"Aku mencari kedua putraku, Purnomo dan Suwito. Kemarin sore mereka menggembalakan ternaknya bersama ketujuh temannya di sekitar sini. Apakah kamu melihat mereka?"
"Mungkin.... mereka yang kalian cari..." Jaka Pening terengah-engah, dipegangi dua pria kekar. "Kemarin... beberapa remaja bersama hewan ternaknya masuk ke goa itu."
"Goa?" Seorang pemuda bertanya. "Di sekitar sini tidak ada goa. Jangan mengada-ada kamu!"
"Aku tidak bohong!" Jaka Pening berucap sedikit keras. "Mereka masuk ke dalam goa batu itu, lalu goa itu menutup dengan sendirinya. Dan aku tidak tahu apa-apa."
"Di mana kamu melihat goanya? Tunjukkan!" Ki Seladharma menarik dan mengempaskan tubuh Jaka Pening dengan tidak sabar. Jaka Pening tertelungkup di tanah.
Â
"Hei, anjing kurap! Jangan pura-pura sakit, cepat bangun bangsat!"
"Cepat jalan atau kulemparkan kepalamu biar dimakan anjing hutan?!"
"Ayo jalan! Bodoh."
Â
      Pemuda kecil itu berjalan lunglai dengan sisa-sisa kesadarannya. Berkali-kali ia dicaci, ditendangi, diludahi. Luka di tubuhnya semakin berdarah dan bernanah. Orang-orang itu tak sudi menyentuhnya, kecuali untuk memukul dan menyiksa.