"Jangan dekat-dekat! Lihat penyakitnya, nanti kau ketularan penyakit kulitnya."
"Iya, badannya bau sekali."
"Jangan-jangan, anak pembawa sial ini diusir dari Desa Wingit."
"Kamu kenal anak ini, Darsam?"
"Iya, Ki. Namanya Jaka Pening, dari Desa Wingit. Saya tahu dia waktu mengunjungi budhe saya di sana. Menurut warga sana, dia anak pembawa sial sejak kelahirannya. Dan... dia anaknya Ginarsih, Ki."
"Ginarsih...?"
"Iya Ki, Ginarsih anaknya Pak Martowo. Yang dulu hamil di luar nikah dan... nyuwun pangapura (mohon maaf), menuduh Ki Sela yang menghamilinya. Dia pindah ke Desa Wingit dan melahirkan anak haram ini. Dan kabarnya, Ginarsih sudah meninggal setahun lalu."
"Oh iya, saya juga sudah dengar tentang Jaka Pening. Anak haram pembawa sial dari Desa Wingit itu. Menurut Ki Balapati, dukun sana, dia ini lahir dengan membawa kutukan. Awas jangan dekat-dekat dia!"
Â
Jaka Pening yang baru tersadarkan masih mampu mendengar kata-kata hinaan itu. Tuhan... bahkan dalam keadaan seperti ini ia masih dipersalahkan. Belum sempat anak itu bangkit, sebuah tangan kekar nan perkasa menarik bajunya kasar hingga ia terkejut dan terpaksa berdiri.
Â