Deg...deg...deg...deg...deg...degdegdegdeg...
      Detak jantung kami berdetak dengan cepat, sesuatu telah keluar dari sebuah ruangan, ruangan kedelapan! Ruangan dimana Azhar dan Sefiera digusur oleh wanita itu, Sebuah kaki terlihat perlahan makin lama tubuhnya keluar dari pintu, cape yang sangat putih, bersih dan terlihat elegan, sang wanita sudah berdiri dihadapan kami, senyuman nya yang mengerikan tak pernah ia hilangkan dari wajahnya, ia menatap kami, matanya semakin lama semakin melebar hanya saja ada yang berbeda dari wajahnya, kulitnya! kulit sebelah kirinya sedikit melepas dan terlihat ada seperti luka didalamnya, segera ia mengusap pipi sebelah kirinya dan kulit yang sedikit melepas seketika menyatu dengan kulitnya.
      "Ha...Ha...Haha...HAHA...HAHAHA...HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA."
      Tawanya menggema mengisi lorong,  ruangan seketika terlihat bergetar, lampu berkedap kedip menyala mati, penglihatan kami tak akan berpaling dari dirinya, perlahan kami melangkah mundur. Nabil dan Azfa pasangan yang paling depan menyuruh yang lainnya untuk mundur dan lari secepat mungkin, tapi tak ada jawaban dari belakang dan tak ada hentakan mereka berlari, mereka berdua terkejut melihat tidak ada siapa siapa dibelakang mereka dan diri mereka pun ditarik kedalam ruangan.
     Â
Kondisi dilantai atas...
      Aku sangat terkejut setelah melihat yang ada didalam buku yang kubaca, seseorang menabrak pundakku dari belakang dan ia menghiraukan keberadaanku dan segera bersembunyi di ruangan.
      "Tidak...tidak...tidak...tidak..." Aku tersadar temanku semuanya menghilang, aku berlari menuju lantai dua, bodohnya aku membiarkan semuanya pergi.
      "Seharusnya aku membaca diary Luna ini dari awal awal saat aku mengambilnya, sial...sial...sial...SIAL!" Langkahku semakin cepat menuruni tangga dan tibalah aku dilorong lantai dua.
      Whusssh... Angin dingin menyayat kulitku, terasa aura mencekam dari lorong didepanku, lorong itu sangatlah gelap, hanya ada cahaya dari setiap ruangan yang terbuka. Kakiku tak kuat untuk melangkah maju, rasanya aku ingin kembali ke lantai atas, aku menelan ludah sendiri dan melangkah maju perlahan, aku menggenggam erat buku diary Luna, buku ini yang membuatku berani untuk melangkah ke depan.
      Sesaat lagi aku akan mencapai ruangan yang pertama, ketika aku melihat ke dalam ruangan... aku tersungkur mundur dan mencoba untuk tidak berteriak... di de...pan rua...ngan itu... mata putih menatapku...tangannya menunjukkan ku untuk maju, dua orang itu berdiri di hadapanku... Danu dan Mela, mereka berdua yang menatapku! Aku mencoba berjalan ke depan dan menutup mulutku untuk tidak berteriak dan suara tangisanku. Ruangan kedua... kini Vira dan Finka melakukan hal yang sama... Ruangan ketiga...Aufa Ersa... Nafasku nafasku terasa sangat berat, Ruangan keempat... aku tak bisa menahan teriakanku dan tangisanku... Dinda, Diva dan Ira mereka berdiri dengan tubuh yang penuh dengan luka dan lilitan tali dilehernya, mereka berdiri menunjukkan yang berada di ujung lorong... Aku membutuhkan waktu untuk berdiri dan berjalan kembali... Ruangan kelima, aku mencoba untuk tidak melihat mereka... Hasna Popi... aku berjalan melewati mereka, Ruangan keenam... Adilah Sasa... ku menundukkan kepala tak ingin melihat wajah mereka sampai aku tiba di ruangan ketujuh, ruangan yang dimana di hadapannya terdapat dua pria yang bersamaku dari awal hingga sekarang, Nabil dan Azfa... kupalingkan wajah... aku baru menyadari bahwa mereka semua yang kulewati mengikuti dari belakang bahkan aku tak  ada pilihan untuk terus maju hingga aku tiba di ruangan kedelapan, ruangan ini membuatku mual sangat sangat mual dan aku muntah di tempat, Ruangan yang dimana dua orang didepannya Azhar dan Sefiera yang tak memiliki kulit. Aku tak akan melihatnya untuk kedua kalinya dan tak akan kulihat kebelakang... Kini aku bersandar ke tembok sembari berjalan  ke sebuah 4 ruangan yang berjajar.