Muhammad Zaky Asrori
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
Buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" adalah karya kolaboratif yang
memberikan pandangan mendalam tentang hukum perdata Islam dalam
konteks Indonesia. Ditulis oleh sejumlah penulis ahli, buku ini
mengeksplorasi berbagai aspek hukum perdata Islam secara rinci dan
praktis. Mengadopsi Pendekatan Komprehensif, buku ini mencakup topik
relevan seperti pernikahan, warisan, kontrak, dan hak-hak properti,
memberikan pemahaman yang menyeluruh. Dengan Pendekatan Praktis
melalui penjelasan kasus, pembaca dapat memahami implementasi hukum
perdata Islam dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun memiliki
kekurangan, buku ini tetap menjadi sumber berharga bagi siapa pun yang
ingin mempelajari hukum perdata Islam. Dengan cakupan luas, penerapan
praktis, dan kontribusi dari berbagai penulis ahli, buku ini menjadi
panduan komprehensif dan informatif bagi berbagai kalangan.
Keywords: hukum perdata, pernikahan, waris, kontrak
Introduction
Hukum perdata atau keperdataan islam di indonesia merupakan keluarga besar
dari sistem hukum negara ini, yang memiliki populasi mayoritas Muslim. Dalam
konteks ini, pemahaman yang mendalam tentang keperdataan menjadi penting tidak
hanya bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi masyarakat umum yang ingin
memahami isi serta nilai nilai yang terkandung dalam keperdataan di indonesia.
Buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" karya Ady Purwoto dkk, hadir
sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
keperdataan di islam di indonesia. Dengan menguraikan konsep-konsep penting
seperti perkawinan, peminangan, larangan kawin, perjanjian, perceraian, poligami
dll, buku ini bertujuan untuk menjadi panduan yang berguna bagi mereka yang ingin
memahami dan menerapkan sintem keperdataan dan tatacara nya secara efektif.
Dalam review buku ini, bertujuan untuk menggambarkan bagaimana
pengalaman membaca dan apa saja kekurangan dan juga kelebihan dari buku ini, serta relevansi buku tersebut dalam menyajikan materi tentang keperdataan islam di
Indonesia. Tentu nya ini hanya bersifat obyektif. Dengan memahami konten dan
pendekatan yang digunakan dalam buku ini, pembaca akan dapat menilai sejauh
mana buku ini memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman dan
aplikasi hukum keluarga Islam di Indonesia.
Result and Discussion
Pengertian Perkawinan
Perkawinan merupakan sebuah sunnah yang ditetapkan oleh tuhan kepada
makhluk ciptaanNya diharapkan untuk menghasilkan suatu generasi penerus di
dunia dan menciptakan sebuah keluarga yang sakinah mawadah dan warohmah.
Pengertian Hukum Perkawinan
Hukum perkawinan merupakan bagian dari hukum Islam yang memuat
tentang ketentuan dan hal-hal umum sertasyariat dalam ikhwal perkawinan di mana
hukum perkawinan tersebut mengenai berbagai proses dan skema serta tata cara
memelihara ikatan lahir batin yang telah diikrarkan di hadapan saksi dan juga
disaksikan oleh Tuhan di mana hukum pernikahan tersebut sifatnya abadi dan wajib
untuk umat Islam.
Hukum Perkawinan Islam
Menurut hukum Islam sebuah perkawinan merupakan ibadah karena suatu
perlindungan orang Islam dalam melaksanakan ibadahnya untuk memenuhi syariat
dalam pelaksanaan perkawinan.Selain pengertian di atas ada juga pengertian hukum
atau pernikahan menurut para ulama :
1. Menurut Imam Maliki pernikahan merupakan sebuah akad yang dijadikan
hubungan seksual antara perempuan yang bukan mahramnya dalam majusi
menjadi halal atau sighat.
2. Menurut Imam Syafi'i pernikahan merupakan sebuah akad yang
membolehkan hubungan seksual dengan lafaz nikah dengan makna yang
serupa sehingga dari tujuan pernikahan tersebut untuk menciptakan suatu
generasi penerus bangsa yang ada di dunia.
Macam-macam Hukum Islam Berdasarkan Niatnya
Berdasarkan niatnya hukum Islam memiliki berbagai macam jenis Berikut
merupakan beberapa jenis hukum Islam berdasarkan pada niatnya :
1. Wajib
Hukum Islam sebenarnya merupakan hal wajib yang harus dilakukan dengan
kewajiban bagi orang yang memiliki kemampuan untuk menikah gimana
keinginan tersebut untuk menyalurkan gairah seksual sehingga digunakan
untuk mengatasi hal-hal yang mana nantinya akan terjerumus ke dalam
kemaksiatan kewajiban tersebut selain itu juga mampu memberikan nafkah
yang terdiri dari mahar atau pangan dan papan serta sandang jika seseorang
tersebut sudah memiliki bekal dan hal-hal tersebut maka diwajibkan untukÂ
menikah.
2. Sunnah
Maksudnya dalam hukum nikah tersebut bersifat sunnah karena seseorang
tersebut ingin menikah tetapi belum sampai pada tahap terjatuhnya dalam
kemaksiatan sehingga hal tersebut masih disunahkan untuk seseorang dapat
melakukan pernikahan mungkin hanya ingin untuk menyalurkan gairah saja
tapi tidak ingin untuk melaksanakan sebuah pernikahan sehingga hal tersebut
masih termasuk dalam sunnah karena secara kesiapan batin seseorang
tersebut belum benar-benar siap untuk terjerumus ataupun menjalin sebuah
pernikahan.
3. Lebih baik ditinggalkan
Maksudnya hal tersebut lebih baik ditinggalkan karena hukum menikah
tersebut hanya berlaku untuk menyalurkan gairah seksual saja tidak memiliki
kemampuan dalam menafkahi sehingga pada orang-orang yang berada pada
posisi itu mereka harusnya bisa mengurangi atau berpuasa terhadap hal-hal
seksualitas dengan cara berolahraga atau berpuasa sehingga dengan
mengedepankan iman-iman mereka bisa menjaga dan menjauhkan mereka
dari hal-hal kemaksiatan karena apabila hal tersebut tidak dilanjutkan dalam
pernikahan maka sebuah pernikahan tersebut tidak akan bisa berjalan secara
lancar dan juga sesuai pada tujuan syariat dari pernikahan tersebut.
4. Makruh
Maksudnya makruh tersebut dalam hukum pernikahan di mana seseorang
tersebut tidak menginginkan sebuah pernikahan karena wataknya ataupun
sifatnya atau karena suatu penyakit sehingga hal tersebut tidak memiliki
kemampuan dalam menafkahi istri dan keluarganya sehingga apabila
dipaksakan dalam pernikahan dikhawatirkan tidak bisa menjalankan hak dan
kewajiban mereka dalam pernikahan bahkan bisa merugikan salah satu
pasangannya sehingga secara langsung maupun tidak langsung hal tersebut
bisa menyebabkan tujuan dan juga makna dari pernikahan tersebut tidak
sesuai sehingga daripada menimbulkan permasalahan nanti kedepannya
maka hukum tersebut bersifat makruh.
5. Haram
Hukum perkawinan atau pernikahan bersifat haram tersebut karena orangorang tersebut menikah hanya untuk menyakiti atau membalaskan dendam
sehingga hal tersebut merupakan sebuah hal yang bertujuan melanggar
ketentuan agama apabila hal tersebut terjadi maka hal-hal tersebut bisa
menimbulkan kekerasan fisik dan batin bagi pasangannya misalnya seperti
seseorang yang ingin menyakiti atau menyisa pasangannya dalam pernikahan
tersebut sangat diharamkan karena hal tersebut selain merugikan salah satu
pasangannya baik secara fisik maupun psikologis juga merugikan keluarga.
Pengertian Pinangan
Peminangan atau khitbah merupakan sebuah pendahuluan sebelum
perkawinan diselenggarakan oleh keluarga masing-masing, hal ini sesuai dengan
syariat Islam yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Peminangan
dilakukan bertujuan untuk saling mengenal antara calon suami dan calon istri
sehingga ketika memasuki perkawinan didasari dengan kerelaan dan ketulusan olehmasing-masing pihak. Asal kata peminangan adalah pinang, meminang (kata kerja),
sinonim dari meminang adalah melamar yang dalam bahasa arab disebut khitbah
(permintaan), secara sederhana diartikan dengan penyampaian kehendak untuk
melangsungkang ikatan perkawinan.
Secara etimologi, kata meminang atau melamar adalah meminta wanita untuk
dijadikan Istri bagi diri sendiri atau untuk orang lain. Menurut Said Sabiq,
khitbahadalah pendahuluan perkawinan. Sedangkan secara terminologi,
peminangan adalah kegiatan atau usaha ke arah terjadinya hubungan perjodohan
antara seorang pria dan wanita, atau seorang laki-laki meminta kepada seorang
perempuan untukmenjadi istrinya, dengan cara yang telah umum dilakukan oleh
masyarakat tertentu.
Hikmah Disyari'atkannya Pinangan
Pinangan merupakan kegiatan bermuamalah mempunyai nilai kedudukan
yang tinggi, karena proses peminangan ini hanya terjadi pada manusia. Diadakannya
peminangan untuk menguatkan ikatan sebelum kejenjang perkawinan, karena
dengan peminangan kedua belah pihak dapat saling mengenal satu sama
lain.Perkawinan untuk selamanya dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah tentu membutuhkan pengetahuan dan pemahaman sifat,
watak tingkah laku yang harus di fahami bersama sehingga timbul rasa saling
mengerti dan menghargai.
Syarat dan Rukun Perkawinan
Dalam undang-undang nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas undang-undang
nomor 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai.
2. Adanya izin kedua orang tua/wali.
3. Usia calon mempelai sudah 19 tahun.
4. Antara calon mempelai pria dan mempelai wanita Wanita tidak dalam
hubungan darah/keluarga yang tidak boleh kawin.
5. Tidak ada ikatan perkawinan dengan pihak lain.
6. Bagi suami istri yang bercerai, lalui kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi
untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka
untuk kawin lagi ketigakalinya.
7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.
Rukun dan syarat perkawinan sebagai berikut:
a. Calon suami, dengan syarat sebagai berikut:
1) Muslim;
2) Merdeka;
3) Berakal;
4) Benar-benar laki-laki;
5) Adil;
6) Tidak beristri empat;
7) Bukan mahram calon istri;
8) Tidak sedang ihram haji atau umroh.
b. Calon istri, dengan syarat sebagai berikut:
1) Muslimah;
2) Benar-benar perempuan;
3) Telah mendapat izin dari wali;
4) Tidak bersuami atau dalam masa idah;
5) Bukan mahram calon suami;
6) Tidak sedang ihram haji atau umroh.
c. Shigat, dengan syarat sebagai berikut:
1. lafal ijab kabul harus lafal nikah atau tazwij, dan bukan kata-kata kinayah
atau sindiran/sindiran;
2. Lafal ijab kabul tidak dikaitkan dengan syarat tertentu;
3. Lafal ijab kabul harus dilakukan dalam satu majlis.
d. Wali calon pengantin wanita, dengan syarat sebagai
berikut:
1) muslim;
2) berakal;
3) Tidak fasik;
4) Laki-laki;
5) Mempunyai hak untuk menjadi wali.
berikut ini susunan wali nikah:
1. Bapaknya;
2. Kakeknya
3. Saudara laki-laki sekandung;
4. Saudara laki-laki sebapak;
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung;
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
7. Paman dari bapak;
8. Anak laki-laki paman dari bapak;
9. Hakim.
e. Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut:
1) muslim;
2) Berakal;
3) Balig;
4) Merdeka;
5) Laki-laki;
6) Adil;
7) Pendengaran dan penglihatannya sempurna;
8) Memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab kabul;
Pengertian Mahram
Arti mahram atau al-Muharramat adalah perkawinan yang dilarang atau
wanita yang diharamkan kawin dengan seorang pria. Ketentuan tentang mahram
diatur dalam al-Qur'an surah an-Nisa 4:23.
Ada dua macam bentuk larangan perkawinan menurut ulama fikih.
Pertama; al-Muharramat al-Mu'abbadah .
Kedua; al-Maharramat al-Muaqqatah
Maksud dari al-Muharramat al-Mu'abbadah adalah keharamannya bersifat
abadi. Keharaman ini menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat menikahi seorang
wanita untuk selamanya.Adapun yang dimaksud dengan al-Maharramat alMuaqqatahadalah haramnya bersifat sementara. Bentuk perkawinan ini haramnya
hanya dalam waktu tertentu dikarenakan adanya alasan-alasan, jika alasan-alasan itu
telah tiada maka larangan tersebut tidak berlaku lagi.Larangan perkawinan yang
bersifat abadi juga diatur dalam Buku Kompilasi Hukum Islam di Indinesia (KHI)
sebagai representasi fikih perkawinan Islam di Indonesia. Pada Pasal 9 disebutkan
larangan melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
karena tiga sebab; Pertama, karena pertalian nasab, Kedua, karena pertalian semenda,
dan Ketiga, karena pertalian sesusuan.
Adapun larangan perkawinan yang bersifat sementara diatur pada pasal 40
sampai pasal 44. Pasal 40 melarang perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita karena keadaan tertentu sebagaimana berikut:
(a), wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
(b), Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
(c), Seorang wanita yang tidak beragama Islam
Pengertian Perjanjian
Perjanjian berasal dari Bahasa Belanda yaitu "overeenskomst". Overeenskomst
diartikan sebagai perjanjian atau persetujuan.Makna yang terkandung dalam kata
perjanjian menunjukkan bahwa para pihak setuju apa yang diperjanjikan yaitu janjijanji, sementara kata persetujuan berarti para pihak dalam bersama-sama sepakat
tentang segala hal yang diperjanjikan. Lebih lanjut menurut Abdul Aziz Muhammad
kata aqad berarti ikatan, kemudian diterjemahkan menjadi janji. Dengan demikian
aqad merupakan penerimaan dan penyerahan calon kedua mempelai yang
menimbulkan akibat hukum. Menurut Salim HS belum memberikan arti yang terang
karena semua perbuatan tidak dapat dikatakan perjanjian sehingga tidak nampak
asas konsensualisme serta bersifat dualism. Tidak jelasnya karena hanya disebutkan
perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun dapat disebut dengan
perjanjian.
Syarat Sahnya Perjanjian
Pasal 1320 KUH Perdata dengan jelas mensyaratkan sahnya suatu perjanjian
yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. Memiliki kemampuan dalam membuat perjanjian
3. Sebab hal tertentu
4. Sesuatu yang halal
Syarat Sahnya Perkawinan
Agar perkawinan sah maka undang-undang mensyaratkan harus memenuhi :
1. Syarat Materiil, merupakan syarat yang menyangkut pribadi kedua calon
mempelai yang akan melangsungkan perkawinan serta ijin yang harus
diberikan yang ditentukan oleh undang-undang. Syarat materiil terbagi
menjadi syarat materiil absolut dan syarat materiil relatif. Syarat materiil
absolut adalah syarat mengenai pribadi seseorang untuk melangsungkan
perkawinan, seperti :
a. Calon mempelai dalam keadaan tidak terikat dalam perkawinan.
b. Baik laki-laki maupun perempuan telah cukup umur yaitu 19 tahun.
c. Bagi seorang wanita yang ingin menikah lagi harus menunggu 300 hari
sejak bubarnya perkawinan sebelumnya.
d. Tidak ada paksaan bagi kedua calon mempelai dalam melaksanakan
pernikahan dan pernikahan yang dilaksanakan merupakan keinginan
dari keduanya.
e. Anak-anak yang belum dewasa wajib mendapatkan ijin dari kedua
orangtuanya atau walinya.
2. Sedangkan syarat materiil relatif merupakan yaitu :
a. Laki-laki dan perempuan tidak ada hubungan darah yang dekat.
b. Setelah melakukan perceraian, kedua mempelai dilarang melakukanÂ
perkawinan yang sama.
c. Syarat Formil, merupakan syarat obyektif yang harus dipenuhi oleh
kedua calon mempelai terkait dengan kelengkapan administrasi dalam
proses pelaksanaan perkawinan.
3. Sedangkan syarat untuk melangsungkan perkawinan yaitu :
a. Kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan.
b. Apabila belum mencapai usia 21 tahun harus mendapat persetujuan
dari kedua orang tuanya sebelum menikah.
c. Cukup dengan persetujuan dari orang tua untuk menyatakan setuju.
d. Apabila salah satu orangtua sudah meninggal dunia atau tidak dapat
membuat wasiat, dimintakan persetujuan dari wali atau anggota
keluarga sedarah anak.
Bentuk-bentuk Perkawinan
Pada dasarnya bentuk perkawinan dapat dilihat dari :
1. Segi jumlah suami atau istri, bentuk perkawinan terdiri dari :
a. Perkawinan yang dilaksanakan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan (monogami)
b. Perkawinan yang dilaksanakan antara seorang laki-laki dengan lebih
dari seorang perempuan (poligami).
2. Segi asal suami istri, terdiri dari :
a. Perkawinan seorang laki-laki dan perempuan yang berlainan suku
(eksogami)
b. Perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berasal
dari suku yang sama (endogami)
c. Perkawinan seorang laki-laki dengan seorag Perempuan yang berasal
dari lapisan sosial yang sama (homogami)
d. Perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berasal
dari lapisan sosial yang berbeda (heterogami).
Dasar Hukum poligami.
Poligami merupakan melakukan perkawinan kepada beberapa perempuan atau
istri pada satu waktu. Berpoligami artinya menjalankan atau melakukan poligami.
Poligami adalahmenikahi sejumlah wanita dalam satu waktu. Antonim poligami
yaitu poliandri yakni mengawini sejumlah pria dalam satu waktu.
Muslimin yang sungguh-sungguh memahami tentang isi makna dari Al-Qur'an
entah itu seorang lelaki yang mendukung poligami ataupun perempuan yang
menolak poligami, tentu tidak akan menyampingkan firman Allah dalam Al-Qur'an
yaitu surah An-Nisa' 3. Diyakini ataupun tidak seorang suami memanglah
diperbolehkan untuk melakukan perkawinan lebih dari satu orang wanita dan inilah
yang kerap kali menjadi dalil atau hujjah terhadap laki-laki untuk menikah kembali.
"Ayat ini dijadikan oleh mereka sebagai dasar hukum kehalalan poligami"
Alasan Poligami
Menurut buku Masail Fiqhiyah karya Huzaimah Tahido Yanggo, Kajian
Hukum Islam Kontemporer, melansir pendapat dari Syeikh Muhammad Rasyid
Ridha yang menjelaskan beberapa hal yang bisa dijadikan alasan berpoligami antara
lain:
1. Istri mandul.
Mandul artinya istri yang bersangkutan berdasarkan keterangan medis atau
dokter tidak mungkin hamil dan melahirkan anak atau sesudah perkawinan
minimal sepuluh tahun tidak menghasilkan anak keturunan Kehendak
memiliki keturunan tersebut alami dari diri manusia. Apabila istri mandul
dan suami menginginkan keturunan, maka suami tidaklah bersalah, oleh
karena itu tidak ada jalan lain bagi suami kecuali menceraikan istrinya atau
menikah lagi. Secara manusiawi poligami itu lebih mulia dibandingkan
menceraikan istrinya yang mengalami kemandulan.
2. Istri memiliki penyakit yang bisa menjadi penghalang bagi suami untuk
memberikan nafkah batiniah.
Istri memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan maksudnya adalah jika
istri yang bersangkutan mempunyai penyakit badan yang menyeluruh
berdasarkan keterangan dokter sulit untuk sembuh. Alasan ini didasarkan atas
kemanusiaan karena bagi suami tentunya akan senantiasa menderita secara
lahir maupun batin selama menjalani hidup jika hidup bersama dengan istri
yang dalam kondisi sedemikian rupa. Apabila seorang suami memiliki hasrat
seksual berlebihan atau hypersex sehingga jika istrinya menstruasi beberapa
hari saja dikhawatirkan dirinya bertindak menyimpang.
3. Apabila di suatu kawasan yang jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan
pria sehingga jika tidak berpoligami berdampak pada perilaku menyimpang
wanita-wanita tersebut.
4. Menghindari zina atau perselingkuhan adalah alasan lain untuk melakukan
poligami. Pendapat yang seringdisampaikan oleh kalangan pro poligami yaitu
bahwa dengan poligami para suami bisa menghindari tindakan mengumbar
hasrat seksual mereka dengan sesuka hati. Kalangan ini berpendapat jika
banyak cara yang bisa dilakukan kaum pria untuk mengumbar hasratnya
tanpa perlu melalui ikatan pernikahan, tidak perlu melibatkan diri dengan
persoalan tanggung jawab merawat anak-anak dan rumah tangga, misalnya
dalam bentuk seks bebas, promiskuitas, prostitusi dan cinta bebas.
Syarat Berpoligami
1. Maksimal Empat Orang
Hukum Islam hanya memperbolehkan seorang pria berpoligami dengan
empat orang istri. Seorang suami atau pria hanya diperbolehkan mengawini
maksimal empat orang wanita. Karena empat orang istri tersebut sudah cukup,
apabila melebihi artinya mengkhianati kebajikan yang diatur oleh Allah SWT
bagi kebaikan hidup suami dan istri.
2. Adil terhadap semua istri.
Allah SWT telah memerintahkan laki-laki yang hendak melakukan
poligami supaya bertindak adil melalui firman: "kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja (QS 4:3) artinya
apabila kamu khawatir tidak bisa bertindak adil kepada empat istri, maka
nikahilah tiga saja, apabila tidak sanggup, dua saja dan apabila tidak mampu,
nikahilah satu istri saja atau budak-budak yang kamu miliki. Imam AthThabrani menjelaskan bahwa tafisran ayat di atas adalah "nikahilah wanita
dengan jumlah yang Aku atur bagimu, dua, tiga atau empat, apabila kamu
merasa aman dan bersikap zalim kepada istri-istrimu. Apabila kamu khawatir
bertindak zalim kepada seorang istri maka nikahilah seorang budak saja,
sebab hal itu lebih mulia untukmu karena tanggung jawabmu atas mereka
tidak sebagaimana tanggung jawabmu kepada perempuan yang merdeka,
sehingga kamu lebih terjaga dari kezaliman dan dosa."
3. Mampu memberi nafkah.
Seseorang dilarang maju mempersunting seorang wanita atau lebih apabila ia
tidak dapat memberikan nafkah secara terus menerus sebab Nabi
Muhammad SAW bersabda: "Wahai para pemuda, barang siapa telah
mampu menikah di antara kalian maka segeralah menikah, karena ia lebih
dapat menjaga pandangan dan kemaluan. Barang siapa yang belum mampu,
hendaklah berpuasa, karena itu perisai.
4. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri.
Persetujuan dari istri atau istri-istri yaitu jika terdapat pernyataan baik lisan
ataupun tertulis. Jika pernyataan tersebut secara lisan maka harus diucapkan
di depan sidang pengadilan.
Pengertian Harta Bersama
Harta bersama adalah setiap kepemilikan yang dikumpulkan selama dalam
pernikahan. Undang-undang mengamanatkan bahwa harta yang didapatkan dalam
ikatan pernikahan, terlepas dari siapa yang mencari hanya suami sendirian
sedangkan istri tinggal di rumah merawat anak serta mengelola rumah tangga, atau
istri sendirian mencari sedangkan suami tinggal di rumah atau suami dan istri secara
aktif mencari nafkah, maka semua pendapatan yang diperoleh selama dalam ikatan
perkawinan menjadi milik bersama
Asal Usul Harta Bawaan
Pasal 35, 36, dan 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perkawinan,
mengatur harta perkawinan.
Mengenai harta benda para pihak, suami atau istri memiliki hak seluruhnya
untuk bertindak dalam proses hukum mengenai harta benda masing-masing," bunyi
Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.Pasal tersebut menjelaskan
kemampuan masing-masing pasangan untuk menggunakan uang mereka sendiri.
Penguasaan harta warisan dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian, kecuali
suami dan istri menentukan sebaliknya, misalnya melalui perjanjian perkawinan.
Menurut (M. Anshary : 2010:136), harta bawaan dapat berbentuk sebagai berikut:
harta, hibah, dan wasiat yang didapatkan suami dan istri yang didapatkan dari orang
tuanya ataupun dari sumber lain. Harta yang dibawa setiap suami dan istri ke dalam
ikatan perkawinan dapat berupa harta yang diperolehnya sendiri dengan susah payah,
serta dapat berupa harta warisan yang diperoleh oleh setiap suami dan istri sebelum
atau sesudah menikah, menurut Hilman Hadikusuma
Harta Bersama
Harta yang masuk harta bersama ialah sesuatu yang didapatkan oleh suami istri
Bersama-sama. Harta yang didapatkan setelah perkawinan menjadi milik bersama,
menurut Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Harta bersama
dikelola oleh suami dan istri.M. Yahya Harahap menjelaskan, hampir semua harta
yang diperoleh setelah menikah berada di bawah lingkup harta bersama yang
ditetapkan melalui sistem hukum. Mengikuti perkembangan ini, barang-barang
berikut dianggap sebagai harta perkawinan dan termasuk dalam aturan harta
Bersama.
Pengertian Perceraian
Menurut Subekti, perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi
dalam suatu perkawinan, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.
Adapun Perceraian dalam istilah ahli fiqih disebut "talak" atau "furqah" ialah
membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan furqah artinya bercerai. Kedua
kata itu dipakai oleh para ahli fiqih sebagai satu istilah yang berarti bercerai antara
suami istri.
Menurut istilah Hukum Islam, talak dapat berarti :
1. Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi keterikatan nya dengan
menggunakan ucapan tertentu.
2. Melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
3. Melepaskan ikatan perkawinan dengan ucapan talak atau yang sepadan
dengan itu.
Dasar Hukum Perceraian
1. Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah."Perceraian itu adalah hal yang halal namun di benci oleh Allah SWT,
dan bahkan apabila kata "cerai" terucapkan, maka Ars (Singgasana) Allah
SWT akan berguncang".
2. Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi: "Dan di antara tanda-tandaNya bahwa Dia menciptakan jodoh untuknya dari dirimu (bangsamu) supaya
kamu bersenang-senang kepadanya, dan Dia mengadakan sesamakamu kasih
sayang dan rahmat. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tandaÂ
bagi orang yang berfikir". Berdasarkan ayat ini pula, maka tujuan perkawinan
dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Dengan kata lain harapan akhir dari suatu perkawinan adalah
kebahagian sampai hari tua, dimana maut memisahkan pasangan tersebut,
dan bukanlah perceraian.
Cara Mengajukan Permohonan Perceraian
Menurut Soemijati bahwa bagi orang Islam perceraian dilakukan dengan
mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Agama, sedangkan bagi orang
selain Islam mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Negeri. Kemudian
sebagaimana di sampaikan oleh Wirjono Prodjodikoro bahwa dalam memutuskan
apakah akan mengabulkan permohonan cerai atau tidak, Pengadilan akan
mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya agar keputusan yang diambil benar-benar
yang terbaik. Pada umumnya pada awal pemeriksaan di Pengadilan, Majelis Hakim
akan berusaha mendamaikan terlebih dahulu suami istri yang akan bercerai itu.
Apabila terjadi perdamaian maka permohonan cerai itu dianggap batal dan suami
istri itu tetap menjadi suami istriyang sah.
Pengertian Ruju'
Lafaz ruju' secara lughawi berasal dari bahasa Arab yaitu ruj'a, yarji'u, roja'a
dengan lafaz ,dengan makna kembali ,mengembalikan. Yang dimaksud ruju' yaitu
melanggengkan kembali ikatan pernikahan yang masih dalam masa iddah talaq
raj'i.Pendapat Imam Syafi'i; ruju' merupakaan menyatukan kembali status
pernikhan suami istri dalam rentang masa iddah talaq raj'i. Pemahaman dari istilah
ruju' yaitu menyatukan kembali ikatan pernikahan suami istri setelah terjadi
perceraian di antara mereka berdua dalam hitungan talaq satu atau talaq dua.
Sehingga dengan ruju'nya suami kepada istrinya tidak membutuhkan adanya akad
nikah yang baru.
Rukun Dan Syarat Ruju'
Sebelum pelaksanaan ruju' perlu mempertimbangkan kemaslahatan dan
kemudharatan bagi suami, istri serta anakanaknya. Dengan harapan ketika ruju' bisa
membawa kemaslahatan untuk setiap anggota keluarga.
Berikut ini rukun dan syarat melakukan ruju' yang harus diperhatikan;
1. Istri :
a. Istri sudah digauli atau setelah dukhul.
b. Istri ditalaq dalam bentuk talaq raj'i yaitu talaq satu dan talaq maka suami
masih bisa kembali pada istrinya.
c. Istri masih dalam masa iddah (masa tunggu sebelum tiga kali haid
ataupun tiga kali suci, ataupun tiga bulan).
2. Suami :
a. Meruju' istri atas kemauannya tanpa ada paksaan dari siapapun.Â
b. Suami masih beragama Islam
c. Suami kondisinya berakal sehat.
3. Saksi : saksi yang dihadirkan di saat ruju' minimal dua orang.
4. Lafaz ruju' ; adakalanya terang atau jelas dan adakalanya melalui kinayah atau
sindiran.
a. Lafaz secara terang, seperti " raja'tuki atau saya ingin kembali hidup
bersamamu.
b. Lafaz sindiran, seperti suami mengucapkan " saya ingin tidur bersamamu"
saya senang hidup bersamamu' namun bagi suami disyaratkan adanya niat
yang tulus untuk ruju' pada istrinya.
Perkawinan Beda Agama Berdasarkan Hukum Positif
Di Indonesia, perkawinan didasarkan atas Undang-Undang Perkawinan.
Perkawinan didefinisikan sebagai hubungan lahir dan batin seorang laki-laki dengan
seorang perempuan sebagai pasangan suami istri bertujuan agar bahagia dan sehat.
Rumah tangga atau keluarga selamanya menurut agama atau kepercayaan masingmasing yaitu Allah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, suatu perkawinan
dikatakan sah apabila dilaksanakan sesuai hukum agama dan kepercayaannya
masing-masing, dan didaftarkan sesuai ketentuan hukum berlaku. Tentu saja,
memulai sebuah keluarga membutuhkan ikatan yang kuat antar pasangan. Oleh
karena itu, hukum positif perkawinan Indonesia dalam hal ini menyebutkan suatu
perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan pasangan suami istri sesuai
ketentuan hukum agama dan kepercayaannya masing-masing.Pelaksanaan
perkawinan beda agama menjadi perhatian yang cukup besar dari sarjana Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia menetapkan fatwa mengenai pernikahan beda agama di
Muktamar Nasional II pada tahun 1980.
1. Pernikahan adalah antara perempuan Muslim dengan laki-laki bukan muslim.
2. Pernikahan merumahan antara laki-laki Muslim dengan perempuan bukan
muslim.
Pernikahan Beda Agama Menurut Para Ahli.
Penentuan dan syarat sahnya pernikahan adalah hukum agama dan
kepercayaan yang diyakini pasangan masing-masing. Muhammad Daud Ali, dalam
bukunya Pernikahan Antar Pemeluk Agama yang Berbeda. Perkawinan beda agama
merupakan penyimpangan dari model perkawinan umum yang benar menurut
agama dan hukum perkawinan yang berlaku di negara Indonesia. Pelanggaran ini,
suatu realitas sosial, belum memerlukan tindakan pencegahan khusus, belum dapat
dilindungi oleh negara. Karena apabila diberikan perlindungan hukum kepada warga
negara yang melakukan tindakan melawan dasar negara sebagai cita-cita hukum
bangsa dan prinsip dasar pemerintahan Indonesia serta hukum agama menurut saya
juga ilegal, selain inkonstitusional.
Pengertian Wasiat Wajibah
Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau
kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena
adanya suatu halangan syara. Wasiat wajibah juga dapat diartikan sebagai suatu
pemberian yang wajib kepada ahli waris atau kaum keluarganya terutama cucu yang
terhalang dari menerima harta warisan karena ibu atau ayah mereka meninggal
sebelum nenek mereka meninggal atau meninggal bersamaan. Ini karena
berdasarkan hukum waris mereka terhalang dari mendapat bagian harta peninggalan
kakek dan neneknya karena ada ahli waris paman atau bibi kepada cucu tersebut.
Wasiat wajibah merupakan suatu pelaksanaan wasiat atau suatu pesan yang harus
dilaksanakan dan ditujukan kepada orang yang ditinggalkan akan menerima harta
peninggalannya kepada anak angkat. Pembagian harta warisan bagi anak angkat
menurut Kompilasi Hukum Islam adalah dengan jalan melalui hibah atau dengan
jalan wasiat wajibah dengan syarat tidak boleh melebihi 1/3 dari harta warisan orang
tua angkatnya, hal ini untuk melindungi ahli waris lainnya.
Wasiat Wajibah Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam orang tua angkat secara serta merta dianggap
telah meninggalkan wasiat maksimal sebanyak 1/3 dari harta yang ditinggalkan
untuk anak angkatnya, atau sebalikya anak angkat untuk orang tua angkatnya,
dimana harta tersebut dalam sistem pembagiannya bahwa sebelum dilaksanakan
pembagian warisan kepada ahli warisnya , maka wasiat wajibah harus ditunaikan
terlebih dahulu. Wasiat wajibah sebagai wasiat yang pelaksanaanya tidak
dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang
dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang meninggal
dunia.
Regulasi Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang
membutuhkan penanganan serius dari pemerintah dan masyarakat. KDRT dapat
menyebabkan dampak negatif yang luas, tidak hanya pada korban, tetapi juga pada
keluarga, masyarakat, dan negara secara keseluruhan.
Beberapa dampak negatif yang dihasilkan oleh KDRT antara lain kerusakan
fisik dan mental pada korban, kehilangan kepercayaan diri dan harga diri, masalah
kesehatan mental, serta masalah sosial dan ekonomi. Selain itu, KDRT juga dapat
menyebabkan gangguan terhadap hubungan antara pasangan, keluarga, dan
masyarakat, serta dapat mengganggu ketertiban dan keamanan di lingkungan sekitar.
Contoh Kasus dalam Kekerasan Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia adalah masalah serius
yang terjadi di banyak keluarga. KDRT terjadi ketika seseorang dalam rumah tangga
melakukan tindakan kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya, termasuk
pasangan, anak-anak, dan orang tua. Berdasarkan data dari Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2020 terdapatÂ
162.114 kasus KDRT yang dilaporkan di Indonesia, dengan mayoritas korban adalah
perempuan (82,4%). Namun, data tersebut hanya mencakup kasus yang dilaporkan,
sehingga jumlah sebenarnya diperkirakan lebih tinggi.Kekerasan dalam rumah
tangga dapat berupa tindakan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Tindakan fisik
seperti pukulan, tendangan, dan penggunaan senjata, sementara tindakan psikologis
dapat berupa pelecehan verbal atau emosional, isolasi, dan kontrol yang berlebihan.
Kekerasan seksual dapat berupa pemaksaan atau tekanan untuk melakukan aktivitas
seksual yang tidak diinginkan, sedangkan kekerasan ekonomi meliputi kontrol
terhadap keuangan atau penghasilan anggota keluarga lainnya.
Sanksi Pidana dalam Perkawinan
Musyawarah atau mediasi dapat menjadi salah satu cara penyelesaian konflik
dalam kasus kekerasan dalam perkawinan. Musyawarah merupakan cara damai
untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik, di mana mereka berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama tanpa
melibatkan pihak ketiga seperti pengadilan atau kepolisian. Dalam konteks
kekerasan dalam perkawinan, musyawarah atau mediasi dapat dilakukan untuk
membantu pasangan menyelesaikan konflik yang terjadi. Musyawarah dapat
dilakukan oleh lembaga atau organisasi yang terkait dengan masalah KDRT, seperti
dinas sosial, pusat rehabilitasi, puskesmas, atau organisasi yang berfokus pada isuisu keluarga dan kesehatan.Dalam musyawarah, pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik diharapkan dapat membuka diri untuk saling mendengarkan dan memahami
perspektif masing-masing. Tujuan dari musyawarah adalah untuk mencapai
kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak dan menghindari tindakan
kekerasan di masa depan.Beberapa contoh pelanggaran hukum yang bisa dikenai
sanksi pidana di dalam perkawinan antara lain:
1. Kekerasan dalam rumah tangga:
Pelaku kekerasan dalam rumah tangga bisa dikenai sanksi pidana berupa
kurungan penjara atau denda, sesuai dengan keputusan hakim. Pasalpasal
dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi
pengadilan untuk menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
2. Poligami tanpa izin:
Pasal 284 KUHP mengatur bahwa siapa saja yang melakukan poligami tanpa
izin atau persetujuan dari istri pertama atau pihak berwenang dapat dikenai
sanksi pidana berupa kurungan penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda.
3. Perkosaan dalam perkawinan:
Pelaku perkosaan dalam perkawinan bisa dikenai sanksi pidana berupa
kurungan penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, sesuai dengan
Pasal 285 KUHP dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
4. Penipuan dalam perkawinan:
Pasal 378 KUHP mengatur bahwa siapa saja yang melakukan penipuan
dalam perkawinan dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan penjara
selama-lamanya 4 tahun atau denda.
Conclusion
Buku yang berjudul "Hukum Perdata Islam Indonesia" karya Ady Purwoto,
Ahmad Baihaqi, Norcahyono, Sri Iin Hartini, Bunyamin, Mahrida, Yulianus
Pabassing, Fahriansyah, Syamsiah Nur, Nurliana, Noor Azizah, M. Firman Mustika,
dan Dwi Nur Fauziah Ahmad adalah sebuah karya kolaboratif yang menghadirkan
pandangan mendalam tentang hukum perdata Islam dalam konteks Indonesia.
Ditulis oleh sejumlah penulis ahli di bidangnya, buku ini juga mengeksplorasi
berbagai aspek hukum perdata Islam secara rinci dan praktis.
Buku ini mengadopsi Pendekatan Komprehensif dengan mencakup beragam
topik yang relevan dalam hukum perdata Islam, termasuk pernikahan, warisan,
kontrak, dan hak-hak properti, memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada
pembaca. Selain itu, buku ini juga menerapkan Pendekatan Praktis melalui
penjelasan kasus dan contoh nyata, sehingga pembaca dapat memahami bagaimana
hukum perdata Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih mudah.
Dikarenakan buku ini ditulis oleh berbagai penulis dengan latar belakang dan
keahlian yang berbeda untuk setiap babnya, buku ini menyajikan sudut pandang yang
kaya dan beragam terhadap topik yang dibahas.
Kelebihan utama buku ini adalah cakupannya yang luas. Selain memberikan
pengantar yang baik tentang hukum perdata Islam, buku ini juga menguraikan
berbagai aspek yang relevan secara jelas dan terperinci. Selain itu, penerapan
Pendekatan Praktis melalui contoh kasus dan aplikasi praktis memberikan
pemahaman yang mendalam tentang bagaimana prinsip-prinsip hukum perdata
Islam diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman pandangan yang
disajikan oleh banyak penulis membuat pembaca memiliki sudut pandang yang luas
tanpa harus merujuk banyak buku.
Meskipun demikian, ada beberapa kekurangan yang perlu dicatat. Dengan
banyaknya topik yang dibahas, beberapa konsep mungkin tidak mendapat eksplorasi
yang mendalam, yang menjadi Keterbatasan Ruang. Selain itu, dalam segi bahasa,
buku ini mudah dipahami secara umum, namun beberapa bagian menggunakan
Bahasa Teknis yang mungkin memerlukan pemahaman lebih lanjut tentang
terminologi hukum.
Meskipun memiliki kekurangan, buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" tetap
merupakan sumber yang berharga bagi siapa pun yang ingin mempelajari hukum
perdata Islam dalam konteks Indonesia. Dengan cakupan yang luas, penerapan
praktis, kontribusi dari berbagai penulis ahli, serta penyajian yang sistematis, buku
ini bisa menjadi panduan yang komprehensif dan informatif. Buku ini juga cocok
sebagai rujukan atau pegangan bagi mahasiswa, karena menyajikan pengetahuanÂ
yang lengkap dan dasar hukum yang didukung oleh hukum positif dan hukum Islam,
disertai kutipan dari para ulama' dan pakar hukum.
Selain itu, buku ini juga memberikan analisis yang mendalam terhadap
perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia dari perspektif sejarah dan
kontemporer. Dengan menggali akar sejarah dan menyoroti isu-isu terkini, pembaca
diberikan pemahaman yang lebih holistik tentang evolusi hukum perdata Islam
dalam konteks sosial,dan budaya Indonesia.
Buku ini juga menghadirkan tinjauan yang komprehensif terhadap
perkembangan hukum perdata Islam dalam rangka menanggapi tantangan dan
dinamika masyarakat modern. Dengan membahas isu-isu seperti pluralisme hukum,
globalisasi, dan perubahan sosial, buku ini membantu pembaca memahami relevansi
dan aplikabilitas hukum perdata Islam dalam realitas kontemporer.
Selain itu, buku ini tidak hanya memberikan pemahaman teoritis, tetapi juga
menawarkan pandangan praktis dalam menangani masalah-masalah hukum perdata
Islam yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memberikan
solusi-solusi konkret dan saran-saran praktis, pembaca dibimbing untuk menghadapi
situasi-situasi kompleks dengan bijaksana dan efektif.
Dengan demikian, buku "Hukum Perdata Islam Indonesia" tidak hanya
menjadi sumber pengetahuan yang berharga, tetapi juga menjadi panduan yang
berguna bagi praktisi hukum, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum yang
tertarik untuk memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip hukum perdata Islam
dalam konteks Indonesia. Dengan menyajikan informasi yang mendalam, analisis
yang komprehensif, dan pandangan praktis, buku ini menjelma menjadi karya yang
tidak hanya informatif, tetapi juga inspiratif bagi pembaca dari berbagai latar
belakang dan kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H