Menyebalkan, semua bermula karena kemampuan istimewanya lalu berturut-turut terjadilah peristiwa seperti Kampung Milyader, kebakaran Gedung Kejaksaan dan sampai monumen sialan, gara-gara monumen itu kami harus sembunyi. Rasanya saya ingin meluapkan marah tapi tak mungkin karena jika saya teriak pasti Kosasih terbangun. Biarlah dia tidur nyenyak dan saya tetap terjaga meski sejujurnya saya sudah mulai lemas. Saya harus siaga bilamana orang-orang partai dan polisi datang kemari.
Agar saudara tidak bingung, saya akan menceritakan semua dari awal secara berurutan, dari pertemuan saya dengan Kosasih sampai kami berada disini. Tapi jika saya melantur dan cerita saya meloncat kesana-kemari mohon dimaklum.
Cerita ke 1 : Pertemuan
      Orang bilang pagi buta, yaitu waktu dimana ayam berkokok dan masjid-masjid berlomba mengumandangkan pujian lewat pengeras suara. Ketika itu saya masih muda, umur saya sekitar delapan atau sembilan tahun, entahlah saya lupa pastinya, yang saya ingat saya sudah seharian tersesat di kebun tebu setelah sebelumnya dimasukan kedalam karung oleh pemilik lama.
"Kamu anjing hebat, kuat juga lucu. Tapi mau bagaimana? bapak melarangku memelihara anjing."
Kalimat terakhir yang terngiang-ngiang di kepala setelah saya dibuang, sisanya saya lupa. Kapan saya lahir? Siapa nama pemilik saya? Darimana asal saya? Dan bahkan saya lupa dengan nama sendiri?.
      Saya melangkah tak jelas arah, pohon tebu yang tinggi mengganggu gerak. Saya panik berlari kesana-kemari mencari jalan, sesekali menggonggong dengan harapan ada anjing lain yang datang menolong atau paling tidak memberitahu jalan pulang atau memberi makan. Saya lapar, seharian tersesat, seharian pula saya tidak makan. Sialnya, apa yang saya harapkan tidak jadi kenyataan.
Keadaan saya sudah tak karuan, beberapa kali sempat berpikir mungkin disinilah saya mati. Kaki bergetar, lidah menjulur haus tapi insting dan naluri saya sebagai anjing tak mau menyerah, saya tetap berjalan meski tak jelas arah.
      Antara sadar dan tidak, saya mendengar bunyi kendaraan, manusia saling berbisik lalu hening dan tak lama suara tangisan bayi terdengar. Sebenarnya saya tidak peduli tapi perut saya mendorong, "Mungkin itu makanan." dengan sisa tenaga saya mendekat ke sumber suara.
Ada kotak terbuat dari kayu yang besarnya tak lebih dari ukuran tubuh saya, di dalamnya ada kain dan ...
"Ya Tuhan, ada bayi manusia yang masih kecil" kata saya waktu itu "ini bayi laki-laki." saya tahu karena ketika saya menarik kain yang menutupinya, ada semacam belalai seukuran ulat bulu di antara kedua kaki, sama seperti yang saya punya.