2. Penyesuaian dengan Kebutuhan Masyarakat : UU tersebut mengalami penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat, termasuk dalam hal-hal seperti hak atas tanah, pemanfaatan sumber daya alam, perlindungan lingkungan, dan hak-hak pemilik tanah.
3. Dinamika UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam sistem hukum nasional mengalami berbagai perkembangan sejak disahkan. Beberapa perubahan dan penyesuaian telah dilakukan melalui amendemen, peraturan pelaksana, dan keputusan pengadilan untuk mengakomodasi perubahan sosial, budaya, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Selain itu, UU tersebut juga mengalami interpretasi yang beragam dari pengadilan, terutama terkait dengan isu-isu kontroversial seperti perkawinan sejenis, hak-hak perempuan dalam perkawinan, dan perlindungan terhadap anak.
B. Eksistensi Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Â
   Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam (KHI), nilai-nilai tata hukum Islam di bidang hibah, warisan, wakaf, perkawinan, dan wasiat telah menjadi jelas dan dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga atau badan peradilan agama dan atau masyarakat yang memerlukannya. Dengan kata lain, instansi yang dimaksud antara lain lembaga atau badan peradilan agama yang memiliki wewenang untuk mengawasi peradilan agama.
   Tidak terlepas dari fakta bahwa pelaksanaan KHI bertujuan untuk memantapkan berlakunya hukum Islam sesuai dengan karakteristik dan budaya Indonesia. Oleh karena itu, KHI, yang dianggap sebagai fikih Indonesia, bukan lagi fikih seperti Hijazy, Mishry, dan Hindy. Oleh karena itu, diperlukan untuk menguatkan status KHI dalam undang-undang Indonesia. UU RI No. 4 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1 menetapkan bahwa hakim harus memperhatikan kesadaran hukum masyarakat, menurut KHI. Setelah pemberlakuan  KHI, para hakim di Pengadilan Agama dapat menggunakannya untuk mengungkap hukum-hukum yang dianggap tidak jelas oleh UU RI No. 1 Tahun 1974. Akibatnya, KHI harus terus didukung dan dipertahankan agar hukum Islam dapat diterapkan lebih luas dalam hukum nasional. Ini akan memungkinkan KHI untuk menumbuhkan keilmuan dan menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk terus menerapkan hukum Islam dalam masyarakat.
BAB 3 KONSEPSI PERKAWINAN DALAM Â HUKUM ISLAM
A. Definisi Perkawinan
      Beberapa definisi yang diberikan oleh para fukaha atau ulama terdahulu tampaknya hanya menekankan aspek akad yang dapat menghalalkan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Definisi ini tidak terlalu kompleks karena para fukaha mungkin masih menganggap perkawinan hanya terbatas pada memenuhi kebutuhan seksual atau melakukan hubungan kelamin. Model perkawinan seperti ini mungkin tidak akan bertahan lama.
    Dalam bahasa Indonesia, makna istilah "perkawinan" dan "pernikahan" masih diperdebatkan. Perkawinan kadang-kadang dianggap memiliki makna umum untuk manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi dianggap lebih sakral hanya untuk manusia. Untuk membuat perbedaan jelas antara perkawinan dan pernikahan, harus ada batasan dalam konteks baik perkawinan maupun pernikahan. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling umum untuk istilah "perkawinan", sedangkan bahasa Arab adalah bahasa yang paling umum untuk istilah "pernikahan". Pernikahan dan perkawinan memiliki tujuan yang sama. Namun, pernikahan selalu menunjukkan makna khusus, sementara perkawinan masih sering dipahami dengan membawa makna umum.
    Salah satu pemahaman yang masih sering muncul adalah bahwa perkawinan, juga dikenal sebagai "kawin", adalah proses generalisasi alamiah yang dapat dipahami sebagai melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Meskipun pernikahan adalah elemen keabsahan yang dapat melegalkan hubungan suami-istri, hubungan kelamin dengan lawan jenis dapat dianggap sebagai perkawinan dalam hal ini. Namun, untuk perkawinan menjadi sah, seorang laki-laki dan seorang perempuan harus menyelesaikan beberapa tahapan sebelum menikah. Sudah pasti, keabsahan yang dimaksud harus dicapai melalui beberapa proses dan mekanisme yang sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Perkawinan Perspektif UU RI. No. 1 Tahun 1974