Ibu memandangiku, seperti paham apa yang dirasakan oleh putri semata wayangnya itu.
"Oalah, iya Wan. Selamat ya cah bagus. Semoga lancar sampai harinya." Jawab Ibu.
"Terima kasih bu. Kalau begitu Wawan pamit dulu."
"Iya, cah bagus." ( Bersalaman dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu ).
Punggung yang sudah tampak di kejauhan mata pun, diiringi dengan linangan air mata yang terpaksa aku tepis. Tapi ibuku mengetahuinya.
"Nduk, ibu tahu apa yang kamu rasakan, jika menangis bisa meredakan semua kesedihanmu. Maka menangislah."
Apa ini Dewi?
Seketika kokohnya pendirianku tiba-tiba melemah
Tanpa kompromi terlebih dahulu
Tanpa basa-basi terlebih dahulu
Tanpa aba-aba terlebih dahulu