Aku akan terkesan sombong di sini, tapi apa peduliku, karena yang kukatakan adalah kenyataan.
Bisa kupastikan, jika persyaratannya seperti yang tadi, akulah bahasa yang makhluk asing itu cari. Meskipun penuturku, baik yang asli maupun sebagai penutur bahasa kedua, atau pun yang terpapar denganku hanya sekitar 280 jutaan saja. Haha, cukup "sedikit", bukan?
Ya, tak salah lagi, aku adalah bahasa pemersatu pada artian yang sebenarnya.
Dibandingkan bahasa lain, akulah yang termudah untuk dipelajari. Meskipun demikian, bukan berarti aku bermutu rendah. Bahkan sebaliknya. Nanti kujelaskan.
Aku yang termudah dipelajari, karena aku menganut pola umum dari setiap bahasa: S-P-O (Subjek-Prediket-Objek) atau dalam istilah yang lebih kusukai: Pelaku-Kata Kerja-Sasaran.
Misalnya, "aku makan nasi". Agar akrab di telinga orang Indonesia.
Sederhana, tanpa tambahan apa pun dan mengena. Dan kalimat itu sudah masuk akal dan dapat dipahami.
Bahasa Inggris pun menganut hal yang sama. Bandingkan dengan bahasa Jepang, Korea dan Hindi yang kata kerjanya di belakang, atau menganut pola S-O-P. Haha.
Aku yang termudah, karena tak ada perubahan kata karena pengaruh unsur apa pun, baik itu karena waktu, misalnya tenses pada bahasa Inggris. Seperti yang kau tahu, kata kerjaku akan tetap, meskipun perbuatannya dilakukan kemarin, sekarang atau pun besok.
Kemarin aku makan.
Hari ini aku makan.