Mohon tunggu...
Alifito Rachmaya
Alifito Rachmaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 2 | SMAN 1 Padalarang

Alifito Rachmaya XII MIPA 2 SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pretty Day/ie

1 Maret 2022   18:08 Diperbarui: 1 Maret 2022   19:30 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

22 Februari 2022, 03.42 dini hari, angin berembus dengan sangat tajam menyayat kulit para murid yang sedang berdiri berkumpul di sebuah lapangan yang cukup besar untuk menampung 12 kelas atau 1 angkatan dari Sekolah SMAN 1 Padalarang, bus bus pun sudah berjajar di pesisir jalan yang cukup besar, menunggu hingga para murid memenuhi semua bus itu.

Kulihat banyak murid yang sedang berkumpul dan berbincang bincang untuk melupakan rasa dingin yang menyelimuti mereka, aku pun begitu aku berkumpul dengan teman sekelasku tepatnya teman kelas laki laki karena tentu saja perempuan berkumpul dengan perempuan lagi, ya walaupun ada beberapa dari lelaki atau perempuan yang hanya sekilas datang untuk menyapa ke tempat satu sama lain. Namaku Alifito Rachmaya, teman teman kelasku memanggilku Uung kini aku sedang mengikuti acara perpisahan dari sekolah.

            Ekspresi wajah mereka terlihat berbagai macam, ada yang senang, ada juga yang mengantuk karena belum terbiasa untuk bangun sepagi ini dan ada juga wajah wajah yang panik takut kelupaan sesuatu bahkan ada yang sampai tertinggal. Aku menarik nafas dalam dalam dan menghelakan nafasnya dari mulut secara perlahan, kulihat embun keluar dari mulutku, senyum tipis terukir Ketika melihatnya karena sudah lama aku tak melihat itu, terakhir kali mungkin sekitar 3 tahun lalu Ketika aku berada di bangku SMP saat perpisahan angkatan sepertinya dan kali ini pun seperti itu aku dan yang lainnya akan melakukan kegiatan perpisahan ke Yogyakarta yang dimana hal ini sudah benar benar kami tunggu dan kami idam idamkan. Aku terus memainkan pernafasanku sampai sampai yang lain mulai mengikuti dan mulai membentuk bentuk embun yang keluar.

            "Perhatian semua siswa siswi dari semua kelas Mipa ataupun IPS, diharapkan untuk segera berkumpul karena sebentar lagi kami semua akan berangkat, diharapkan sambil berkumpul kalian semua mengecek semua kondisi barang barang kalian ya jangan sampai ada yang ketinggalan atau kelupaan ya walaupun udah gak sempet untuk pulang sih ya." Ujar salah satu guru menggunakan toa agar suaranya terdengar ke seluruh murid.

            Setelah semua siswa siswi berkumpul , mereka mendengarkan sambutan dari kepala sekolah, pembacaan doa dan mengecek barang mereka kembali untuk kesian kalinya.

            "Oke kali ini  bapak akan membagikan bus beserta Pembina yang berada di bus kalian ya... Oke yang pertama MIPA 1..."

            Anak anak dari kelas MIPA 1 pun segera mempersiapkan dirinya untuk menaiki bus berbarengan dengan Pembina mereka, terlihat wajah semangat mereka menikmati perjalanin berliburan ini. Aku melihat teman teman sekelasku mereka semua berbincang apa yang akan mereka lakukan Ketika mereka ada disana dan tibalah dimana kelasku terpanggil dan diumumkan siapa pembina di bus kami.

            "Iya untuk MIPA 2, pembinanya Bu Nia Bahasa Indonesia dan Bu Fanny Bahasa Sunda  ya... Silahkan untuk ibu ibu pembina, dibimbing anaknya untuk memasuki bus mereka."

            Kita semua dari kelas MIPA 2 langsung melirik wajah wajah pembina kami, sungguh kami disambut senyum manis dari pembina pembina kami, first impression untuk perjalanan bus yang akan kami jalani. Kami berbaris mengikuti instruksi dari pembina kami untuk memasuki bus. Setelah semua memasuki bus dan mendapatkan tempat duduknya masing masing, tak lupa dan tak terlewatkan kita akan...

            "Gaes ayo liat sini gaes, kita foto dulu sebelum pergi untuk dokumentasi biar sekalian ada yang bisa di SW in." Ucap Bu Fanny semangat yang sudah bersiap mengambil selfie dari depan lorong tempat duduk bus ya walaupun sebenarnya tidak semua terlihat karena semakin jauh semakin gelap dan yang duduk dibelakang hanya terlihat seperti bayangan gelap.

            "Ayo ayo semuanya bergaya, mau apa nih gayanya?" Bu Nia tidak mau kalah asik dari Bu Fanny, kita semua sangat senang mendapatkan pembina yang seru menjadi teman perjalanan.

            Tangan kita pun semua membentuk peace walaupun ya ada beberapa yang sedikit diluar jalur, setelah sesi foto kita semua melakukan doa kembali agar sampai ke tempat tujuan dengan selamat dan pulang dengan selamat juga.

            Aku yang duduk di dekat jendela dan berada di jajaran cukup belakang langsung prepare mengambil handphone dan earphone karena aku yakin dalam perjalanan yang panjang ini aku gak mungkin berbicara dengan teman dudukku di samping secara terus menerus. Ku melirik ke arah jendela dan melihat lapangan sudah kosong, para murid sudah memasuki semua bus tinggal memulai perjalanan.

            Brooom... brmm...

            Suara mesin bus sudah menyala, untuk awal awal kami semua masih berbincang bincang hingga beberapa jam kedepan sudah ada beberapa orang yang tertidur dengan pulas dan ada beberapa dari mereka yang menahan buang air kecil dan yang pastinya diantara mereka sudah ada yang mual atau mabuk perjalanan. Semerbak aroma khas bagaikan Pelangi ya warna warni ada berbagai macam aroam yang tercampur.

            Aku yang mencoba untuk tidur mulai terganggu dengan aroma Pelangi karena dengan mencium baunya saja memancing yang lain untuk muntah juga, untung saja aku sudah menyiapkan kresek jika aku muntah tapi pilihan terbaik untuk  menghindarinya adalah tidur.

            TIDAK! Aku tidak bisa tidur, sungguh ini mengesalkan, teman dibangku depanku, belakangku dan sebelah sudah melihatkan reaksi reaksi yang tidak mengenakkan. Untung saja sebentar lagi kami berada di tempat peristirahatan pertama, ya setidaknya kami bisa menghirup udara yang sangat menyegarkan.

            "Silahkan yang mau ke air dulu atau yang mau ada perlu dulu dengan kamar mandi, dipersilahkan, kita ada waktu istirahat 20 menit." Ujar Bu Nia yang berdiri dari tempat duduknya.

            Tentu saja kami bergegas keluar dari bus dan mencoba untuk mencuci muka dan menarik nafas dalam dalam sebelum masuk ke dalam dunia penyiksaan kembali.

            "Asli sumpis pusing banget tadi di bus, bau sana sini." Celetuk Nabil dengan wajah yang runyam. "Apalagi si itu muntah semua aja jadi muntah hahaha..." Balas Azhar semangat ya walaupun terlihat wajah pusingnya juga.

            Tak terasa waktu 20 menit sudah habis, bahkan waktu mengantri di kamar mandi saja sudah menghabiskan waktunya.

            Kini cahaya mentari sudah menerangi jalanan yang makin menampakkan keindahan alam dan pemandangan yang kita nikmati. Kicauan burung, berbagai macam suara kendaraan dan tentu saja suara musik yang ku setel membuat lebih menarik semuanya. Sudah mulai bosan dengan hal yang kulakukan sendiri, aku mulai keluar dari duniaku dan mencoba mengobrol dengan orang di sekitar. Tentu saja, mencoba cemilan orang lain suatu  hal yang sangat nikmat karena itu gratis hahaha.

            Bus yang meliak liuk membuat perut ini terguncang apalagi ada polisi tidur yang cukup banyak semakin lah menjadi jadi membuatku pening kepala. Dan beberapa dari kami memang ada yang tumbang lagi, aku masih mencoba untuk menahannya sungguh sepertinya aku akan mengeluarkan semuanya di peristirahatan yang kedua dan aku masih tidak tahu kapan itu terjadi.

            Aku membuka tasku dan membuka kripik kentang ku sendiri dan memakannya di bangku sambil menatap pemandangan diluar bus, sebenarnya yang kulakukan ini untuk tidak merasakan rasa yang ingin muntah yang udah di ujung. Ntah hanya aku saja atau orang lain juga, jika aku bermain handphone di mobil yang tentu saja menunduk itu membuatku semakin mual, lebih baik aku tidak melihat layar handphoneku ketika perjalanan.

            Lalu tibalah saatnya untuk mengeluarkan semua yang aku tahan selama ini, Bus berhenti di tempat peristirahatan kedua dan aku segera berjalan ke pintu bus sebelum Bu Fanny mengeluarkan suaranya untuk mengumumkan waktu istirahat.

            Hal ini kulakukan tentu saja agar tidak menghabiskan waktu istirahat hanya untuk mengantri toilet, untungnya bus kami datang pertama ke tempat peristirahatan kedua.

            Hueeeeeek...

            Suara yang sangat merdu sampai sampai aku tak kuat mendengarnya walaupun itu suara diriku sendiri...

            Ketika aku keluar dari toilet aku berpapasan dengan supir bus yang mengandarai bus kami, sepertinya ia juga sudah tidak menahannya ucapku melihat gerakannya yang tergesa gesa pergi ke kamar mandi. Aku berjalan kembali menuju bus, kini ku lihat layar handphoneku dan tertera di sana pukul 13.56 ini baru menghabiskan waktu sekitar 11 menit. Ketika aku akan memasuki bus ternyata dibelakangku sudah ada yang supir bus yang akan naik juga, aku segera memasuki busku dan kembali duduk di bangkuku.

            "Ehh kemana kamu aja tadi ung?" Seseorang menepukku dan berbicara, ku lihat azfa penasaran akan keberadaanku yang dari tadi tidak terlihat.

            "Biasalah ritual pengeluaran aura jahat dari tubuh." Ku membalasnya sambil bercanda ya tapi emang kenyataan mengeluarkan sesuatu dari tubuh.

            Tidah tahu mengapa, saat ini murid murid sudah berkumpul semua di bus dan duduk dengan tenang, waktu berjalan 4 menit setelah aku melihat terakhir kali layar hpku. Tapi ntah mengapa bus yang kami tumpangi sudah menyalakan mesin dan melanjutkan perjalanan. Bus kali ini terasa sedikit sunyi dan mulai terasa ketenangan, aku merasa lega untuk sesaat ya walaupun seharusnya kami masih memiliki waktu istirahat 5 menit lagi. Guru guru pembimbing kami juga sepertinya sudah kelelahan, mereka tertidur lelap di kursi depan, sepertinya mengurus kami dalam perjalanan ini memang sangat melelahkan. Bukan hanya mereka, aku merasakan tubuhku juga sangat lelah mungkin karena aku baru saja muntah dan langsung melanjutkan perjalanan, mataku kian terasa ingin beristirahat, aku tak bisa lagi menahan mataku ini, aku mencoba untuk mengikuti naluri tidur tapi sesaat mataku kian menutup aku melihat sesuatu seketika jatuh dipahaku.

            Brak...Brak....brk...

            ...

            ...

            Haa..

            ....

            Fuu...

            ....

            Haa...huuu... Aku bisa mendengar suara nafasku sendiri, terdengar sangat jelas, tak lama semua pandangan sudah menjadi gelap.

           

            Dingin......Sulit untuk bergerak...Gelap...Aku tak bisa berbicara...Sesak...

            Aku tak bisa melihat apapun, hanya gelap dan sulit untuk bergerak, aku pikir aku sedang dalam dunia mimpi tapi ini terlalu terasa nyata, aku bisa mengerakkan jari jariku dan bisa melirik kesegala arah hanya saja gelap, sial ini sungguh menyakitkan ketika ku mencoba bergerak dan makin lama aku merasa sangat pusing. Satu lagi aku tak bisa berdiri sepertinya aku sedang di ikat, jika ini di film film pasti aku sedang di ikat dikursi dan di tutupi matanya, ya! Sebagian benar, kian lama aku menyadari bahwa mataku emang tertutup oleh sebuah kain hitam dan sangat ketat, satu hal lagi kenapa aku tak bisa berdiri karena kaki sedang di ikat dan aku diikat secara terbalik.

            Setelah aku tersadar penuh, aku mulai meronta ronta seperti cacing kepanasan, aku mencoba melepaskan yang berada di kakiku, pusing... aku seperti ingin pingsan kembali jika aku terlalu lama di posisi seperti ini. Setelah kupikir aku akan pingsan seketika tubuhku terasa melayang untuk sesaat.

            BRAK!!! DUK!!!

"Uhuk... uhukkk..." Sakit sekali terutama kepalaku, sepertinya aku jatuh ke lantai dengan posisi kepala terlebih dahulu, ya iya lah bagaimana tidak, aku diikat dan di gantung secara terbalik.

Untuk beberapa saat aku terkapar di lantai dan mencoba untuk menahan rasa sakit, kalian pasti berpikir bahwa aku seharusnya gagar otak? Hmm mungkin iya tapi sepertinya aku terjatuh hanya 15 cm tapi tetap saja jika kepala yang terlebih dahulu itu tetap saja sakit.

            "Eukhhh..." Aku mencoba menggerakkan kaki aga nyeri tapi tetap ku paksakan, aku tak bisa terus dalam keadaan seperti ini, aku menekukkan kakiku dan memindahkan lenganku ke bagian depan. Ku buka tutup mataku, perlahan ku buka mata dan melihat ke depan, lantai kayu yang kutiduri sekarang terlihat sudah tua dan beruntung sekali aku menghadap ke sebuah lorong pintu, aku melihat lorong yang cukup panjang dan hanya ada lampu remang remang ditengahnya sepertinya aku tidak dapat menemukan sesuatu dilorong itu hanya saja ketika aku menatap ke langit langit... sebuah muka menghadap ke arahku.

            Aku berteriak dalam sunyi,mulutku masih tertutup perban yang belum dibuka, segera aku memalingkan wajah dan memejamkan mata. Beberapa saat aku melihat wajahnya, wajahnya dipenuhi noda darah, tatap matanya sangat kosong dan yang paling mengerikan... lehernya...lehernya sudah setengah putus... secara cepat aku langsung bergeser dan berdiri yang tak kusangka aku lebih banyak melihat orang orang yang sedang digantung secara terbalik.

            Sesak... makin lama dadaku makin sesak, aku membungkukan badan dan menepuk dadaku, tidak! semakin kesulitan untuk bernafas, ku tampar diriku berkali kali aku sungguh ingin terbangun dari mimpi buruk ini, terakhir yang kuingat adalah aku tertidur di dalam bus, kini aku di dalam ruangan yang tak terurus yang penuh dengan orang yang tergantung... terlintas sesuatu di benakku, jika aku berada disini seharusnya yang lain pun disini, jangan jangan mereka semua yang digantung adalah teman temanku... dan... yang kulihat wajahnya... segera ku berjalan memberanikan diri melihat dengan jelas siapa orang yang kulihat wajahnya.

            Tap...tap...taptap...tap.tap..taptap...

            Kenapa rasanya seperti ada dua langkah ketika aku berjalan, ini aneh pikirku, aku mulai melangkahkan kaki dan benar benar memperhatikan langkahku.

            Tap...

            ...

            ...

            Sepertinya hanya perasaanku saja, aku mencoba memperhatikan orang orang yang digantung dan kulihat baju baju yang tak asing yang mereka pakai.

            Tap.tap.tap..

            Deg!!!  Jantungku serasa berhenti berdetak seketika, ini bukan perasaanku saja, bodoh sekali aku, kenapa dari tadi aku tidak mencoba melihat kebelakang kalau ada orang yang mengikutiku. Ketika aku mencoba melihat kebalakang... SIAL!!! Hembusan nafas sudah terkena telingaku, bukankah ini terlalu dekat! Tidak tidak, aku tak berani untuk memalingkan wajahku,kumelirik ke sebelah kiri dan tepat sekali aku malah melihat kaca lemari yang usang, kaca itu memantulkan posisi ku dengan sesuatu dibelakangku, hanya bayangan gelap...tapi ada sesuatu yang sedikit bercahaya, ia menggengamnya terlihat genggamannya sangat erat dan ia mengangkat itu.

            PISAU! Itu pasti pisau, sebuah suara kudengar sangat jelas, "Se..la...mat...ja..lan..." suara orang dewasa sepertinya suara bapak bapak berumur 50an

            Zeeeb...

            Nafasku terengah engah, tidah tahu adrenalin macam apa yang membuatku bisa bergerak, sepertinya ini adrenalin ketika nyawamu terancam tapi tetap saja ini membuatku takut. Kini aku melihat dengan jelas tubuhnya itu, ya sudah jelas dia lelaki yang sudah cukup tua dan yang paling aneh lagi, dia menggunakan pakaian supir bus yang saat itu berdiri dibelakangku.
           

            "apakah hanya aku yang terbangun? Seharusnya bukan hanya aku saja woi lah." Aku melirik kesana kemari melihat orang orang yang tergantung          

            "Pasti... kamu berpikir bahwa kenapa hanya kamu yang bangun? Mungkin suatu keberuntungan atau mungkin sebaliknya? HAHAHAHHAA" Suara tawa pria itu mengisi ruangan ia jalan menghampiriku sembari menggengam erat pisaunya.

            Aku terus berjalan mundur dan berusaha mencari sesuatu barang untuk melindungiku, tak terasa aku sudah terpentok di tembok. Aku mencoba menggarap sesuatu, aku tak bisa memalingkan wajah sedetik pun, bisa bisa aku malah terbunuh.

            "Ohh iya, kamu mungkin terkejut juga melihat mayat temanmu ini, siapa juga ya yang tidak terkejut melihat temannya seperti ini, oh iya dia juga terbangun seperti mu hanya saja dia tidak seberuntung kamu, ya lihat saja nasibnya." Ia tersenyum lebar dan menusukkan pisaunya ke tubuh mayat itu.

            "APAKAH KAU MARAH? APAKAH KAU TIDAK AKAN MARAH?!?! LIHAT TEMANMU INI BAHKAN HINGGA MATIPUN IA TETAP KU HANCURKAN TUBUHNYA!"

            Setelah mengetahui benar itu adalah temanku, amarahku kian memanas semakin tinggi, aku harus berpikir bagaimana cara melawannya, kulihat sebuah tali yang tergeletak bekas kakiku di ikat. Jika dilihat peluangku menang adalah sangat minim, tanganku masih terikat dengan tali, sungguh aku sangat sial. Sepertinya aku harus menunggu momentum untuk melakukannya. Aku memperhatikannya, ia terus menusuk nusuk pisaunya semakin lama semakin kuat dan ketika ia mengerahkan yang sangat keras, aku segera menghampirinya dan langsung menabrakan badanku ke arahnya.

            BRAKKK...

            Rencanaku berhasil, pisau yang menancap semakin dalam membuatnya butuh waktu sedikit lebih lama menariknya. Sebenarnya rencana ini tidak berhasil sepenuhnya, aku terkena sayatan pisau dekat punggungku. Perih... tapi harus kutahan, aku berlari menghampirinya ketika ia masih terjatuh dan menendang tepat bagian dagunya ketika ia hendak bangun. Aww... sepertinya sangat keras dan sakit tapi tidak sesakit temanku yang dibunuh itu, kini ia tidak sadarkan diri tergeletak dilantai. Ia bergerak sedikit saja, kutendang kembali badannya hingga tak bergerak. Sadis...

            Ku ambil pisau itu dan cepat cepat kulepaskan ikat taliku dan melepaskan juga perban dimulutku, aku menghela nafas dalam dalam dan akhh... bau darah malah makin tercium, seketika ku teringat untuk menghampiri mayat itu dan setelah kuperhatikan wajah ini memang benar temanku! Dia IBNU!!! Sungguh aku merasa bersalah sekali membiarkan tubuhnya dijadikan pengorbanan untuk menyelamatkan diri. Segera aku berjalan menghampiri tubuh yang lain dan ternyata mereka semua memang benar teman sekelasku, hanya saja disini hanya ada laki laki dan tidak ada orang lain selain dari anak anak kelas.

            "Dengan diriku berarti ada 6 orang yang masih selamat, sisanya ntah kemana, huft... bagaimana cara membangunkan mereka? Dan bagaimana jika ada orang lain seperti pria itu disini!" Aku menepuk nepuk pipi mereka mencoba untuk membangunkan.

            "Akhirnya..." air mataku berlinang, akhirnya dari mereka mulai terbangun satu per satu.

            Mereka tersadar dan mulai menanyakan apa yang terjadi, aku menjelaskan kepada mereka secara perlahan tetapi singkat karena tidak ada waktu untuk menceritakan panjang lebar. Mereka tentu saja terkejut dan ingin berteriak dengan kondisi yang saat ini terjadi. Mereka adalah Azhar, Azfa, Fabian, Nabil dan Danu.

            "Udah lah mati ini mah, kita pasti bakal mati, aku gak mau mati heu...heu..." tangisan danu tak berhenti, ia mulai pasrah akan keadaan tapi kita berlima menegaskan dan keras untuk mencoba bertahan hidup dan keluar dari tempat ini.

            "Asiiik euy, survive nih bil survive!!!" Semangat azhar tak terpatahkan, ia bisa bisanya tak takut dengan kondisi seperti ini, "Ehh ini euy biang keroknya, ayo pukulin euy!!!" Azhar berjalan  ke pria dewasa itu dan menginjak nginjaknya hingga babak belur.

            "Sebaiknya kita ikat aja pria itu bahkan lebih baik jika kita gantung juga dia." Ide seorang Azfa tersalurkan dengan baik.

            Kami berbondong bondong mengikat pria itu dan menggantungnya, hanya saja... Kita bukan menggantung kakinya tetapi menggantung lehernya.

            Kami sudah berdiskusi untuk melakukannya karena setelah melihat teman kami yang tewas dan keberadaan kami yang tidak tahu dimana dan mungkin saja masih banyak korban selain Ibnu, apalagi para perempuan kelas belum ditemukan. Kami menyiapkan berbagai alat untuk keluar dan memeriksa keadaan tentu saja kami membawa pisau yang dibawa oleh pria itu. Kami menaruh jasad ibnu dilantai menutupkan matanya dan wajahnya dengan jaket salah satu dari kami.

            Maafkan kami ibnu.

            Kami memberikan salam terakhir dan berjalan keluar dari ruangan, aku melihat samar samar ke arah ruangan, disana ada bayangan yang tersenyum. Ia seperti berkata sesuatu.

            

            Kami berenam berjalan menelusuri lorong, kian lama kian gelap tetapi ketika berada di ujung lorong kami menemukan sebuah ruangan yang sangat besar dan megah. Ini seperti bukan rumah biasa tapi seperti lantai gedung yang cukup kuno tapi masih terawat.

            "Oh iya apakah dari kalian ada yang memegang handphone?" Azfa seketika bertanya.

            "Az... Mana ada penculik yang membiarkan handphone korbannya tetap bersama mereka." Aku menjawab pertanyaanya

            "Bukankah aneh jika gedung sebesar ini dirawat sendiri oleh bapak itu?" Fabian juga bertanya.

            "Hmm... Masuk akal...Sepertinya ada orang lain disini,kita harus lebih berhati hati nih!" Balas Nabil dengan nada tinggi.

            Kami segera menyusun strategi untuk membagi bagi pandangan, beberapa harus ada yang mengecek arah belakang dan beberapa lagi di depan, keringat dingin bercucuran, kami sungguh menahan rasa takut tapi harus fokus untuk bertahan hidup dan menolong yang lain.

            Kami sudah berkeliling disekitar sini tapi kami tak menemukan sesuatu yang sangat penting, kami hanya mendapatkan bahwa kami berada di lantai bawah tanah, soalnya disini kami tidak menemukan adanya jendela tapi sungguh aneh kenapa ruang bawah tanah ini dibuat sangat mewah bahkan hingga berlantai kayu.

            "Sungguh lelah berjalan secara terus menerus dan tidak menemukan sesuatu, lebih baik kita berpisah."

            IDE BODOH!

            "Lebih baik bersama sama, apalagi di saat seperti ini, kita tidak tahu bagaimana bentukan orang orang yang menjaga tempat ini."

            "Ya setuju Az."

            "Jay jay, idenya adrenalin banget."

            Untung saja aku tak perlu berbicara, jadi tak perlu cape cape berdebat ya walaupun sebenarnya ingin sekali berbicara.

            Fiuuu..fiu.fiu.fiuuuu... 

            "Sttttt... siulan dari mana itu?" Aku menghentikan semua pergerakan mereka, kian lama kian jelas dan seperti ada suara perbincangan. Aku memberikan isyarat kepada mereka untuk segera bersembunyi, kita berenam bersembunyi di 3 tempat yang berbeda tetapi tidak berjauhan masih bisa saling melihat satu sama lain.

            Aku bersama Azfa bersembunyi di balik pintu yang terbuka, untung saja ruangan ini tidak ada apa apa, aku masih bisa melihat Nabil dan Azhar yang bersembunyi di tempat yang cukup gelap dan mereka berdua bisa melihat Fabian dan Danu bersembunyi di sebuah ruangan juga.

            Kini terdengar suara langkah kaki, aku mempirkirakan berapa orang yang sedang berjalan... Hmm..1? gak gak...Seperti dua orang iya benar dua orang!

            "Anak jaman sekarang sudah berbeda, sekarang sekarang makin cantik sepertinya aku akan membawa salah satu dari mereka untuk dibawa pulang." Terdengar suara pria dewasa tetapi lebih cempreng

            "Hahahaha, kalau gitu aku juga mau bawa satu... tapi kita harus meminta izin dulu untuk membawanya ya kalaupun nggak kita bawa aja diem diem hehehehehehe." Balas pria yang bersamanya

            "Sayangnya beberapa dari mereka ada yang sudah mati, sayang sekali padahal kita belum melihatnya."

            Sebelumnya aku merasa bersyukur teman temanku yang lain masih ada tetapi setelah mendengar perkataan mereka kami berenam merasa sangat marah dan segera ingin mengintrogasi mereka untuk mengetahui dimana para perempuan berada sayangnya dua pria ini membawa benda tajam.

            Mereka melewati aku dan Azfa, amarahku tak tertahan aku tak sengaja menyikut pintu ruangan, Bhuak!! Suara itu nyaring keras dan pasti didengar oleh 2 pria itu. Pria pria itu langsung memalingkan wajahnya ke arah ruanganku, mereka perlahan menghampiriku sambil menodongkan benda tajam untuk bersiaga. Saat saat mereka tiba di depan ruanganku, aku bisa melihat salah satu dari mereka mulai memasuki ruangan dan terlihat ujung hidungnya di pintu. Aku dan Azfa mencoba diam.

            "WOY BER*NGSEK!" seseorang telah berteriak sangat keras, ya tentu saja itu bukan dari diriku maupun Azfa, tentu saja salah satu dari yang lain. Teriakan itu membuat dua pria ini teralihkan untuk sesaat dan salah satu dari mereka yang diluar ruangan segera menghampiri suara.

            Disaat yang bersamaan aku menendang pintu sangat keras hingga pintu itu menampol keras tepat di wajah pria yang di ruanganku. Ia tersungkur jatuh kesakitan, tak ada waktu untuk menyiksanya aku keluar ruangan dan berlari bersama Azfa. Azhar yang ternyata dari tadi berteriak, ia berteriak sambil ke ujung lorong untuk menarik perhatian pria pria ini.

            Kini dua pria itu terpencar, salah satu dari mereka mengejar aku dan Azfa dan satunya lagi mengejar Azhar dan Nabil.

            Aku berlari cepat sekuat tenaga bersama Azfa, tempat tempat gelap selalu menemani kami ketika berlari, kami terus berlari sekuat tenaga untuk menghindari pria yang mengejar kami. Bukankah sebuah drama selalu terjadi ketika sedang berkejar kejaran dengan penjahat? Yap! Benar, Azfa tersungkur jatuh terkena benda yang di lempar oleh pria itu.

            "Sial!sial sial sial sial!" Azfa berusaha bangkit kembali, kini jarak kami dengan penjahat itu menjadi cukup dekat. Kami berusaha mencari suatu tempat yang aman atau ruangan untuk kami berlindung. Sulit! Walaupun kami masuk dalam ruangan, dia pasti akan menerobos masuk bahkan dia bisa membawa teman teman lainnya kesini.

            Suatu tangan melambai kepada kami di depan, tangannya putih dan terlihat seperti wanita, mungkin itu anak anak perempuan kelas ucapku memikirkan hal itu, tak berpikir panjang aku langsung menarik Azfa ke tangan itu dan ya...

 

POV : Azhar dan Nabil

            "Anjir anjir anjir! Lari bil!!!"

            "Akhhh! Mau gak mau jadi mencar kan kita berenam." Balas Nabil sambil terengah engah karena berlari terus menerus "Lawan aja lah, 2 lawan 1 pasti menang ada pisau juga kan?!"

            ...

            ...

            "Ada kan?" Lanjut Nabil sembari melihat ke arah Azhar

            "Bil masuk bil!" Azhar langsung menjatuhkan membelokkan memasuki ruangan, diikuti Nabil yang masuk setelahnya, sayangnya pria itu cukup dekat dengan mereka berdua, mereka langsung menutup pintu dan mencoba menguncinya.

            "SIAL!" Nabil meluapkan amarahnya, tak ada pengunci pintunya! Kini mereka berdua menahan pintu.

            DUKDUKDUKDUK!

            "KALAU NGETUK PINTU PELAN PELAN WOY, DIAJARIN ETIKA GAK!" Ekspresi Azhar sudah tidak karuan, ia mengerutkan wajahnya untuk menahan pintu, "Bil bil geser lemari bil..."

            Mendengar saran dari Azhar, Nabil langsung berlari ke arah lemari dan mendorongnya, "Berat banget jay!"

            "Bil bisa bil! Udah gak kuat bil nahannya!" Wajah Azhar memerah, keringat sudah bercucuran, Pria itu sudah berkali kali mencoba mendobraknya.

            Nabil mencoba mendorongnya sekuat tenaga, perlahan lemari itu bergeser ke arah pintu.

            Zeeeeeeb!

            Sebuah pisau menancap pintu dan menembus hingga terlihat oleh mereka berdua, Azhar ketar ketir melihat pisau itu... tusukan kedua... kini semakin dekat dengan dirinya.

            "Bill cepet bil bil!"

            Braaaak! Buk buk!

            Makin parah! Ia membuat lubang dipintunya, semakin lama semakin membesar, tangannya kini sudah bisa memasuki lubang itu... terus ia terus memperbesar lubangnya!

            Azhar melihat Nabil, Lemarinya sudah dekat tapi Nabil tidak menggesernya lagi, "Bil apa yang kamu pikirin BIL!" Azhar terus mengoceh melihat tingkah laku Nabil, hingga ia lupa bahwa lubang disisinya sudah sebesar setengah badan, kini ia melihat setengah badan yang mencul dari lubang pintu, ia melihat senyuman lebar,pria itu memaksakan kedua tangannya masuk kini tangannya sudah menggengam pisau, tidak tidak pisau ini sudah bisa menjangkau keberadaan Azhar! Pria itu menunjukkan senyum kemenangan.

             "JAY!!! MENGHINDAR!" Nabil berlari diawali ancang ancang yang sangat kuat, "HAAAAAA!!!!" Nabil menabrakan dirinya ke lemari dengan sekuat tenaga, Azhar seketika langsung menghindar setelah mendegar seruan dari Nabil.

            BHUAAAAAAAK!

            Percikan darah menghiasi ruangan, Nabil dan Azhar terengah engah kini ia melihat pintu dan lemari itu penuh dengan warna merah, mereka merasa mual seketika melihat apa yang terjadi di depannya.

POV : Fabian dan Danu

           

            "Kenapa jadi mencar gini... Pap aku takut mati... aku gak mau mati..." Danu mulai menangis kembali, Fabian yang melihatnya sungguh tidak karuan, ia melihat temannya terkejar oleh pria itu dan sekarang ia harus melihat temannya menangis seperti ini.

            "Ayo nu, setidaknya kita harus membantu yang lain..." Fabian berusaha tegar melihat keadaan ini, ia mengajak Danu untuk bangkit dari tempatnya dan mencoba keluar ruangan untuk melihat situasi.

            Hanya kesunyian yang kini mereka lihat dan mereka rasakan, tidak ada siapa siapa, mereka kebingungan harus berjalan ke arah mana karena 4 temannya itu terbagi 2 dan memilih arah yang berlawanan.

            Tap...tap...tap...

            Fabian melihat seseorang sedang berjalan tapi ini berbeda, ini terlihat seperti wanita seumuran kita, sayangnya mereka berdua hanya melihat separuh wajahnya, jadi mereka tidak mengenali siapa orang yang mereka lihat. Apa yang terlentas dipikiran kalian jika seperti ini? Yap! Menghampirinya bukan? Fabian langsung mangajak Danu untuk menghampiri wanita itu, tapi... mereka tidak mungkin untuk bersuara, bisa bisa mereka memanggil orang orang disini, jadi mereka hanya berjalan lebih cepat sembari mewaspadai sekitar, mereka lupa bahwa mereka berjalan tidak searah dengan teman temannya yang berpisah.

            Wanita itu bergerak lebih cepat, pakaian terlihat bersih sekali tingginya sekitar 170 cm, Fabian dan danu sudah berjalan mengikutinya cukup jauh tetapi ketika semakin dekat mereka semakin berpikir siapa orang yang ada di depannya. Tak diduga mereka melewati jalan yang tak mereka temui berenam, ada tangga! Mereka berdua menaiki tangga itu sembari mengikuti wanita itu, aneh sekali, jika itu teman kelas kami, dia gak mungkin hafal sekali tempat ini.

            Sampai tiba wanita itu memasuki sebuah ruangan, Fabian dan Danu berhenti seketika, mereka berjalan pelan melihat kondisi dalam ruangan. Ketika mereka mengintip melihat kondisi ruang... yang mereka lihat... adalah perempuan kelas yang sedang di sekap! Bahkan lebih parah lagi! Lantainya sudah dibanjiri darah, beberapa dari mereka sudah tewas mengenaskan! Fabian orang pertama yang melihat, tubuhnya sangat bergetar hebat bahkan ia sampai tidak tahan untuk berdiri, terlintas di benaknya juga seorang wanita yang ia sukai. Danu yang melihat juga bereaksi yang sama seperti Fabian hanya saja ia langsung pingsan di tempat. Fabian terkejut dengan terkaparnya Danu di hadapannya, Fabian hanya bisa melamun ketakutan sampai sampai ia tersadar bahwa didalam ruangan tadi tidak ada wanita yang mereka berdua ikuti. Akhirnya ia mencoba memastikannya kembali dan melihat didalam ruangan itu terdapat pintu di ujungnya, di pintu itu terdapat sebuah kaca yang terlihat ada bayangan seorang wanita di dalamnya, Ini kesempatanku! Pikir Fabian untuk menyelamatkan teman temannya.

            Perlahan tapi pasti,Fabian selalu memperhatikan keberadaan wanita itu, ternyata Fabian lah yang memegang pisau dari mereka berenam sebenarnya Azhar menjatuhkannya ketika berlari di depan ruangan Fabian dan Danu. Rasa mual dan tak tega memenuhi Fabian, ia melangkahi tubuh tubuh kawannya yang sudah tewas, mereka bergeletakan di lantai dan ada beberapa dari mereka yang terbunuh di kursi. Mereka disekap dan diikat disebuah kursi, jika kalian lihat ruangan ini seperti ruangan belajar, semua murid perempuan diikat menghadap papan tulis. Mereka ditutupi matanya dan ditutup juga mulutnya, aku tidak tahu perasaan mereka ketika mendengar jeritan teman temannya tersiksa dan terbunuh. Fabian melangkah lebih dekat ke orang yang pertama, kondisinya masih sangat baik, tidak ada lekas luka sayatan atau luka luka yang parah. Mulai menyentuh  pundaknya dan membisikkan kalau itu dirinya. Para wanita ini semuanya tidak tertidur mereka semua terbangun tetapi dipaksa untuk diam agar tidak terbunuh, hal ini terlihat ketika Fabian menyentuh pundaknya, wanita itu meronta ronta ketakutan tetapi setelah mendengar itu Fabian, ia sedikit tenang dan minta cepat cepat untuk di selamatkan. Orang pertama yang ia selamatkan adalah Diva! setelah membebaskannya Fabian memintanya untuk membantunya melepaskan yang lain. Perlahan sudah banyak yang mulai terbebas.

            "Dimana Aufa?" Fabian bertanya kepada Diva dimana posisi Aufa, Diva menunjukkan kursi yang berada dekat dengan pintu wanita itu. Takut? Tentu saja tapi ia memberanikan diri untuk menyelamatkan dengan cepat cepat.

            "15 orang yang selamat..." Fabian membatin melihat jumlah temannya yang tak terselamatkan. Ini pasti sangat sulit untuk Fabian karena dia harus melindungi 15 orang wanita + 1 lelaki yang cukup menyusahkan. Akhirnya ia selesai melepaskan Aufa. Ia bisa melihat wajah Aufa sekarang, tapi ketika melihat wajahnya, wajahnya sungguh ketakutan dan ingin menangis, Aufa terbatu dan sulit untuk berbicara ketika melihat wajah Fabian.

            "Hei hei kenapa?" Fabian bingung tapi ia baru tersadar bahwa tatapan Aufa bukanlah kepadanya tetapi kepada sesuatu yang berada dibelakangnya. Fabian menelan ludah sendiri, ia merasakan hawa buruk dari belakangnya, ya benar, pintu dibelakangnya sudah terbuka sedikit dan kenok pintu itu dipegang wanita itu, tatapannya tertuju kepada Fabian, mata yang sangat tajam dan penuh dengan kebencian! Ia menyeringai kepada Fabian, Fabian langsung bereaksi segera ia menutup pintu dan menahannya. Tidak lazim! Ia sungguh tak kuat menahan pintunya, padahal lawannya hanyalah seorang wanita.

            "Pergi! Pergi dari sini!" Fabian berteriak keras, langsung meninggalkan pintu yang ia tahan, karena terlalu rusuh ia tersandung oleh jasad temannya, perempuan kelas yang melihatnya berteriak histeris, mereka tak sempat menolongnya! Fabian meringis kesakitan, tubuhnya ditusuk berkali kali oleh gunting yang dibawa wanita itu, kini bajunya yang bersih dipenuhi oleh noda darah, Aufa yang melihat kekasihnya diperlakukan seperti itu, tidak bisa berbuat apa apa karena teman teman yang lainnya sudah menariknya untuk pergi, Danu yang pisan pun sudah digotong dibantu beberapa perempuan. Kini tatapan Fabian sudah kosong, ia sudah tak merasakan apapun, seluruh tubuhnya diwarnai oleh cairan berwarna merah kental, Fabian tewas ditempat.

POV : Alifito & Azfa

Kami berada di sebuah ruangan, kami kelelahan dan kami langsung mengunci pintu ruangan kami, kini di hadapan kami, kami melihat seorang wanita berambut hitam panjang elegan, berpakaian cape berwarna putih, wajahnya sungguh manis terlihat mata coklat keemasannya menatap kami yang kebingungan. Setelah berpikir dalam beberapa detik kami terkejut dan melangkah menjauhi wanita itu.

            "Gak gak... bahaya az, aku kira itu anak perempuan kelas kita, ternyata bukan." Pekikku mengatur nafas.

            "Kan kan kan... jadi aja kejebak disini, jaga jaga ung, makin parah lagi kalau pria itu kesini."

            Wanita itu terkejut melihat reaksi kami, ia tersenyum dan mengambil sesuatu. Ia berjalan mengambil suatu buku dan menunjukkan suatu tulisan.

            Aku tidak akan menyakiti kalian, pria itu tidak akan bisa memasuki ruangan ini.

            Raut wajahnya sangat baik, ia terus menulis sesautu dan memperlihatkannya kepada kami berdua tapi kami tidak percaya semudah itu, seorang psychopath saja terkenal diluarnya adalah orang yang sangat baik tapi ternyata busuk.

            Mungkin kalian tidak percaya padaku tapi diamlah sesaat disini, setidaknya kalian selamat dari kejaran pria itu atau mungkin kalian bisa bersembunyi disini dan menjaga jarak dariku kalau kalian takut padaku.

            "Mana mungkin kami percaya padamu? Sudah banyak teman kami yang tewas dari orang orang seperti kalian yang tinggal disini! Dan tempat apa lagi ini?" Aku tak bisa memalingkan wajahku dari dirinya tetapi sungguh aneh seharusnya pria yang mengejar kami sudah masuk kedalam ruangan kami.

            Untuk ruangan ini adalah kamarku sebenarnya kalian berada di ruangan bawah tanah disebuah tempat yang terbengkalai, masyarakat disekitar sini percaya terhadap suatu insiden dan setiap tanggal tertentu mereka membawa para korban kesini, sebagai penolak malapetaka sebenarnya mereka hanya takut saja kalau keluarga mereka menjadi korban.

            Aku dan Azfa terus memperhatikan apa yang telah ia tulis, "Kenapa kamu tidak berbicara saja? Dan kamu ini apa? Kenapa kamu bisa tinggal disini?" Azfa melontarkan pertanyaan beruntun, semakin lama kami semakin tidak waspada dan setelah ia berkata ini adalah kamarnya, aku melihat sekitar, sungguh kamar yang cukup mewah.

            Pertanyaan yang lucu, sebenarnya aku bisu dan tidak bisa berbicara, pertanyaan kedua sebenarnya aku juga seorang korban dan sudah dikurung disini bertahun tahun 

            Sungguh ironis, aku tak tahu rasanya bagaimana menjadi dia, dia sudah dikurung bertahun tahun disini sendirian. Aku dan Azfa memutuskan untuk tidak bertanya tentang diri pribadinya. Kami juga meminta maaf jika pertanyaan kami menyinggung dirinya, reaksinya hanya tersenyum dengan anggun. Kami merasa mulai percaya dengan wanita ini. Kami juga mutuskan untuk diam bersembunyi disini dan bertanya tanya tentang bangunan ini dan bagaimana caranya keluar.

            Lantai bawah tanah ini terdiri dari 3 lantai dan jika naik ke lantai atas kalian akan menemukan sebuah pintu, tetapi pintu itu dikunci dari luar, mungkin kalian berpikir kalau tinggal dihancurkan tapi pintu itu terbuat dari besi dan kalian tidak bisa keluar dari situ.

            "Lalu kita harus keluar dari mana?"

            Kalian memiliki 2 cara, yang pertama kalian keluar ketika penjaga yang lain memasuki kesini setiap penjaga keluar masuk kesini setiap 12 jam sekali dan 3 penjaga setiap pergantian, yang kedua ada sebuah jalan lain untuk pergi dari sini, sebenarnya jalan ini dipakai untuk keluar secara darurat sayangnya pintu ini juga dikunci dan kuncinya berada di lantai bawah tanah ini dan aku tidak tahu keberadaanya, maafkan aku.

            "Kami mengerti, mungkin jika kamu tahu, kamu sudah pergi dari ruangan ini."

            Ia hanya membalasnya dengan senyuman, ia berjalan duduk, duduknya sungguh berbeda ia duduk dengan anggun seperti anak anak konglomerat. Aku dan Azfa melihat sekeliling ruangan, terdapat banyak buku buku yang tersusun rapi sepertinya lebih banyak buku diary diantaranya. Sebenarnya aku sedang memikirkan banyak hal, bagaimana kondisi teman temanku diluar? tubuhku berjalan melihat lihat  dan memperhatikan barang barangnya lebih dekat, aku melihat buku diary yang sangat tersusun rapih dari tahun ke tahun bahkan di setiap tahun tersusun rapih setiap bulannya.

            "Dari mana kamu mendapatkan buku ini?" Tiba tiba pertanyaan itu terlontar dari mulutku, dia yang tidak memegang bukunya seketika terlihat panic dan cepat cepat mengambil bukunya untuk segera ditulis. Lucu sekali tingkah dia batinku melihatnya, aku tertawa pelan.

            Dari dulu aku memang suka menulis diary ini dan aku mendapatkannya dari ruangan ruangan lain. 

            Aku mengangguk mengerti, ia membuka lagi lembaran baru dibukunya.

            Kenapa kamu tertawa? 

            Ia menutupi wajahnya dengan bukunya, itu membuatku tertawa kembali, ia terlihat lebih malu dan tak lama ia tersenyum tertawa tanpa suara.

            "Tingkahmu begitu lucu saja tadi." Ucapku melihat kembali buku bukunya, hingga aku tertuju pada suatu buku yang berada didalam laci yang sedikit terbuka, bukunya terlihat sudah cukup usang dan terlihat nama "Luna's Diary" hingga kuhendak mengambilnya, tanganku dipukuli oleh buku, yang ternyata wanita ini atau Luna tidak ingin buku itu dibaca oleh orang lain, aku segera meminta maaf karena merasa bersalah tetapi ia juga langsung meminta maaf telah memukul lenganku.

            "AAAAAAAAAAAA!"

            Suara teriakan dari luar ruangan tiba tiba terdengar sangat jelas, suara teriakan itu tak berhenti berhenti. Kami bertiga langsung tertuju pada sumber suara.

            "Sepertinya ini suara anak anak perempuan." Azfa berdiri dan langsung menuju pintu, ia melirik ke arah Luna "Apakah benar benar sudah aman?" Luna mengangguk dengan wajah yang menyakinkan. Disaat yang bersamaan aku masih penasaran dengan buku diary luna itu, aku masih bisa melihat bahkan mengambilnya, tidak tidak, aku tidak boleh membaca buku ini, ini privasi Luna.

            "TOLONG! SIAPAPUN TOLONG KAMI!"

            "Ayo kita bantu mereka!" Azfa langsung keluar dari pintu dan tak ada siapapun diluar, Luna sedikit ragu untuk melangkah keluar, aku menghampirinya terlebih dahulu, aku berkata kepadanya kalau dia tidak perlu membantu kami sampai sejauh ini, dirinya cukup bersembunyi disini hingga kami menemukan jalan untuk keluar tapi dia menolaknya dia ingin membantu kami karena itu aku langsung menyuruhnya untuk mengikutiku dari belakang. Kita bertiga langsung berlari ke arah sumber suara, Aku dan Azfa di depan, diikuti Luna dibelakang.

           

            "Ung! Az!" seseorang memanggil kami dengan sangat keras, suara ini benar benar tidak asing bagi kami.

            "Oi Bil!Jay! untunglah kalian selamat." Aku bertemu dengan Azhar juga Nabil, mereka berdua juga pasti penasaran dengan suara ini.

            "SIAPAPUN!TOLONG!"

            Suaranya semakin dekat! Kami berjalan tak lama dan sudah melihat sebuah kejadian yang kurang mengenakkan, kini dihadapan kami, kami melihat anak anak perempuan beserta satu pria yang mengejar aku dengan Azfa, satu dari teman kami sudah ada yang bergeletak tewas.

            "SIAL!" aku memukul tembok keras, "Kita harus segera menolong mereka." aku mencoba memikirkan strategi dengan cepat dan aku langsung menyampaikan kepada mereka. "...Dan luna kamu..." ketika aku melihat kebelakang dan ingin menyampaikan tugas Luna, ternyata Luna sudah tidak ada dibelakangku.

            "Siapa Luna? Apakah dia wanita yang berjalan ke arah pria itu?" Nabil menunjukkan Luna yang sedang berjalan ke arah Pria itu. Aku terkejut dan langsung memerintahkan yang lain sesuai rencana.

            Rencana kami gagal! Gagal total!!! Luna sudah membereskan pria itu sendiri, Pria itu bahkan ketakutan ketika melihat Luna, ia hanya mundur dan dihabisi oleh Luna dengan sebuah tongkat kayu. Ini tidak seperti Luna yang tadi kami lihat, Baju putihnya yang bersih sudah dinodai darah. Pria itu ketika hendak dipukuli ia berkata sesuatu "Kenapa kamu ada disini!" aku tidak mengerti apa yang dia maksud dan kenapa pria itu ketakutan dengan keberadaan Luna.

             "AAAAAAAA!!! JANGAN BUNUH KAMI! KAMI MOHON!" anak anak perempuan berteriak sangat keras, mereka juga sangat takut dengan keberadaan Luna, kami berempat menghampiri mereka dan kami bertanya tanya kenapa mereka ketakutan.

            "JANGAN DEKATI DIA! DIA YANG SUDAH MEMBUNUH YANG LAIN! PAPAP, AUL, PEPEN, SARAH, SUSI, SUNI, IYU,YASIFA, ANANTA BAHKAN BU NIA DAN BU FANNY TEWAS DI TANGANNYA!!!" Sasa berteriak keras, suaranya terus bergetar ketika berbicara, perempuan yang lain langsung berlari kearah kami berempat dan berdiri dibelakang kami.

            Kami berempat diam mematung, kami tak percaya apa yang sudah dikatakan Sasa, kenyataan yang sangat menyakitkan... apalagi Fabian, tak disangka ia tewas, berarti ia tewas ketika menolong anak anak perempuan ini.

            "Lu...na...apa...kah i...tu benar?" suaraku bergetar

            Luna menatapku, matanya bergetar ketakutan, ia menggeleng gelengkan kepalanya, ia berlari ke sebuah tempat yang gelap dan menghilang dari pandangan kami, sebenarnya aku ingin mengejarnya hanya saja jika berita itu benar, aku bisa saja tewas dibunuh di tangannya.

            "DINDA! Dimana dinda!" Azhar panik melihat orang yang  dia sukai tidak ada diantara perempuan.

            "Ya yang kamu liat aja jay, dinda gak ada disini, kami terpencar menjadi dua kelompok, kami ke lantai bawah dan sebagiannya lagi ke lantai atas."  Hasna angkat bicara.

            Kini dihadapan kami perempuan hanya ada Popi, Adilah, Hasna, Sasa, Putri, Sefiera dan Mela. Sisanya berada dilantai paling atas. Azhar seketika menggebu gebu ingin pergi ke lantai atas tapi kami menahan keinginannya itu, jika kami pergi tanpa sebuah rencana sama saja seperti bunuh diri. Kami tidak tahu kapan 3 penjaga berikutnya akan memasuki ruangan ini dan kami sudah menghabisi 3 penjaga yang berada dalam lantai bawah ini. Jika benar apa yang mereka katakan, satu satunya yang menjadi penghalang kami hanyalah Luna untuk keluar dari sini tapi aku masih ada keraguan hati apakah itu benar benar Luna atau bukan.

            Aku menceritakan semua yang kuketahui dari Luna ya walaupun sebenarnya aku dan Azfa menutupi kalau itu dari Luna karena aku yakin kalau kuberitahu itu dari Luna mereka pasti tidak akan percaya dan tidak mau mengikuti rencanaku nanti.

            Kini kami bersebelas sudah menyusun strategi, sebenarnya aku menyarankan untuk membagi dua tim, satu tim menyusuri lantai dua dan satu tim lantai yang paling atas sekalian membantu anak anak perempuan yang lain tapi kami tidak mau melakukan kesalahan kembali, jadi kami berencana untuk ke lantai atas terlebih dahulu untuk menyelamatkan yang lain secara bersama sama tapi sebelum itu kami akan menyusuri semua ruangan di lantai bawah karena dilantai bawah sudah terbilang aman kami membagi beberapa kelompok untuk menyusuri setiap ruangan yang tak berjauhan setiap ruangannya. Setiap lelaki bertanggung jawab atas 2 perempuan kecuali aku, aku bersama Hasna berdua memasuki ruangan yang terlihat seperti ruang kerja, Kenapa lantai bawah ini terlihat lengkap sekali, sepertinya pemiliknya seorang yang sangat kaya batinku sembari mencari barang yang mungkin bisa dijadikan senjata, aku memeriksa meja kerja yang berada di ruangan, Hasna memeriksa beberapa bagian dokumen yang terlihat sangat penting. Bingo! Ketika tanganku menyusuri bawah meja aku memegang sebuah benda yang tertempel, tentu saja  itu sebuah senjata api yang disembunyikan, sepertinya pemilik disini sudah menyiapkan ini untuk berjaga jaga tapi kenapa masih terpasang utuh. Ya walaupun sebenarnya aku belum pernah memegang sama sekali dan tidak tahu bagaimana cara memakainya tapi aku sering melihat di video video game bagaimana cara pemakaiannya, aku mengecek isi pelurunya secara sembunyi sembunyi dan beruntung masih ada 3 peluru yang tersisa di dalamnya. Aku berencana menyembunyikannya, tentu saja didalam bajuku lebih tepatnya diselipkan di celana tapi hal itu tidak mungkin karena sudah ada sesuatu yang aku sembunyikan, jadi aku mencari sebuah tas atau apapun yang bisa kubawa.

            "Has ada tas atau semacamnya gak?" ucapku bertanya kepada Hasna yang sedang membaca baca dokumen yang tersusun rapi di lemari kaca.

            "Oh iya ada, tadi aku melihatnya." Hasna menutup dokumen dan membawakan tasnya kepadaku, aku berterima kasih dan segera memasuki pistol itu kedalam tas.

            Hasna memberitahukan aku tentang dokumen yang ia baca, dia menjelaskan bahwa ruangan ini dahulunya ditinggali oleh seorang pria yang memiliki lahan kebun yang sangat luas bahkan penghasilannya bisa mencapai ratusan juta perbulan, jika itu adalah dokumen yang sudah lama berarti dia adalah pemilik tanah disekitar sini pantas saja ia bisa membangun lantai bawah tanah ini. Apalagi dokumen ini ditulis sebelum aku lahir.

            Aku dan Hasna keluar ruangan, syukurlah dari kami semua tidak ada yang terjadi hal buruk satupun, beberapa dari mereka sudah ada yang membawa senjata seperti tongkat, pisau dapur dan bahkan sampai ada yang membawa stik golf sepertinya lantai bawah tanah ini sudah seperti toko serba ada. Satu lagi dari mereka ada membawa hal yang sangat berharga yaitu peta setiap lantai. Kami langsung menyusun ulang sebuah rencana, kami memasuki ruangan dan menggelarkan peta di meja agar semuanya terlihat. Bangunan ini berbentuk persegi dan cukup luas, setiap lantai ada sampai 7-12 ruangan.

            "Bagaimana jika kita semua bersama sama langsung ke lantai atas jika memang benar wanita itu satu satunya orang disini dan 3 penjaga berikutnya belum masuk kembali, kita semakin mudah untuk menolong mereka."

            "Sebentar Ung, kayaknya kalau kayak gini lebih gak efektif karena terlalu sempit pergerakannya kalau bareng bareng, lebih baik dibagi dua kelompok." Popi mengusulkan sebuah ide, ia menggigit ibu jarinya sembari melihat terus peta di lantai satu, wajahnya terlihat sangat berpikir keras.

            Tentu saja dari kami ada yang menentang itu karena takut terhadap kematian, ya siapa juga yang tidak takut dengan hal ini. Sebenarnya aku setuju dengan Popi karena memang benar jika bersama sama akan sulit untuk bergerak lebih baik dibagi dua kelompok, aku meminta Popi menjelaskan rencananya. Popi tersenyum bangga, "Jadi begini.." ia menjelaskan secara rinci apa yang dia rencanakan.

            Kini kami menjalankan rencana, kami dibagi dua kelompok, kelompok pertama menaiki tangga terlebih dahulu dan kelompok kedua menunggu sinyal dari kelompok satu untuk menaiki tangga. Lantai dua terlihat aman, sebenarnya lantai dua lah yang harus diwaspadai karena para perempuan mengatakan kalau lantai itu tempat dimana mereka disekap, kami tidak menyusuri lantai dua terlebih dahulu karena terlalu besar resikonya. Kelompok satu memberikan sinyal untuk menaiki tangga, kelompok satu melanjutkan ke lantai atas dan kelompok dua bersiaga di lantai dua, sebenarnya kelompok dua ini dibagi lagi menjadi beberapa tim berpasangan, kelompok dua membuat domino untuk memberikan situasi ke kelompok satu jika terjadi sesuatu dibawah.

            Azhar dan Azfa yang berjaga di depan tangga lantai dua, Sefiera dan Putri berada di tengah tangga lantai dua menuju lantai satu, Popi dan Mela berada didepan tangga lantai satu. Ya aku bersama kelompok satu bersama Nabil, Hasna, Adilah dan Sasa. Untungnya di lantai satu hanya ada 7 ruangan jadi kami tidak kesulitan untuk mengecek ruangannya, lantai satu situasinya terlalu sunyi seperti tidak terjadi apa apa,  Kami berlima bergerak  perlahan mengecek ruangan, jika kami terlalu jauh sampai hilang pandangan dari Popi dan Mela, kami selalu meninggalkan seseorang untuk menjadi perantara jadi dengan ini pandangan kami semua terhubung satu sama lain, dipaling belakang laki laki dan dipaling depan juga laki laki. Hanya tersisa aku dan Nabil dan hanya tersisa dua ruangan, satu ruangan berada di ujung tengah lorong dan satu lagi berada di hadapan kami. Jika peta itu sesuai dengan kenyataan, pintu yang berada di ujung ruangan itu adalah pintu yang menuju luar, sayangnya kita harus menunggu sampai penjaga berikutnya masuk. Aku memegang kenok pintu dan Nabil bersiaga jika ada serangan mendadak dari dalam, aku memberikan isyarat untuk masuk dalam hitungan ketiga...satu...dua...TIGA!!

            BRAAKK!

 

Disisi lain ditangga depan lantai dua. (POV : Azhar dan Azfa)

            "Sepertinya kondisinya aman disini." Azhar dan Azfa pandangannya tidak berhenti melihat kesana kemari, sebenarnya kami sudah cukup lelah mungkin sudah 9 jam kami berada disini sejak kami terbangun.

            Tiba tiba Azhar memandang sesuatu, seseorang berjalan menghampirinya dengan pakaian berwarna biru, bajunya sangat tidak asing bagi dirinya bahkan bentuk tubuhnya tidak asing juga.

            "DINDA!"

            Azhar menghampiri Dinda bersamaan dengan Azfa, wajah Dinda terlihat sangat ketakutan, tatapannya kosong sepertinya dia terkena trauma berat.

            "Syukurlah kamu selamat, yang lain pada kemana?"

            Dinda akhirnya mengangkat pandangannya dan melihat Azhar, Dinda menunjukkan sebuah ruangan yang berada didalam lorong gelap. "Ke..napa kalian cuman ber...dua, yang lain pada kema...na?"

            "Yang lain berada di atas, mereka mengecek ruangan ruangan, kita kira kalian semua berada di lantai atas, oh iya kenapa kamu keluar sendiri?" Azhar bertanya tanya akan situasi yang dia liat sekarang.

            "Aku... gak sendiri... aku bareng Ira sama Diva..."

            Azhar dan Azfa melihat samar samar keberadaan Ira dan Diva dibelakang, mereka melambaikan tangan memperlihatkan kondisi mereka baik baik saja.

            "Sebaiknya kita memberi tahu yang lain kalau yang lain berada disini."

            " KALIAN! JANGAN KE RUANGAN PALING UJUNG DI ATAS! JANGAN ! JANGAN ! JANGAN!!! DISA...NA...DISANALAH KEBERADAAN PEMBUNUH I...TU... KA...MI DAN.. YANG LAIN DIBA...WA KE RU...ANGAN I..TU SATU...PER..SATU." suara Dinda semakin lama semakin bergetar hebat, ia semakin terbata bata ketakutan.

            "SIAL! Ini gawat kita harus bilang ke mereka secepat mungkin!" Azfa sudah panik ketika mendengar apa yang dikatakan Dinda.

            "Az..az cepet! Kasih tahu yang lain, aku disini ngejagain dinda sekalian aku mau mengecek kondisi yang lain." Azhar memberikan perintah ke Azfa, Azfa mengerti dan segera berlari memberitahu yang lain.

            Dinda segera mengajak Azhar untuk ke ruangan untuk mengecek kondisi yang lain, Azhar mengikuti Dinda berjalan, ia juga berusaha untuk menenangkannya. Ia bertemu dengan Diva dan Ira, mereka berdua berusaha tersenyum menyapa Azhar, hingga tiba di depan ruangan.

            Cklak...

 

POV : Alifito & Nabil

            BRAAK! PLAAANK!

            Sebuah besi melayang ke arah kami, untung saja Nabil dengan sigap menangkis menggunakan Stik Golf. Kami langsung melangkah mundur dan bersiaga, nafas kami seketika tidak teratur karena serangan dadakan ini.

            "Nabil? Uung?" Suara wanita terdengar dari dalam ruangan, kami bisa melihat dengan jelas kalau didalam ruangan yang agak gelap itu ada Vira yang sedang berdiri dibelakang Danu yang sedang memegang pipa besi. "

            "Ehh...Vir?" Kami menurunkan senjata yang kami pegang, hampir saja aku mengeluarkan pistol yang aku bawa, jika aku terlalu terburu buru bisa saja aku membunuh temanku ini.

            "Huuee... Akhir...nya ka...lian datang juga." Tangisan mengalir deras, mereka terlihat cukup lega dengan kedatangan kami, "Kita semua sangat takut disini, kami hanya menunggu giliran untuk dibawa ke ruangan bawah oleh wanita itu, aku tidak tahu bagaimana nasib mereka sekarang, mungkin saja mereka sudah mati."

            "UUNG! NABIL! MENJAUH DARI RUANGAN ITU!"

            "Hah?" Aku dan Nabil melirik ke arah sumber suara, semua yang sedang berjaga segera menghampiri kami berdua, napas mereka terengah engah, mereka langsung mengacungkan senjata mereka ke arah ruangan.

            "Hei apa maksud kalian?!" Danu terkejut melihat teman temannya mengacungkan senjata kepadanya.

            "Harusnya kami yang bertanya begitu, dimana wanita itu! Kenapa ruangan ini isinya kalian? Apa jangan jangan kalian bersekongkol dengan wanita itu?" Suara Azfa semakin meninggi setiap kalimat yang ia tanyakan.

            "Aku tidak mengerti apa yang kalian maksud! Kami disini ketakutan menunggu... teganya kalian berkata bahwa kami bersekongkol dengan wanita iblis itu!" Aufa tetiba muncul bersama Ersa membalas perkataan Azfa lebih tinggi.

            "Hah?! Aku melihat Dinda dilantai bawah dan dia bilang kalau wanita pembunuh itu ada disini!"

            "APA! Dinda? Sungguh?" mereka melirik satu sama lain.

            "Bahkan aku melihat Diva juga Ira dibawah."

            Mereka berlima memelototi kami, "Mereka... bertiga... sudah dibawa oleh wanita itu... mereka digusur satu per satu dari ruangan ini secara paksa, kami hanya bisa mendengar jeritannya menjauh..."

              Kami yang mendengar penjelasan dari mereka seketika membatu dan melihat satu sama lain, sehingga kami tersadar bahwa tiga orang dari kami berada di lantai bawah, Sefiera dan Putri menyusul Azhar yang bersama Dinda.

            "SIAL!!!" Nabil segera berlari ke lantai bawah disusul oleh yang lain.

            Aku berlari paling akhir dan tiba tiba sesuatu dalam bajuku terjatuh, sebuah buku terbuka dan memperlihatkan sebuah halaman.

Disisi waktu sebelum Azhar membuka pintu.

            "Din... apa benar yang lain ada disini?" Azhar sekali lagi bertanya untuk benar benar memastikan.

            "Iya kamu bisa melihatnya setelah membukanya..." Setelah mendapatkan jawaban dari Dinda, Azhar mengenggam kenok pintu dan membukanya perlahan.

            Kriiiiiettt..

            "HAHAHAHHAHAHAHHAHAHHAHAHAHHAHAHAHAHAHHAHAHAHAHA"

            Suara tawa creepy terdengar seketika, Azhar terkejut dengan apa yang ada di dalam ruangan, sebenarnya suara itu berasal dari belakang Azhar hanya saja ia tidak bisa memalingkan wajahnya dari apa yang ia lihat di depan. Kaki yang tak menapak, tangan yang bergelantungan, tatapan kosong yang melihat ke bawah dan sebuah tali yang melilit leher yang menahan tubuhnya tidak terjatuh, darah terus menetes ke lantai, tak hanya satu tubuh ternyata ada dua lagi yang digantung dibelakangnya. Dinda...Diva... dan Ira... mereka bertiga lah yang sekarang Azhar lihat, Azhar bertekuk lutut dihadapan mayat mereka.

            "Gak...gak...gak... ini pasti bohong, ini pasti candaan, gak mungkin gak mungkin!" Azhar meyakinkan dirinya bahwa apa yang ia lihat hanyalah candaan, ia menjatuhkan kepalanya ke lantai dan menangis tidak percaya.

            Sefiera dan Putri yang sedang menyusul seketika berhenti dari langkahnya, mereka berdua melangkah mundur, mereka melihat dibelakang Azhar adanya seseorang, Wanita itu!!! Wanita itu yang berada dibelakang Azhar dan sedang tertawa, tatapan wanita itu seketika berpaling dari Azhar dan sekarang menatap mereka berdua, wanita itu berjalan menghampiri mereka, ia terus mengusap pipi sebelah kirinya sambil berjalan. Putri yang tidak ingin mati mendorong Sefiera hingga tersungkur ke depan, ia sengaja mengorbankan temannya yang penting dirinya selamat. Putri berlari meninggalkan Sefiera sendiri dihadapan wanita itu, Sefiera menangis, ia tak menduga bahwa teman terdekatnya menghianatinya, ia mengutuk Putri bahwa ia akan mati lebih sadis dari pada dirinya tapi tetap saja ia tak tahu bagaimana nasibnya saat ini, Sefiera mengangkat kepalanya dan melihat wanita itu berada di hadapannya.

            "Kulit yang sangat bagus." Tangan yang sangat lembut mengusap pipi Sefiera, "Kamu tidak perlu mengutuk seperti itu, temanmu memang akan mati lebih mengenaskan dari pada dirimu, KARENA SAYA TIDAK MENYUKAI ORANG ORANG SEPERTI TEMANMU."      Wanita itu tersenyum creepy.

            Sefiera memejamkan matanya, ia ketakutan setengah mati, ia ditarik... rambutnya dijambak digusur ke sebuah ruangan, Azhar masih bertekuk lutut hingga ia juga  digusur oleh sang wanita ke ruangan yang sama.

            Nabil yang terburu buru tak sengaja ia bertabrakan dengan Putri, ketika Nabil tersadar bahwa Putri berlari seorang diri ia bertanya bagaimana kondisi Sefiera dan Azhar, Putri tak membalas dan segera berlari ke lantai atas. Dengan tingkah lakunya Putri yang seperti itu terlihat bahwa keadaan dibawah sangatlah genting!  Nabil semakin terburu buru melihat kondisi bawah tapi pada saat ia tiba di depan lorong, ia melihat sepasang kaki yang digusur ke ruangan. Ketika Nabil akan berlari mendekati ruangan itu, seseorang memanggilnya untuk berhenti, Adilah menahan Nabil untuk bergerak secara gegabah, ia berkata jika Nabil kesana mungkin saja itu jebakan seperti yang terjadi kepada Azhar, ia meminta untuk Nabil pergi bersama sama melihat ruangan itu. Mungkin ini bisa menjadi pisau bermata dua, kemungkinan mereka mati bersama atau ini bisa menjadi lebih membantu melawan sang wanita. Satu persatu mereka semua berkumpul hingga ada dua belas orang menghadap lorong yang penuh dengan aura yang mencekam, mereka ketakutan tapi mereka mencoba berdiri dengan tegar, mereka ingin melihat orang orang terkasih yang sedang menunggu dan mengkhawatirkan mereka.

            Kami bergerak berbaris berpasangan, apakah kalian ingat jika ruangan terdapat 7-12 ruangan? Lantai ini memiliki ruangan paling banyak dari pada lantai lain, kami mulai melangkah melewati ruangan pertama dan kami membuka ruangannya  secara perlahan dan hasilnya nihil... ruangan kedua... ruangan ketiga... ketika kami berjalan ke ruangan keempat, dua orang paling depan memberitahu kalau ruangan itu lebih baik untuk tidak dilihat karena ruangan ini sudah terbuka dan ini adalah ruangan dimana Azhar hanya mematung melihat kedalamnya tetapi mereka tetap melihat kedalamnya, mereka menangis dalam sunyi walaupun berat melangkah tapi mereka tetap melakukannya. Ruangan lima... ruangan enam... ruangan tujuh...

            Cklaaak... Krieeeet....

            Deg...deg...deg...deg...deg...degdegdegdeg...

            Detak jantung kami berdetak dengan cepat, sesuatu telah keluar dari sebuah ruangan, ruangan kedelapan! Ruangan dimana Azhar dan Sefiera digusur oleh wanita itu, Sebuah kaki terlihat perlahan makin lama tubuhnya keluar dari pintu, cape yang sangat putih, bersih dan terlihat elegan, sang wanita sudah berdiri dihadapan kami, senyuman nya yang mengerikan tak pernah ia hilangkan dari wajahnya, ia menatap kami, matanya semakin lama semakin melebar hanya saja ada yang berbeda dari wajahnya, kulitnya! kulit sebelah kirinya sedikit melepas dan terlihat ada seperti luka didalamnya, segera ia mengusap pipi sebelah kirinya dan kulit yang sedikit melepas seketika menyatu dengan kulitnya.

            "Ha...Ha...Haha...HAHA...HAHAHA...HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA."

            Tawanya menggema mengisi lorong,  ruangan seketika terlihat bergetar, lampu berkedap kedip menyala mati, penglihatan kami tak akan berpaling dari dirinya, perlahan kami melangkah mundur. Nabil dan Azfa pasangan yang paling depan menyuruh yang lainnya untuk mundur dan lari secepat mungkin, tapi tak ada jawaban dari belakang dan tak ada hentakan mereka berlari, mereka berdua terkejut melihat tidak ada siapa siapa dibelakang mereka dan diri mereka pun ditarik kedalam ruangan.

           

Kondisi dilantai atas...

            Aku sangat terkejut setelah melihat yang ada didalam buku yang kubaca, seseorang menabrak pundakku dari belakang dan ia menghiraukan keberadaanku dan segera bersembunyi di ruangan.

            "Tidak...tidak...tidak...tidak..." Aku tersadar temanku semuanya menghilang, aku berlari menuju lantai dua, bodohnya aku membiarkan semuanya pergi.

            "Seharusnya aku membaca diary Luna ini dari awal awal saat aku mengambilnya, sial...sial...sial...SIAL!" Langkahku semakin cepat menuruni tangga dan tibalah aku dilorong lantai dua.

            Whusssh... Angin dingin menyayat kulitku, terasa aura mencekam dari lorong didepanku, lorong itu sangatlah gelap, hanya ada cahaya dari setiap ruangan yang terbuka. Kakiku tak kuat untuk melangkah maju, rasanya aku ingin kembali ke lantai atas, aku menelan ludah sendiri dan melangkah maju perlahan, aku menggenggam erat buku diary Luna, buku ini yang membuatku berani untuk melangkah ke depan.

            Sesaat lagi aku akan mencapai ruangan yang pertama, ketika aku melihat ke dalam ruangan... aku tersungkur mundur dan mencoba untuk tidak berteriak... di de...pan rua...ngan itu... mata putih menatapku...tangannya menunjukkan ku untuk maju, dua orang itu berdiri di hadapanku... Danu dan Mela, mereka berdua yang menatapku! Aku mencoba berjalan ke depan dan menutup mulutku untuk tidak berteriak dan suara tangisanku. Ruangan kedua... kini Vira dan Finka melakukan hal yang sama... Ruangan ketiga...Aufa Ersa... Nafasku nafasku terasa sangat berat, Ruangan keempat... aku tak bisa menahan teriakanku dan tangisanku... Dinda, Diva dan Ira mereka berdiri dengan tubuh yang penuh dengan luka dan lilitan tali dilehernya, mereka berdiri menunjukkan yang berada di ujung lorong... Aku membutuhkan waktu untuk berdiri dan berjalan kembali... Ruangan kelima, aku mencoba untuk tidak melihat mereka... Hasna Popi... aku berjalan melewati mereka, Ruangan keenam... Adilah Sasa... ku menundukkan kepala tak ingin melihat wajah mereka sampai aku tiba di ruangan ketujuh, ruangan yang dimana di hadapannya terdapat dua pria yang bersamaku dari awal hingga sekarang, Nabil dan Azfa... kupalingkan wajah... aku baru menyadari bahwa mereka semua yang kulewati mengikuti dari belakang bahkan aku tak  ada pilihan untuk terus maju hingga aku tiba di ruangan kedelapan, ruangan ini membuatku mual sangat sangat mual dan aku muntah di tempat, Ruangan yang dimana dua orang didepannya Azhar dan Sefiera yang tak memiliki kulit. Aku tak akan melihatnya untuk kedua kalinya dan tak akan kulihat kebelakang... Kini aku bersandar ke tembok sembari berjalan  ke sebuah 4 ruangan yang berjajar.

            Sungguh aku tak kuat... sangat tak kuat... 3 Ruangan terbuka secara bersamaan, Ruangan ini berbeda dari yang sebelumnya, aku memohon untuk berhenti apa lagi yang harus kulihat saat ini.

            Tap!tap!taptap!taptap!

            Aku menurunkan pandanganku, aku mencoba menutupi memejamkan mata tapi tetap saja aku terkurung disini! Perlahan aku melihat kaki... yang keluar lebih dari sepasang... terus...terus...bukan hanya satu orang yang keluar dari ruangan... kenapa?! Kenapa banyak sekali yang keluar dari ruangan?! Aku terus menunduk tak ingin aku melihat bentukan seperti apa yang berdiri di hadapanku.

            Tuk... sesuatu jatuh dan berguling hingga kebawah pandanganku... perlahan aku kira itu suatu bola tapi kenapa bentuknya tidak bulat ternyata secara perlahan ketika itu akan berhenti, aku tersadar, benda itu memiliki seperti apa yang kumiliki, ternyata itu adalah kepala seseorang! Mata putihnya melihat kepadaku! Aku terkejut dan mau tak mau aku mengangkat pandanganku...Aku tak bisa berkata apa apa dan aku tak bisa menjelaskan apa yang ada dihadapanku, aku hanya tahu kalau... mereka...mereka semua adalah... teman temanku...sekaligus ada dua...guruku... tubuh...tubuh mereka sudah sangat mengenaskan dan kepala yang aku liat itu adalah kepala Arif... Badanku terkujur lemas, sekarang di lorong ini 35 orang mengelilingiku, diantaranya aku melihat jasad ibnu dan sisa perempuan yang tak terselamatkan. Mereka tersenyum menyeringai yang mengerikan bersamaan ke arahku dan mengangkat lengannya menunjukkan sebuah pintu yang masih tertutup.

            KR..i.E...t.ttttt... Whusshhhh

            Pintunya seketika terbuka perlahan, aku melihat dari yang sela kecil hingga membesar, ruangan ini ruangan yang seperti berbentuk kelas, ruangan yang gelap yang penuh dengan bercak darah. Badanku...badanku tak kuat berdiri, aku tak ada senderan, penglihatanku mulai kabur, aku melihat ada seseorang di dalam ruangan itu, kenapa...kenapa didalam ruangan itu ada aku... kenapa aku seperti diborgol dan dirantai... badanku mulai terhuyung huyung sepertinya ini batasanku, aku mempasrahkan diri, aku tak bisa menyelamatkan kawan kawan.

            Sebuah tangan menahan badanku untuk tidak terjatuh, seseorang membantu ku berdiri, ia menopang badanku dan berjalan memasuki ruangan yang seperti kelas itu, aku bisa melihat dengan samar samar diriku yang lain yang sedang diborgol berusaha menjangkauku tapi tidak bisa. Hingga tiba aku memasuki pintu yang berada di ujung. Aku diturunkan dan disenderkan ke tembok, ketika ku mau melihat wajah yang mau menolong, aku sudah pingsan.

           

            Kini aku terbangun di ruangan yang sama tapi memiliki nuansa yang berbeda, aku melihat semua barang ini yang masih bersih dan terlihat sangat cantik, aku berdiri dan melihat ternyata di ruangan yang sempit ini terdapat tangga menuju kebawah, ruangan ini sepertinya tidak ada didalam peta.

            Apakah aku sudah di akhirat? Atau aku sedang bermimpi? 

            "Hei... kemarilah..."

            Suara dari tangga menuju kebawah memanggilku, suara itu terus berulang ulang sepertinya aku memang harus kebawah menuruni tangga, tangga ini tidak gelap sama sekali, bahkan tidak menyeramkan sama sekali, perjalananku kebawah di temani pemandangan lukisan dinding yang sangat cantik. Rasa takutku terasa hilang, aku tiba tempat yang sangat cantik sekali, pernak pernik banyak sekali menghiasi ruangan, ruangan ini seperti ruangan kerajaan.

            "Sepertinya aku memang sudah benar benar mati..." Aku menertawakan nasibku, seharusnya aku sekarang berada di perjalanan menuju akhirat tapi kenapa aku berada di ruangan seperti kerajaan di masa lalu seperti ini.

            "Hahahahaha lucu sekali dirimu ini... kamu belum mati, saya membawamu kesini karena ada sesuatu yang harus kamu ketahui." Ada suara pria di ruangan.

            "Sekarang aku malah mendengar suara pria... eh sebentar ini seperti suara yang tadi kudengar di atas..."

            "Hei...hei sampai kapan kamu mengacuhkan pria dewasa ini, lihatlah kesini ke kursi singgasana."

            "Hah kursi singgasana? " Ternyata terdapat kursi ujung tengah ruangan, kursi itu berada di lantai yang aga cukup tinggi, aku merasa seperti dikerajaan beneran, ada... ada pria bertubuh dewasa sedang duduk disana, hanya saja... duduknya sungguh terlihat ingin memperlihatkan dirinya keren...

            "Lihat keren bukan?" Pria ini semakin banyak gaya dan tingkahnya.

            "Pffft... hahahahahhahha" Aku tertawa, sungguh lucu sekali melihatnya.

            "Hei hei... tidak sopan sekali hahahahaha." Dia malah ikut tertawa, "Kemarilah mendekat."

            Pria ini terlihat sangat baik, suasana saat ini juga tidak ada yang membuatku takut untuk mendekatinya. Semakin jelas aku melihatnya, Pria bertubuh tegap, wajahnya memiliki garis garis yang keras, warna matanya coklat kemerahan walaupun terlihat sudah agak berumur tapi dia memiliki wajah yang sangat tampan apalagi tinggi badannya seperti orang bule, sepertinya emang bule... tapi wajahnya sangat tidak asing bagiku.

            "Sebentar kenapa wajahmu terlihat mirip dengan luna pak? Paman? Eumm om?" Sudah lah aku tak tahu harus memanggilnya apa.

            "Panggil saja saya ayah hahahaha karena sejak dulu saya ingin sekali memiliki anak lelaki." Ia menatapku seperti berharap ingin dipanggil seperti itu, "Oh iya perkenalkan nama saya Brandy."

            Cringeeeee..... "Baik ayah... nama saya Alifito," sepertinya aku akan muntah.

            "Hahahaha, oke ayahmu ini akan menjawab pertanyaamu sebelumnya, iya benar, mungkin kamu baru bertemu dengan Luna dan Lina, kamu belum menjumpai kembarannya satu lagi." Ia berdiri dari singgasananya dan mengajakku untuk duduk di tangga dekat singgasana.

            "Ya, aku sudah membaca buku harianya Luna, namanya kembaran satunya lagi Lena bukan?" sebenarnya ketika aku mengetahui ketiga namanya, aku berpikir bahwa orang tuanya sangat buruk dalam memberi nama... ya sekarang aku berjumpa dengan orangnya.

            "Sepertinya kamu sudah cukup tau banyak tapi sekarang kondisi Lena sangat lah buruk."

            Tak terbayangkan bagaimana nasibnya, "Sebentar... aku masih tidak memahami apa yang terjadi dengan kalian?"

            "Sudah saya duga kamu akan mempertanyakan ini, saya akan menceritakannya sedikit." Tn. Brandy menarik napas dalam dalam sebelum menceritakan yang sebenarnya, ia harus menarik kembali luka yang dalam.

            Ia menceritakan bahwa mereka berempat tinggal disini sebelum kami lahir, Tn Brandy merupakan seorang Bule Belanda, ia sudah ada di Indonesia sejak jaman penjajahan tapi ia merintis usaha lahan disini, di perkampungan ini, ia menjadi seorang pemasok bahan bahan untuk belanda, juga mendapatkan keuntungan dalam perdagangan dalam negri. Suatu hari ia jatuh cinta dengan pribumi dan menjadikannya istri, Istri Tn. Brandy bernama Sekar, Ny. Sekar meninggal ketika melahirkan bayi kembar tiga yang paling tua ialah Luna lalu Lina dan yang terakhir ialah Lena. Situasi ini cukup sulit bagi Tn. Brandy mengurus ketiga anak tanpa seorang Ibu, semua ia berikan kepada anak anaknya bahkan ruangan kerajaan ini adalah keinginan mereka, mereka sangat ingin menjadi tuan putri. Hingga suatu hari ketika mereka berumur 18 tahun, para perkerja dan warga sekitar di adu dombakan oleh seseorang, mereka berkata bahwa tuan tanah di daerah mereka melakukan sebuah ritual mistis membawa malapetaka diruang bawah tanahnya, sebenarnya orang disini tidak percaya tapi perlahan banyak warga yang hilang dan dituduh bahwa Tn. Brandy yang melakukannya, Orang yang melakukan ini hanya ingin kekayaan Tn. Brandy. Perlahan perlahan warga mulai menjauhi Tn. Brandy, anak anaknya bahkan dikucilkan oleh warga ya walaupun masih ada yang percaya dengannya tapi orang orang itu malah menghilang seperti dibunuh oleh seseorang. Suatu hari warga berencana untuk memberhentikan malapetaka ini, ia berbondong bondong mendatangi rumah Tn.Brandy sembari membawa obor dan benda benda tajam di malam hari. Warga mendobrak pintu rumah dan memasuki secara paksa, Tn Brandy lah orang pertama yang menjadi korban, anaknya satu persatu ditangkap dan mereka disiksa hingga tak bernyawa.

            Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka semua, aku mengusap ngusap punggung Tn.Brandy dan memeluknya. Aku meminta maaf karena sudah membuatnya bercerita seperti ini.

            Tn. Brandy tersenyum "Terima kasih, saya salut sama kamu, kamu tidak takut melihat saya seseorang yang sudah tiada."

            "Sudah banyak yang lebih menyeramkan yang aku lihat, jika rupamu seperti ini mana aku bisa takut."

            "Saya akan memberitahu jalan keluar darurat disini, sebenarnya kuncinya saya tahu keberadaanya dan keberadaanya berada di anak termuda saya dan pintunya berada disitu." Tn. Brandy menunjukkan sebuah tempat.

            "Tapi... bagaimana caranya aku keluar jika yang anak anak Ayah menghalangiku bahkan aku merasa aku tak pantas untuk keluar, aku tak bisa menyelamatkan kawan kawanku."

            "Beberapa temanmu masih hidup mereka hanya berada dibawah kendali anak saya, seperti yang ia lakukan kepadamu dalam bus."

            "Berarti selama ini, Ayah mengawasi pergerakan anak anak Ayah? Kenapa Ayah tidak memberhentikan mereka dan kenapa mereka tidak bersama Ayah?"

            Tn. Brandy menghela nafas, "Iya benar, sepertinya mereka memiliki rasa dendam yang sangat tinggi kepada warga warga disini terutama Lina, ia merasa sangat dikhianati, saya tidak memiliki dendam kepada mereka karena saya tahu mereka seperti itu karena di adu domba, saya sampai akhir hayat hanya memikirkan kondisi anak anak saya."

            "Sudah waktunya kamu untuk pergi, saya hampir lupa memberitahu mu kalau nanti akan ada wanita yang menolongmu." Ketika Tn. Brandy berkata seperti itu,penglihatanku mulai kabur "Tolong sampaikan kepada mereka permintaan maafku dan sampaikan kepada mereka..." Aku tersenyum dan memastikan akan menyampaikannya kepada mereka.

            "Terima kasih Ayah..." aku bisa melihat senyum Tn. Brandy untuk terakhir kali sebelum aku terbangun.

            Ruangan sekarang sudah berbeda suasana yang mencekam masih saja berlangsung, kepalaku terasa sangat pusing kini aku berada di ruangan ini sendiri, ruangan sempit yang disisinya ada tangga menuju lantai bawah. Aku berusaha berdiri dan mencoba mengintip pintu didepanku, ternyata masih sama, mereka semua masih berdiri menghadap ke pintuku dan tersenyum menyeringai.

            "Sepertinya aku memang benar benar harus turun tapi bukannya aku tadi ditolong oleh seseorang untuk kesini." Aku segera menutupi pintu dan berjalan ke bawah.

            Dinding lukisan saat ini sudah tertutupi oleh debu dan beberapa sarang laba laba, sangat berbeda jauh ketika aku bertemu dengan Tn. Brandy. Aura mencekam memberikan sambutan kepadaku ketika aku sesaat lagi memasuki ruangan yang bertema kerajaan, sangat mengerikan aku merinding. Tiba aku diruangan, ruangan yang berbanding terbalik 180 derajat, ruangan ini terlihat sangat gelap dan mengerikan, seperti istana penyihir bukannya kerajaan. Dihadapanku aku melihat kursi yang sama hanya saja orang yang menduduki bangku itu lah yang berbeda. Wanita yang sering kita jumpai dan membunuh kami satu per satu.

            "LINA! HENTIKAN SEMUA INI!" Tanpa basa basi aku langsung meninggikan suaraku.

            Lina yang tanpa basa basi juga langsung mendatangiku dan mengangkat tubuhku terpental ke arah tembok disamping, BRAAK!

            "Sungguh lancang sekali mulutmu dan berani beraninya kamu menyebut NAMA SAYA!" Tubuhku berulang kali di tabrakan ke arah tembok hingga memar semua tubuh sebelah kanan, "Apakah kamu tahu, dirimu itu sangatlah beruntung bahkan kamu seharusnya sudah mati ditanganku seperti teman temanmu!"

            Aku tergelepak, seharusnya aku tak langsung berbicara seperti tadi. "Bukankah kamu marah seperti ini karena kamu dendam kepada rakyat disini? Kenapa!KENAPA KAMU MEMBUNUH KAMI!"

            "Karena kalian! Mempunyai darah yang sama dengan mereka! LIHATLAH LIHATLAH KAMI!"

            "Uhhhuuuk... ta...pi kami semua tidak ada hubungannya dengan masa lalu kalian..."  aku berusaha bangun dan menatap ke arah dirinya.

            "Karena kalian hanyalah pelampiasan bagi kami! saya bahkan sudah membunuh banyak keturunan keturunan mereka."

            "Bukankah ibumu adalah seorang seperti kami..." diriku terasa sangat nyeri sekali.

            "DARI MANA KAU TAHU SEMUA INI! ORANG SEPERTI MU TAKKAN MENGERTI KAMI!" Tubuhku dilempar ke arah bangku singgasana.

            BHUAK! Sepertinya tulangku ada yang retak, tubuhku jatuh ditangga, Lina semakin menggebu gebu dan sangat marah besar.

            Cring...cring....cring...suara besi terdengar sangat jelas, suara nya terdengar jelas dekat diriku, aku menahan rasa sakit tapi tidak bisa, aku berusaha melihat dimana suara besi itu berasal, merangkak...aku merangkak menaiki tangga dan melihat seseorang sedang dirantai, ia mendekatiku... ia merangkak juga seperti apa yang kulakukan, rambutnya sangat berantakan semakin ia bergerak semakin jelas suara suara besi, ternyata itu berasal dari rantai terputus yang berada dikaki dan kedua tangannya, tubuhnya penuh dengan luka bahkan kakinya terlihat sudah tak karuan ada beberapa yang patah tapi mataku tertuju kepada sesuatu yang selalu ia pegang, terlihat dari ujungnya bahwa itu adalah sebuah kunci! Aku teringat perkataan Tn. Brandy anak termudanya yang memegang Kunci untuk pintu darurat.

            "Lena?"

            Tubuhku melayang, aku diangkat oleh Lina tepat di leherku "JANGAN PERNAH MENYEBUT NAMA KAMI! MEMANG SEHARUSNYA KAMU MATI SEKARANG." Genggamannya semakin lama semakin kuat, aku kesulitan bernafas, aku berusaha melepaskan genggamannya tapi dia terlalu kuat. Mataku mulai mengkabur.

            Tubuhku terjatuh kelantai, seseorang telah melepaskan genggamannya, akhirnya aku bisa bernafas perlahan mataku mulai melihat jelas kembali, kini dihadapanku ada seorang wanita yang memegang tangan Lina.

            "Luna... kenapa kamu memegang tanganku? Kenapa kamu menahanku?" Lina menatap tajam kepada Luna yang dihadapannya, ternyata Luna lah yang menghentikan Lina ketika mencekikku.

            "KENAPA... KENAPA KAMU MENOLONGNYA LUNA?! LEPASKAN TANGANKU!" Lina berusaha untuk melepaskan tangannya tapi genggaman Luna sangatlah kuat.

            Luna hanya membuka matanya lebar dan manatap balik Lina, suasana terasa sangat dingin sekali, aku kedinginan bahkan seketika terasa ada gempa, benda benda disekitar sini bergetar dan berjatuhan dari tempat asalnya.

            "Hentikan... hentikan..."

            "APA KAMU AKAN MENGKHIANATI KITA LUNA!" Luna menghempaskan tubuh Lina, Lina yang merasa dikhianati oleh kembarannya sendiri semakin marah besar, ia berpikir kalau dirinya sudah tak berarti lagi bagi Luna, Luna bahkan hingga menolong orang yang baru saja ia temui.

            "KAMU HANYA DIAM!  TAK BERSUARA!" Wujud asli Lina sekarang terlihat, kulitnya mengelupas berjatuhan karena hempasan dari Luna, kulit hitam penuh luka dan bagian wajahnya sudah rusak parah, seperti orang yang mati terbakar.

            "hentikan... henti...kan..."

            Aku melihat perdebatan mereka, melihat wujud Lina dan Lena semakin membuatku kasihan kepada mereka, Lina yang sedah diselimuti kebencian menyerang Luna hingga terkapar, hingga aku tersadar akan sesuatu yang berada di tubuh Luna, sebenarnya wujud kematian Luna memang sudah tampak jelas hanya saja tertutupi oleh pakaian yang ia pakai.

            "hentikan...hentikan...hentikan...hentikan..."

            Suara gumamam Lena terdengar olehku, Lena sangat ketakutan melihat kedua saudarinya berkelahi satu sama lain.

            Tap...tap...tap...tap...

            Suara langkah kaki terdengar dari lorong tangga, badanku yang sakit membuatku tak bisa berpikir siapa orang yang akan datang, apakah teman temanku, jika iya berarti hanya Putri yang kesini tapi sepertinya dia tidak mungkin berani datang kesini.

            Dari kegelapan seorang wanita muncul, ia berpakaian kebaya, jalannya sangat anggun dan bermartabat, ia tersenyum sungguh manis ia agak menundukkan pandangannya hingga ia tiba di depan ruangan dan mengangkat pandangannya juga membuka perlahan matanya. Bola matanya berwarna coklat keemasan, ia menatap ke arah kami tapi ia tidak memancarkan atau memperlihatkan sesuatu hal yang buruk, jika kamu melihatnya mungkin kamu tak akan mempaling pandangan dan merasa luluh.

            "Kenapa...kenapa seorang pribumi sepertimu bisa masuk kesini...?" Mereka bertiga matanya tertuju kepada wanita pribumi.

            "Cah ayu... sampun cekap, kula mriki sanes kajeng sumerep sampeyan-sampeyan tangled." Wanita pribumi itu berbicara bahasa jawa, aku tak bisa mentafsirkan apa yang ia bicarakan.

            "SIAPA KAMU MELARANG KAMI!"

            "Kula enggal emut menawi sampeyan-sampeyan dereng nate kepanggih kula kalih langsung." Suaranya terdengar sangat halus dan lembut, "Ibu akhirnya bisa melihat kalian secara langsung, Putri putri ibu kini suduh tumbuh besar dan cantik." Tetesan air mata mengalir di pipinya.

            Aku tertuju pada kata 'Ibu',  ketika ia menangis aku tersadar wajahnya terlihat sangat mirip dengan mereka bertiga, mereka bertiga seketika berhenti dan menitikan air mata. Mereka memalingkan wajahnya dan tak ingin tubuh mereka yang hancur dilihat oleh sang ibu, rasa bersalah, rasa malu dan rasa rindu tercampur aduk. Tak ada satupun dari mereka yang menghampiri Ny. Sekar atau ibu mereka. Lina bahkan yang sedang marah seketika memorak-porandakan barang disekitarnya.

            Ny. Sekar menghampiri Lina, "Lina sayang... berhenti nak." Ny. Sekar menggenggam tangan Lina, Lina menolak dan malah melukai wajah Ny. Sekar, Ny. Sekar tetap menggenggam tangannya dan memeluk Lina anaknya. Sekuat apapun Lina melawan, kasih sayang seorang Ibu dan rasa rindu ingin bertemu Ibunya tak ada yang bisa mengalahkan, "Ibu jangan melihat aku bu..."

            "Apapun rupamu apapun wujudmu, kamu tetaplah anak ibu Lina..." Ny. Sekar mengusap lembut rambut anaknya, Lina menangis mendengar perkataan ibunya, "Lena... sini sayang." Ny. Sekar mengulurkan tangannya ke arah Lena, Ny. Sekar tersenyum, Lena perlahan menggapai tangan sang ibunda, Rantai yang mengekangnya seketika terlepas, aku melihat keajaiban, tubuh Lena seketika terlihat normal kembali seperti manusia biasa, tangisan sudah membanjiri pipinya, "Ibu...Ibu..." Lena memiliki mata yang sangat spesial ia memiliki 2 bola mata warna yang agak berbeda warna mata coklat keemasan dan kemerahan, rambutnya yang terurai panjang menambah kecantikan Lena, Lena berhasil menggapai tangan Ibunda dan ia tersenyum, lesung pipi yang manis, Lena memeluk sang Ibu, ketika aku melihat ke arah Lina ternyata Lina memiliki paras wajah  yang sangat cantik dan pemalu, dia memiliki mata merah seperti Tn. Brandy.

            Luna hanya duduk melihat dua saudari kembarnya memeluk ibunya, Ny. Sekar tersenyum ke arah Luna, ia menunjukkan masih ada tempat untuk memeluk dirinya, Luna berusaha tegar tak ingin dilihat oleh ibunya dia menangis, tapi ia lebih sakit membohongi dirinya. "Luna..." Ny. Sekar menyuruhnya untuk menghampirinya.

            "I...bu...i..bu...ibu" Untuk pertama kali suara Luna keluar, suara yang penuh dengan luka, Luna sebenarnya terbunuh dan tubuhnya termutilasi, bahkan suaranya hancur saat itu.

            "Terima kasih sudah menggantikan Ibu nak, kamu sudah sangat baik menjaga mereka berdua." Jeritan Luna menangis deras.

            Aku berusaha untuk bangun duduk dan melihat pandagan yang sangat mengharukan, Ny. Sekar memandangku ia berkata terima kasih kepadaku dan tersenyum, Aku membalasnya dan tersenyum kembali, sepertinya apa yang dikatakan Tn. Brandy benar bahwa akan ada seorang wanita yang menolong diriku.

            "Segera lah tolong teman temanmu, beberapa dari mereka yang selamat sudah tersadar, sebentar lagi suatu hal yang buruk akan tiba kesini."

            Mendengar perkataan dari Ny. Sekar badanku segera bangkit tapi luka yang ada di tubuhku terlalu sakit hingga aku tak kuat berdiri.

            "Lihatlah gara gara ulah kalian, dia yang tak tahu apa apa hingga kesakitan seperti itu." Ny. Sekar berbicara kepada 3 anaknya dan menatapnya.

            Mereka bertiga langsung berdiri dan menghampiriku, melihat mereka bertiga menggunakan pakaian cape  yang serasi terlihat sangat lucu ya walaupun seharusnya umurnya lebih tua dariku tapi mereka terlihat seperti anak anak seumuranku. Terlihat dari mereka yang mau menolongku sebenarnya mereka itu anak anak yang sangat baik, Lena mengulurkan tangannya sambil tersenyum, lesung pipinya terlihat dan terlihat sangat sangat sangat manis! Aku meraih lengannya dan Lina segera membantu menopang badanku, ia malu dan memalingkan wajahnya dari ku "Maafkan aku...", ak tertawa melihat tingkah lakuknya ya sebenarnya untuk memaafkan secepat ini memanglah sangat sulit tapi aku berusaha untuk memahami bagaimana kondisinya juga, aku hanya membalasnya tersenyum. Luna bingung akan membantuku apa, ia hanya tersenyum dan melihat bangga kedua saudarinya, akhirnya Luna membantu mengenakan tas  kepadaku yang terjatuh.  

            Aku berjalan dibantu oleh Lina, Luna berada di depan dan Lena berada dibelakangku, kami menaiki tangga untuk segera membantu yang lain, semua kondisi seharusnya sudah menjadi lebih baik, permasalahan di dalam sini sudah selesai.

            Tapi... apa yang kupikir ternyata salah, ketika aku berada di depan pintu terdengar keributan dan teriakan dari sebrang sana. Aku menatap mereka bertiga, ku bertanya kepada mereka apa yang mereka lakukan kepada teman temanku.

            "Tidak tidak... itu bukan dari kami." Lina menjawab dan mencoba meyakinkanku.

            "Lebih baik kita segera melihatnya." Luna langsung membuka pintu.

           

            Teman temanku semuanya berteriak histeris, mereka terbangun ditumpukan mayat teman temannya. Aku sudah ketakutan setengah mati kukira akan terjadi lagi hal yang buruk, aku menghampiri mereka bersama mereka bertiga.

            "Hei kalian!"

            "Uung?" Seseorang langsung mengenaliku, Azfa orang pertama yang melihatku.

            Hanya ada beberapa yang selamat, mereka yang selamat adalah yang terakhir terculik di lorong ketika mau menyelematkan Azhar, orang orang yang kejadian sebelum itu tidak ada yang selamat.

            "AAAAA PEMBUNUH ITU ADA DISINI..." Beberapa dari mereka berteriak histeris ketika melihat Luna,Lina dan Lena.

            "Tidak tidak tenang, mereka bertiga tidak akan menyakiti kalian."

            "Sungguh kami tidak akan menyakiti kalian, disini kami akan membantu kalian keluar dari sini." Lina mencoba berbicara dengan mereka.

            "DASAR PEMBUNUH MANA BISA KAMI PERCAYA KEPADAMU!"

            Aku menghampiri mereka perlahan, "Percayalah padaku, mari kita keluar dari sini, mari kita semua masuk ke dalam ruangan itu."

            "APA KAU SUDAH GILA UNG?!"

            "Azfa... Nabil percayalah kepadaku..."

            Tidak ada orang yang percaya kepadaku, hanya ada satu yaitu Azfa, ia percaya kepadaku ketika aku memberitahu bahwa ada Luna yang menolongku. Azfa menjelaskan kepada mereka bahwa jika memang benar ini salah satunya jalan mungkin kita semua bisa masih selamat, walaupun salah setidaknya dia bisa mati lebih cepat dari pada berada di neraka ini lebih lama lagi. Perlahan ada beberapa orang yang percaya kepadaku, Nabil...Vira...Adilah...Popi...Finka, totalnya hanya ada enam orang yang mengikuti rencanaku tapi aku tetap tidak puas, aku menginginkan semua nya ikut.  Ada seseorang yang terus melihatku dari tadi, satu satunya laki laki yang tersisa yaitu Danu, aku bertanya kepadanya dan mengajaknya untuk kesini. Danu perlahan mendekatiku, aku tersenyum menyambutnya tapi tiba tiba ia mengambil sesuatu dalam tasku dan menodongnya ke arahku, iya itu adalah sebuah pistol yang kutemui di ruangan lantai bawah!

            "Jangan memaksa kami untuk ikut rencana busukmu itu ung! Jika kamu tetap memaksa kami maka akan aku tembak pistol ini!" Danu menggertak keras kepadaku.

            "Danu... percayalah padaku." Aku berusaha menggapai dirinya.

            "Berhenti ung!"

            Aku tak bisa berhenti, aku terus memohon kepadanya, "Nu..."

            DUARRR!

            Danu menembakkan peluru pertama, aku terkejut, tak kusangka Danu berani melakukannya sayangnya pelurunya meleset dan tak mengenai diriku tapi seseorang yang berada dekatku terjatuh. Danu membelokkan arah tembakannya dan tepat mengenai dada Finka.

            "ITU... ITU BUKAN SALAHKU...ITU SALAH KAMU UNG! LAGIAN MEMANG DIA AKAN MATI JUGA NANTI!" Wajah Danu terlihat ketakutan ia bergetar.

            Mataku seketika tertuju kepada sesuatu yang bercahaya jauh dibelakang mereka, Kenapa... kenapa ada orang disitu? Bukan hanya satu tapi banyak.

            Semuanya yang bersamaku sedang ribut menolong Finka yang di akhir hayatnya, Luna dan Lena juga membantu memberhentikan pendarahan.

            "Lina... siapa mereka?" Aku melirik wajah Lina, Lina wajahnya ternganga ketakutan, nafasnya terdengar jelas.

             "Ini... ini seperti kejadian waktu, waktu dimana kami bertiga terbunuh." Lina menatapku, aku tak menyangka mereka akan melakukan itu, "Sepertinya mereka kesini karena semua kejadian ini, diantara mereka ada yang mempunyai ilmu yang bisa merasakan suatu kejadian yang buruk."

            "HAI NAK! KEMARILAH! KAMI DATANG UNTUK MENYELAMATKAN KALIAN!"  Salah satu dari mereka berteriak, mereka terus berteriak bahwa mereka akan menyelamatkan kita.

            "Jangan...jangan kesana...itu hanyalah jebakan, percayalah kepadaku." Lina berbicara ke semua yang mengikutiku, "Sebaiknya kita segera masuk, sebelum mereka benar benar melihat kita."

            "Bukankah kalian sangat kuat bahkan seharusnya kalian bisa membasmi mereka." Azfa melihat ke arah mereka bertiga.

            "Sepertinya kutukan kami sudah hancur, kutukan kami berasal dari amarah dan kebencian kami kepada pribumi, sekarang kami hanya memiliki bentuk seperti manusia biasa." Luna menjelaskan semuanya dengan singkat.

            Aku melirik ke arah Luna dan Lena bagaimana keadaan Finka, Mereka menggelengkan kepalanya dan menunduk, Finka sudah tak terselamatkan. Satu lagi kejadian buruk terjadi, mungkin akan banyak lagi kejadian buruk karena kami belum keluar dari lantai bawah ini.

            Danu, Sasa, Mela, Ersa, Aufa dan Hasna berjalan mendekati sekumpulan warga, ketika mereka terjangkau dari pencahayaan obor mereka, DHUAR!!! Suara tembakan kembali terdengar, kali ini bukan dari salah satu kami tapi dari orang orang disana.

            Seseorang tertembak, bahkan bukan hanya tembakan, mereka melemparkan benda benda tajam dan obor api mereka, sampai ada sesuatu yang mereka lempar, bukan benda tajam ataupun obor tapi bagian tubuh seseorang, seseorang ini pasti salah satu teman kami yang berada dilantai atas.

            Mereka yang masih selamat langsung menunduk dan pergi berlari ke arah belakang, Danu orang yang mati pertama terkena tembakan, Sasa dan Ersa korban yang terkena benda benda tajam. Sisa nya berusaha berlari, kami yang berada diujung lorong ingin meninggalkan mereka tapi kami tak bisa, kami tak bisa seegois itu, aku melihat pistol yang dipegang Danu sebelumnya terkapar dilantai di dekat kami. 

            "Nabil disana ada pistol!" Aku berteriak dan menunjukkan keberadaan pistol itu.

            Hasna, Aufa dan Mela mencoba menghindar tapi tembakan senjata api terus menembakinya, Mela terkena tembakan tepat dikakinya, ia jatuh dan tak tiba tiba obor datang tepat mengenainya. Luna tak kuat melihat mereka ketakutan berlari ke arahnya, ia bangkit dan segera berlari tapi bukan ke arah mereka melainkan ke arah Pistol tersebut, kami tak menduga  akan melakukan hal senekat ini, ia berlari sembari melindungi kepalanya. Kobaran api terus merambat semua ke arah kami, Luna berhasil mendapatkan pistol itu dan melemparkannya ke Nabil.

            "HEI KAMU TANGKAP!"

            Nabil langsung bergerak untuk menangkap Pistolnya, ia berlari dan menyeluncurkan badannya untuk menangkap pistol. Hap...Nabil berhasil mendapatkannya dan ia mengarahkan tembakannya ke orang yang menggunakan senjata, hanya Nabil seorang yang pernah menggukanan senjata api karena Ayah Nabil adalah seorang polisi tapi... peluru Nabil hanya mengenai pundaknya, Nabil langsung menembak ulang dan mengarahkan benar benar tepat. Sayangnya... Orang itu sempat menembaki peluru akhirnya, peluru itu mengarah kepada Hasna yang sebentar lagi tiba ke arah kami.

            "HASNA!!!" Seseorang! Seseorang mendorong tubuh Hasna dan menggantikan diri Hasna tertembak.

            Tubuhnya perlahan jatuh dan tergeletak, sayangnya puluru langsung mematikan, sebuah kesialan pelurunya tepat mengenai kepalanya. Kami kehilangan kawan kami lagi, Hasna dan Aufa berhasil selamat hanya saja Popi lah yang harus menjadi korban keselamatan mereka.

            Kobaran api mulai membesar dan merambat kemana mana, kami tak ada waktu untuk menangisi semua ini, sekarang wajah duka kami bahkan terlihat oleh orang orang diseberang sana.

            "CEPAT! CEPAT KALIAN HARUS PERGI DARI SINI!" Luna segera bangun dan membantu kami semua untuk memasuki dan turun ke ruangan pelarian.

            Semuanya berlari sekuat tenaga mereka, terdengar isak tangis dari mereka semua ketika berlari. Hingga akhirnya kita semua tiba diruang bawah tanah. Mereka mulai berhenti sejenak untuk mengambil nafas sesaat.  Aku merasa senang bisa menyelamatkan beberapa kawanku ya walaupun tidak banyak tapi setidaknya aku bisa tenang.

            Aku menyuruh mereka untuk pergi dan menggeserkan kursi singgasana itu bersamaan karena kursi itu sangatlah berat, sebelum pergi aku meminta kuncinya kepada Lena dan Lena memberikannya dengan senang hati, ia tersenyum sangat manis seperti biasa. Aku memberikannya kunci itu kepada Azfa, Azfa tersenyum dan mengangguk mengerti.

            "Aku akan bicara kepada mereka terlebih dahulu." Ucapku kepada mereka.

            Mereka langsung berjalan membukakan kursi itu, ternyata benar kursi itu sangatlah berat. Mereka menangis tetapi mereka sekuat tenaga untuk menggeserkannya, perlahan tapi pasti, sebentar lagi mereka akan bebas.

            "Yah ini pertemuan terakhir untuk kita, sejujurnya aku sempat bertemu dengan Ayah kalian Tn. Brandy, ia orang yang benar benar sangat baik." Aku menghela nafas dan tersenyum kepada mereka bertiga.

            "Apa? Kamu bertemu ayah kami?!" Ucap mereka secara bersamaan.

            "Iya benar, ayah kalian sangatlah konyol tapi dia sangat keren." Aku tertawa, mereka juga ternyata ikut tertawa bersamaku dan sungguh melihat mereka tertawa sangatlah menyejukkan, pesona mereka berbeda satu sama lain tapi menjadi satu padu, "Oh iya, Ayah bahkan ingin menitipkan permohonan maafnya kepadaku, ia sangat menyesal telah membuat kalian seperti ini."

            "Ayah memang sangat menyebalkan tapi dia tetaplah ayah yang terbaik bagi kami." Luna menyampaikan perasaanya, "Ayah tak perlu minta maaf, Ayah tak pernah berbuat salah dan kami bangga bisa menjadi anak Ayah dan Ibu." Lina dan Luna mengangguk setuju dengan apa yang disampaikan saudarinya.

            "Dan satu lagi sebelum hari  berganti, Selamat ulang tahun kalian bertiga Luna,Lina dan Lena, aku dan ayah ingin sekali menyampaikan ini kepada kalian bertiga."  Aku tersenyum manis.

            "Terima kasih! Sebentar kenapa rasanya kamu seperti saat berbicara ayah kami, rasanya itu seperti ayahmu." Mereka bertiga berterima kasih dan Lina seketika bertanya.

            "Sebenarnya ayah kalian menginginkan sekali anak lelaki, jadi ya aku memanggilnya ayah hahaha..." Aku menggaruk garuk kepalaku yang tak gatal, "Maaf aku tak bisa memberikan kalian apa apa dan sepertinya teman temanku sudah keluar dan ibu pun sudah kembali dari menahan pintu atas untuk warga itu tidak kabur."

            "Oh iya sebelum aku pergi, Maafkan aku Luna sebenarnya aku sudah mencuri dan membaca buku diary mu sayangnya buku diarynya tidak ada bersamaku." Aku menyampaikan salah terakhirku, aku hendak pergi tapi mereka semua menahan tanganku.

            "Tidak apa apa untuk masalah buku diaryku, aku bisa menceritakan semuanya jika kamu mau, mungkin nanti kita akan menghabiskan waktu banyak untuk bercerita." Luna tersenyum.

            "Untuk masalah hadiah, kami mendapatkan adik laki laki adalah suatu hadiah terbesar bagi kami, benar kan?" Lena melihat ke arah Luna dan Lina, mereka berdua mengangguk setuju dengan semangat.

            "Ya udah saatnya kita pulang, Ibu dan Ayah sudah menunggu." Lina menarik lenganku untuk ikut bersamanya.

            Aku tersenyum dan senang bahagia, aku berjalan berlawanan arah dengan teman temanku, aku melihat kearah belakang dan melihat tubuhku yang tergeletak di dekat kursi Singgasana, aku mengembalikan pandanganku kepada mereka bertiga.

           

           

             

 

           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun