"Ayo....! Ayo....!!"
Â
      Seperti orang kesetanan, Ki Seladharma dan para warganya yang sudah dirasuki amarah itu menghunjam dan membacok goa di hadapan mereka dengan sangat ganas. Terutama Ki Seladharma dan para bapak-bapak yang kehilangan anak mereka. Jiwa mereka yang keras itu semakin diliputi hawa dendam yang membunuh. Memanggil-manggil nama anak mereka. Darah segar muncrat, mengalir ke mana-mana. Sebagian warga dari Desa Pathok itu tampak senang karena mereka mendapatkan daging segar yang melimpah. Orang-orang itu tidak sadar bahwa mereka telah membangkitkan sebuah jiwa yang tidak mereka sangka-sangka. Sesosok makhluk dengan sepasang mata besar dan tajam, bersinar seperti matahari yang membara. Terdengar suara burung kedasih bercicit nyaring. Kata orang tua dahulu, suara burung kedasih bisa menandakan aura mistis di suatu tempat.
Â
"AAAAAAAAAKKKHHHH......!!!!!"
Â
      Bersamaan dengan teriakan misterius yang menggelegar itu, bumi di sekitar mereka kembali bergetar. Dan kali ini lebih hebat. Disertai suara mendesis yang mengerikan. Dugaan mereka sepertinya tidak salah, itu adalah ular raksasa. Ki Seladharma dan para warganya panik. Buru-buru menjauhi tubuh ular itu.
Â
"Suara teriakan itu...." Ucap Ki Seladharma tertegun.
Â
"Jangan-jangan.... ini ular jadi-jadian. Ular siluman!" Pekik seorang pemuda.