Aku telah menaklukkan waktu untuk mampu menjadi bahasa yang dapat diandalkan dalam waktu singkat. Bahkan aku mengungguli mereka, bahasa-bahasa alami, dalam hal kemudahan penguasaan, kemangkusan dan kesangkilan untuk menyampaikan makna secara cermat.
Tak ada bahasa lain, baik alami atau pun buatan, yang punya prestasi secemerlang diriku. Muncul dari bahasa daerah yang bukan terbesar, bertahan di zaman penjajahan, lalu aku berhasil menyingkirkan bahasa penjajah Belanda dari khayalak dan mengukuhkan kedudukanku sebagai bahasa pemersatu di Indonesia yang begitu luas dan besar ini. Bahkan bahasa Jepang sekalipun juga tak mampu menggoyahkan kedudukanku. Sementara bahasa-bahasa yang terjajah, tetap terjajah oleh bahasa penjajahnya di berbagai belahan dunia, justru di sanalah aku bersinar dengan gemilang. Aku bersinar sebagai pemenang dan aku menjadi pemersatu.
Akulah bahasa pemersatu dalam arti yang sesungguhnya.
---
Kembali pada soal kekuatan. Aku adalah bahasa yang kuat. Sejatinya, aku punya amat sangat banyak kosakata. Ya, lebih dari 100 ribu itu.
Karena apa? Karena yang 100 ribu itu, semata-mata hanyalah kata dasarku saja. Belum terhitung untuk semua kata yang dapat terbentuk dari unsur ajaibku: imbuhan. Sesungguhnya, setiap bentukan baru hasil perimbuhan dari kata dasarku adalah juga sebuah kata, karena memiliki nuansa makna yang berbeda dari kata dasarnya.
Perhatikan contoh sederhana ini.
Kata "ajar" bisa kusulap menjadi kata-kata baru, karena telah punya nuansa makna tersendiri.
Ajar.
Ajaran. Ajari. Belajar. Berajaran. Belajar. Mengajar. Mengajarkan. Mengajari. Diajar. Diajarkan. Diajari. Mempelajari. Dipelajari. Pelajar. Pelajaran. Pengajar. Pengajaran. Pembelajar. Pembelajaran. Terajar. Terajarkan. Terpelajar. Berpelajaran. Berpengajar. Berpelajar. Berpengajaran. Berpembelajar. Berpembelajaran.
Dari kata dasar "ajar" terbentuk 28 kata baru, yang masing-masingnya punya nuansa makna tersendiri. Ada yang nuansanya begitu halus, sehingga perlu kepekaan yang cukup tinggi untuk membedakannya.