"Jadi mereka itu mau membahas pembangunan Monumen Kejujuran."
"Monumen Kejujuran?" Kosasih heran. "Maksudnya?"
"Adik diam dulu, jangan memotong saya punya cerita." protes Om Kus. "Saya lanjutkan."
"Adik pasti sudah tahu tahun 2020 kemarin kita sedang menghadapi pademi virus corona. Adik pasti lihat di televisi bagaimana pademi membuat rumah sakit kewalahan, tenaga kesehatan kelelahan dan masyarakat kecil menjerit kelaparan."
"lalu?"
"Masalah sebenarnya bukan hanya virus corona tapi kejadian-kejadian yang ada didalamnya. Waktu awal-awal, para ahli sudah kasih tahu kalau virus yang berasal dari china akan sampai ke Indonesia tapi kita punya pejabat menanggapinya dengan candaan. Ada yang bilang virus tidak akan masuk Indonesia karena birokrasi kita rumit, lalu ada juga yang bilang virus tidak akan menyerang sebab orang di Indonesia kuat karena sering makan nasi kucing, ada juga yang bilang kalau goyang ubur-ubur bisa menghalau virus sampai ada yang membuat plesetan corona itu cuma singkatan dari Komunitas Rondo Mempesona. Ah kesal sekali kalau ingat kejadian itu."
"Para ahli sudah bilang tutup akses warga negara asing datang ke Indonesia tapi lagi-lagi mereka tidak dengar, malahan memberi diskon tiket dan membayar mahal influencer untuk promosi wisata supaya turis asing datang, konyol memang. Parahnya adik, sampai ada yang membela mati-matian kebijakan pemerintah. Dia mengatakan orang yang menyebarkan isu corona disaat pemerintah menggempor-grmporkan wisata adalah binatang. Saya penasaran setelah ternyata corona terbukti ada, dia tidak malu kah?"
"Kebijakan yang salah, ketidakseriusan memicu tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah menurun apalagi setelah yang dikatakan para ahli benar. Masalahnya bukan cuma itu adik. Pademi yang panjang membuat keadaan tidak stabil, pemerintah kita mulai membatasi kegiatan masyarakat dengan istilah-istilah yang banyak, mulai dari PSBB, PSBB transisi, PPKM, PPKM darurat, PPKM level 4 dan lain-lain. Gerak masyarakat dibatasi tapi kebutuhan perut mereka tidak dijamin tentu jadi masalah. Kalau untuk orang seperti saya yang punya gaji tetap enak. Tapi kalau pekerja tidak tetap bagaimana? Macam tukang ojek, pedagang asongan, nasib mereka bagaimana? Memang negara memberikan bantuan berupa sembako tapi diteliti dong! bantuan itu cukup atau tidak. Negara tidak ingin rakyatnya mati terkena virus tapi lupa jika rakyat juga bisa mati karena lapar. Parahnya lagi saat kegiatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kerumunan dibatasi tapi di tahun yang sama negara kita menyelenggarakan Pilkada serentak. Saya tahu Pilkada penting karena kalau tidak ada orang yang mengisi jabatan kepala daerah pasti akan ada kekosongan figur pemimpin yang bisa saja menyebabkan ketidakstabilan kondisi di daerah tersebut, tapi apa tidak ada solusi lain? adik tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pilkada? 20,46 triliun. Wow itu duit yang banyak. Kalau saja dana itu digunakan untuk mengatasi virus sejak awal pasti sudah banyak membuat perubahan atau dana itu dibagikan kepada orang yang terdampak selama pademi pasti sudah bisa membantu jutaan orang. aduh mama sayange, kalau diingat-ingat jadi kesal juga. Eh adik, jangan bilang ke yang lain kalau saya menceritakan ini ya!"
"iya, Om." kata Kosasih.
"Bukan apa-apa adik, meski begini saya masih orang partai yang menjadi koalisi pemerintah. Saya tidak enak saja kalau berbeda pandangan dengan orang partai lainnya."
"Tenang saja Om, aman. Lanjut lagi Om, seru."