"Iya." ( dengan nafas berat, aku menjawab kata-kata itu ).
Dia yang tiba-tiba menghampiriku dan memelukku dari belakang, seraya berkata, " Terima Kasih, Wan. Telah bersedia menutupi aibku yang hina ini."
*dua minggu kemudian*
Undangan telah disebarkan, satu persatu karyawan, teman, kolega, tetangga, kerabat diberikan undangan. Tinggal satu yang belum ku haturkan. Undangan untuk Rindu.
"Nih, Wan. Untuk Rindu, tolong kasih ke dia ya."Â
"Kenapa tidak kamu saja yang memberinya undangan." Tanyaku.
"Kamu kan teman dekatnya. Jadi lebih baik, kamu saja yang memberikan ini padanya."
Hatiku terbelah menjadi dua. Pilu, kalut, gundah. Menjadi satu, akankah semua ini menjadi begini. Oh Rinduku.
( Via Telepon )
Tuuuuut ..... Tuuuuut..... Tuuuuut
Rindu : " Halo."