Kami berbondong bondong mengikat pria itu dan menggantungnya, hanya saja... Kita bukan menggantung kakinya tetapi menggantung lehernya.
      Kami sudah berdiskusi untuk melakukannya karena setelah melihat teman kami yang tewas dan keberadaan kami yang tidak tahu dimana dan mungkin saja masih banyak korban selain Ibnu, apalagi para perempuan kelas belum ditemukan. Kami menyiapkan berbagai alat untuk keluar dan memeriksa keadaan tentu saja kami membawa pisau yang dibawa oleh pria itu. Kami menaruh jasad ibnu dilantai menutupkan matanya dan wajahnya dengan jaket salah satu dari kami.
      Maafkan kami ibnu.
      Kami memberikan salam terakhir dan berjalan keluar dari ruangan, aku melihat samar samar ke arah ruangan, disana ada bayangan yang tersenyum. Ia seperti berkata sesuatu.
      Â
      Kami berenam berjalan menelusuri lorong, kian lama kian gelap tetapi ketika berada di ujung lorong kami menemukan sebuah ruangan yang sangat besar dan megah. Ini seperti bukan rumah biasa tapi seperti lantai gedung yang cukup kuno tapi masih terawat.
      "Oh iya apakah dari kalian ada yang memegang handphone?" Azfa seketika bertanya.
      "Az... Mana ada penculik yang membiarkan handphone korbannya tetap bersama mereka." Aku menjawab pertanyaanya
      "Bukankah aneh jika gedung sebesar ini dirawat sendiri oleh bapak itu?" Fabian juga bertanya.
      "Hmm... Masuk akal...Sepertinya ada orang lain disini,kita harus lebih berhati hati nih!" Balas Nabil dengan nada tinggi.
      Kami segera menyusun strategi untuk membagi bagi pandangan, beberapa harus ada yang mengecek arah belakang dan beberapa lagi di depan, keringat dingin bercucuran, kami sungguh menahan rasa takut tapi harus fokus untuk bertahan hidup dan menolong yang lain.