Kau saja sebagai penuturku kesulitan menjelaskannya, saking begitu halus dan eloknya nuansa makna yang terkandung pada masing-masing kataku tersebut. Apatah lagi mereka, para orang asing itu, tentu mereka tertatih-tatih dalam usaha mereka mencernanya. Mungkin tak terbayang olehmu begitu terjalnya jalan yang harus mereka daki, agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang seperti pemahamanmu dalam memahami keduapuluh delapan kata tersebut, yang dengan mudahnya kau dapatkan, tanpa usaha keras, karena kau adalah penuturku.
Kau tahu betapa melelahkannya itu bagi mereka?
Ya, tentu kau tahu.
Dan seharusnya itu membuatmu bersyukur, karena aku sebagai peranti lunak dalam pikiranmu, telah tertanam secara alami, bahkan tanpa kau sadari.
---
Kulanjutkan. Sebab aku tak penat dan tak jemu-jemu.
Jika dari setiap satu kata dasar, punya 5 saja kata baru yang terbentuk dari keajaiban perimbuhanku, maka setidaknya akan ada 500 ribu kosakata Bahasa Indonesia.
Apakah ini yang disebut miskin itu?
Bah, bahkan kini aku lebih kaya kosakata daripada bahasa Prancis, Portugis, Jerman, Spanyol, Italia, Jepang, Cina dan Korea dan sebagainya. Dan itu pun mungkin belum mencakup kosakataku yang direka khusus untuk bidang-bidang tertentu.
Itu baru dengan anggapan setiap kata dasar menurunkan 5 kata baru.
Bagaimana jika menurunkan 10 atau 12 atau 17 kata baru? Bukankah aku lebih kaya daripada bahasa Inggris yang orang bilang berkosakata sejuta itu? Tapi bagiku itu bukanlah perhatian utamaku.