapa pun yang ingin mempelajari hukum

perdata Islam dalam konteks Indonesia. Dengan cakupan yang luas, penerapan

praktis, kontribusi dari berbagai penulis ahli, serta penyajian yang sistematis, buku

ini bisa menjadi panduan yang komprehensif dan informatif. Buku ini juga cocok

sebagai rujukan atau pegangan bagi mahasiswa, karena menyajikan pengetahuan 

yang lengkap dan dasar hukum yang didukung oleh hukum positif dan hukum Islam,

disertai kutipan dari para ulama' dan pakar hukum.

Selain itu, buku ini juga memberikan analisis yang mendalam terhadap

perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia dari perspektif sejarah dan

kontemporer. Dengan menggali akar sejarah dan menyoroti isu-isu terkini, pembaca

diberikan pemahaman yang lebih holistik tentang evolusi hukum perdata Islam

dalam konteks sosial,dan budaya Indonesia.

Buku ini juga menghadirkan tinjauan yang komprehensif terhadap

perkembangan hukum perdata Islam dalam rangka menanggapi tantangan dan

dinamika masyarakat modern. Dengan membahas isu-isu seperti pluralisme hukum,

globalisasi, dan perubahan sosial, buku ini membantu pembaca memahami relevansi

dan aplikabilitas hukum perdata Islam dalam realitas kontemporer.

Selain itu, buku ini tidak hanya memberikan pemahaman teoritis, tetapi juga

menawarkan pandangan praktis dalam menangani masalah-masalah hukum perdata

Islam yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memberikan

solusi-solusi konkret dan saran-saran praktis, pembaca dibimbing untuk menghadapi

situasi-situasi kompleks dengan bijaksana dan efektif.

Dengan demikian, buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" tidak hanya

menjadi sumber pengetahuan yang berharga, tetapi juga menjadi panduan yang

berguna bagi praktisi hukum, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum yang

tertarik untuk memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip hukum perdata Islam

dalam konteks Indonesia. Dengan menyajikan informasi yang mendalam, analisis

yang komprehensif, dan pandangan praktis, buku ini menjelma menjadi karya yang

tidak hanya informatif, tetapi juga inspiratif bagi pembaca dari berbagai latar

belakang dan kepentingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun