Seorang pejabat terkait tentang aku di negeri ini pernah berkata, yang intinya bahwa aku fakir kosakata. Aku "hanya" punya 100.000 kosakata. Ya, aku sangat miskin, bukan?
Ya, jika dibandingkan dengan bahasa Inggris yang katanya perlente itu, yang membanggakan satu juta kosakatanya tersebut. Padahal dalam kehidupan sehari-hari, rata-rata hanya sekitar 20 ribu kata saja yang seorang penutur bahasa Inggris dewasa ketahui dan termasuk yang pernah didengar. Bahkan kata yang digunakan dalam percakapan sehari-hari jauh lebih sedikit daripada itu.
 Jadi, 980 ribu kata yang selebihnya dikemanakan? Apakah untuk berbangga diri sebagai pemilik kamus tertebal di dunia? Atau sesekali untuk memikat seseorang (wanita) dengan menyelipkan satu atau dua patah kata yang sangat tidak umum, agar terkesan terpelajar? Sepertinya hanya Tuhan yang tahu.
Dalam pandanganku, tak ada gunanya punya sejuta kosakata, tapi yang digunakan dalam kenyataan sehari-hari hanyalah sepersekian dari secuilnya saja.
Tapi, dengan berkata begitu, bukan berarti aku berdalih bahwa banyaknya kosakata tidak penting. Tidak, banyaknya kosakata itu penting.
Bagaimana kau bisa menjelaskan sebuah gagasan jika tak ada kata yang bisa menampung gagasan tersebut, sehingga gagasan itu tak terungkapkan?
Dalam pandanganku, bukan persamaan kata yang artinya persis sama yang perlu diperbanyak, tapi kosakata dengan berbagai nuansa maknalah yang harus diperbanyak.
Aku merasa, bahasa Inggris jatuh ke dalam "perangkap" seperti ini. Bahasa itu kaya akan persamaan-persamaan kata yang bermakna sama persis. Tapi aku juga tak menafikan barangkali ada banyak kosakata dengan nuansa yang mirip-mirip maknanya pada bahasa Inggris.
Â
Mungkin kau sudah tak sabar untuk sampai ke intinya, bukan?
Aku mengujimu. Jika kau memang peduli padaku, kau akan ikuti curahan hatiku ini sampai akhir. Dan kuberitahukan padamu, kita sudah dekat.