"Nabil disana ada pistol!" Aku berteriak dan menunjukkan keberadaan pistol itu.
      Hasna, Aufa dan Mela mencoba menghindar tapi tembakan senjata api terus menembakinya, Mela terkena tembakan tepat dikakinya, ia jatuh dan tak tiba tiba obor datang tepat mengenainya. Luna tak kuat melihat mereka ketakutan berlari ke arahnya, ia bangkit dan segera berlari tapi bukan ke arah mereka melainkan ke arah Pistol tersebut, kami tak menduga  akan melakukan hal senekat ini, ia berlari sembari melindungi kepalanya. Kobaran api terus merambat semua ke arah kami, Luna berhasil mendapatkan pistol itu dan melemparkannya ke Nabil.
      "HEI KAMU TANGKAP!"
      Nabil langsung bergerak untuk menangkap Pistolnya, ia berlari dan menyeluncurkan badannya untuk menangkap pistol. Hap...Nabil berhasil mendapatkannya dan ia mengarahkan tembakannya ke orang yang menggunakan senjata, hanya Nabil seorang yang pernah menggukanan senjata api karena Ayah Nabil adalah seorang polisi tapi... peluru Nabil hanya mengenai pundaknya, Nabil langsung menembak ulang dan mengarahkan benar benar tepat. Sayangnya... Orang itu sempat menembaki peluru akhirnya, peluru itu mengarah kepada Hasna yang sebentar lagi tiba ke arah kami.
      "HASNA!!!" Seseorang! Seseorang mendorong tubuh Hasna dan menggantikan diri Hasna tertembak.
      Tubuhnya perlahan jatuh dan tergeletak, sayangnya puluru langsung mematikan, sebuah kesialan pelurunya tepat mengenai kepalanya. Kami kehilangan kawan kami lagi, Hasna dan Aufa berhasil selamat hanya saja Popi lah yang harus menjadi korban keselamatan mereka.
      Kobaran api mulai membesar dan merambat kemana mana, kami tak ada waktu untuk menangisi semua ini, sekarang wajah duka kami bahkan terlihat oleh orang orang diseberang sana.
      "CEPAT! CEPAT KALIAN HARUS PERGI DARI SINI!" Luna segera bangun dan membantu kami semua untuk memasuki dan turun ke ruangan pelarian.
      Semuanya berlari sekuat tenaga mereka, terdengar isak tangis dari mereka semua ketika berlari. Hingga akhirnya kita semua tiba diruang bawah tanah. Mereka mulai berhenti sejenak untuk mengambil nafas sesaat.  Aku merasa senang bisa menyelamatkan beberapa kawanku ya walaupun tidak banyak tapi setidaknya aku bisa tenang.
      Aku menyuruh mereka untuk pergi dan menggeserkan kursi singgasana itu bersamaan karena kursi itu sangatlah berat, sebelum pergi aku meminta kuncinya kepada Lena dan Lena memberikannya dengan senang hati, ia tersenyum sangat manis seperti biasa. Aku memberikannya kunci itu kepada Azfa, Azfa tersenyum dan mengangguk mengerti.
      "Aku akan bicara kepada mereka terlebih dahulu." Ucapku kepada mereka.