Oh tidak! Jaka Pening terperanjat bak disambar petir. Nyaris mati di tempatnya berdiri, tatkala anak-anak belia itu masuk ke dalam goa dan goa itu menutup begitu cepat. Seperti mulut yang tadinya menganga dan kini menutup dengan cepat. Ia bahkan tidak mendengar apakah anak-anak itu berteriak atau tidak, pun suara hewan ternaknya. Apakah saking besar dan tebalnya goa batu itu, hingga suara dari dalam tidak terdengar ke luar? Ataukah anak-anak itu langsung mati terhimpit bebatuan?! Tidak. Dugaan Jaka Pening tidak salah. Itu bukanlah goa, tapi apa...?! Sekarang yang ia lihat di sana hanyalah dataran tinggi bebatuan dan rerumputan. Bersamaan dengan itu gempa kembali terasa, meski hanya sesaat. Jaka Pening berbaring tiarap di tanah lapang itu sembari menutupi kepalanya. Ketakutan. Tak tahu lagi harus berbuat apa. Bagaimana jika ia disalahkan atas nasib anak-anak itu? Tidak, ini bukan salahnya!
Â
"Ya Tuhan.... apa yang sebenarnya terjadi??" Isaknya.
Â
Hujan belum berhenti. Dan ketakutan itu terus merayap. Hening. Lama sekali.
Â
^^^^^^^
Â
Entah berapa lama Jaka Pening tak sadarkan diri akibat ketakutannya. Cahaya matahari pagi menyilaukan matanya tatkala pelan-pelan ia tersadar. Suara kerumunan manusia mengusik pendengarannya.
Â
"Lihat, dia mulai sadar!"