Cerita ke 3 : Istimewa
Kosasih bilang, bahwa dia bermimpi melihat ikan mas besar di kolam belakang rumah, warnanya terang sekali sampai menyilaukan mata. Kakek Duloh menganggapnya hanya candaan tapi nyatanya di malam hari saat mau membuang sampah dia melihat cahaya keluar dari kolam, terang sekali sampai daerah sekitarnya benderang. dia dekati pelan-pelan dan betapa kaget ketika mendapati seekor ikan mas besar dengan warna menyala berenang kesana-kemari. Tentu saja Kakek Duloh panik, selama ini dia belum pernah melihat yang semacam itu. Kakek Duloh salah tingkah, lari masuk rumah tapi belum sampai pintu sudah kembali lagi ke kolam. Dia perhatikan baik-baik ikan mas lalu menggerutu "Ini sih harus segera dibuang biar tidak mengundang perhatian orang."
Kakek Duloh menggali lubang dekat kolam lalu menangkap ikan mas dengan serokan lalu memasukannya ke lubang lalu menguburnya lalu dia masuk ke rumah lalu membuat teh manis hangat lalu duduk melamun di bale. Saya perhatikan raut wajahnya penuh kebingungan.
Kadang saya suka bertanya kenapa teh manis hangat selalu menjadi minuman dalam segala situasi, apa manfaatnya? waktu Kosasih sakit, Kakek Duloh memberi teh manis hangat. Saat Haji Idang marah Kakek Duloh juga memberi teh manis hangat bahkan saat ibunya Tanti sedih karena suaminya meninggal pun Kakek Duloh memberi minuman yang sama. Saya tidak pernah minum teh manis hangat jadi saya tidak tahu seberapa hebat manfaatnya. Apakah teh manis hangat bisa menyembuhkan penyakit? Atau bisa merubah perasaan seseorang?.
      Setelah kejadian ikan mas masih ada lagi yang lainnya seperti buah mangga berwarna ungu yang rasanya asin seperti garam, bebek bertelur sampai ratusan butir di bak mandi, hingga kelinci berwarna merah muda terbang seperti burung.
      Saya baru ingat, ada satu kejadian yang membuat Kakek Duloh, saya dan Kosasih sampai harus ke luar kota hanya untuk menutupi kejadian sebenarnya. Dulu setelah Kakek Duloh selesai menceritakan kisah Mahatma Gandhi, dia dibuat kelimpungan karena Kosasih bilang seperti ini "Kek, aku mimpi kalau kakiku tidak pengkor lagi."
      "Duh Gusti Pangeran, kalau kejadian lain bisa disembunyikan dengan macam-macam alasan tapi kalau kaki pengkor bagaimana? Orang tidak ada yang percaya kalau pengkor bisa sembuh dalam waktu semalam? Saya harus ngomong apa? pasti mereka curiga." keluhnya di ruang tengah setelah berhasil menidurkan Kosasih.
      Lewat tengah malam, Kakek Duloh membangunkan Kosasih, di ruang tengah sudah ada dua tas berisi pakaian ganti. Kosasih bingung, kenapa dibangunkan padahal pagi masih jauh tapi saya dan Kakek Duloh lebih bingung ketika melihat Kosasih keluar dari kamar dengan kaki yang sudah tidak pengkor lagi. Kosasih berteriak kegirangan menyadari kakinya lebih leluasa digerakan, dia melompat kesana kemari, katanya "Asik, enak juga kek punya kaki seperti ini." Sementara Kakek Duloh hanya membalas dengan senyum. Dari matanya ada kebahagiaan juga ketakutan, saya bisa merasakannya, dia bahagia melihat Kosasih bisa berjalan selayaknya orang-orang tapi juga ketakutan kalau orang lain sampai tahu tentang yang sebenarnya. Mustahil kaki pengkor bisa sembuh cuma dalam waktu semalam.
      Kakek Duloh mengajak Kosasih pergi ke Bandung, katanya "Kita akan berlibur." Kosasih bertanya kenapa harus mendadak, Kakek Duloh hanya jawab "Sudah ikuti saja."
Saya tidak diajak pergi tapi Kosasih merengek, katanya "Aku tidak mau pergi kalau Kun tidak ikut." Tak mau berdebat Kakek Duloh meng-iya-kan.
      Di Bandung kami tidur di Villa Imah Seniman, tepatnya di Lembang. Begitulah yang saya dengar dari obrolan Kakek Duloh dan Kosasih. Hari pertama, kami hanya berdiam diri di kamar. Sebatas tidur, makan, minum, menonton televisi, tidur lagi, buang kotoran, makan lagi, minum lagi, buang kotoran lagi, Huft membosankan.