Waktu itu saya marah pada Kosasih, saya memilih menghabiskan waktu di rumah Ustad Muri, melihat dia dan istrinya membuat jamu. Oh iya sejak setahun yang lalu Ustad Muri mulai menjual jamu penyehat badan setelah masker tidak lagi laku.
Tiga hari lamanya saya tinggal disana, tidur diluar rumah, makan seadanya yang kadang Ustad Muri hanya memberi saya nasi atau kadang tidak sama sekali tapi tidak jadi masalah karena saya tidak mau tinggal bersama Kosasih yang bodoh, saya sedang marah kepadanya.
Hari ke empat Ustad Muri mengabari Kosasih, meminta dia menjemput saya, katanya "Ini Kun ada disini terus, kamu gak ambil?" Kosasih datang, mereka sempat mengobrol walau sebentar. Ustad Muri bertanya kabar, bertanya tentang Tanti, Haji Idang dan dia juga meminta maaf jika tidak pernah menengok semenjak Kakek Duloh meninggal. Kosasih hanya manggut-manggut, maklum hasutan Haji Idang sudah mengotori hatinya jadi apapun yang dikatakan Ustad Muri cuma sebatas kentut belaka. "Goblok kau Kosasih," kata saya dalam hati. "Harusnya kamu dekat dengan Ustad Muri bukan dengan Haji pembunuh bermuka dua."
BAGIAN 3
      Saudara, dulu saya berpikir bahwa Haji Idang adalah contoh manusia buruk tapi setelah saya dan Kosasih berada di Jakarta dan bertemu dengan orang-orang partai dan pejabat-pejabat rasanya Haji Idang sedikit lebih baik.
      Pertama ke Jakarta saya dan Kosasih ditempatkan di Gedung besar dan tinggi, kalau tidak salah namanya "Hotel Indonesia". Kami tidur di kamar yang menghadap kolam berbentuk bulat yang di tengahnya ada patung lelaki dan perempuan melambai seolah berteriak "selamat datang". Seperti biasa karena saya anjing maka saya tidak dibolehkan ikut ke Jakarta tapi Kosasih bilang jika saya tidak ikut maka dia juga tak mau pergi. Tak ingin ada perdebatan akhirnya saya diizinkan. Kami berangkat berlima, saya, Kosasih, supir, Haji Idang dan Om Kus.
      Di Jakarta Haji Idang hanya menemani kami selama tiga hari lalu pulang lagi, sebelum pulang dia bilang "Mulai saat ini kamu akan ditemani Om Kus, kalau butuh apa-apa bilang saja, jangan sungkan, anggap seperti kakak sendiri." Om Kus orang kepercayaan bapak Manahan Kusuma, itu loh calon Presiden 2024 dari koalisi Partai Merah dan Partai Biru. Saya sering melihatnya di televisi, dia masih muda untuk ukuran presiden jika dibandingkan dengan yang sebelumnya "Jokowi" apalagi dengan wakilnya "Yai Ma'ruf" duh sangat jauh. Di pemilihan presiden dia berpasangan dengan bapak Wijaya. Di iklan-iklan mereka sering muncul dan teriak begini "Pilihlah MANJA -- Manahan dan Wijaya untuk Indonesia Maju dan berakhlak." Lucu ya "Manja." saya jadi ingin tertawa kalau mendengar kata itu sebab mengingatkan saya pada kelakuan Tanti kalau sedang marah pasti bawaannya selalu ingin dimanja Kosasih.
      Barangkali saudara sering melihat para petinggi partai atau pejabat berdebat di televisi, saya beritahu pada saudara bahwa itu hanya terjadi di televisi buktinya setelah sampai di Jakarta betapa kagetnya saya melihat dua orang yang waktu itu hampir adu jotos karena membicarakan kebijakan pemerintah ternyata di luar televisi mereka sangat akrab sekali, Kosasih sempat bertanya begini, "Bukankah kalau di tivi bapak sering adu mulut dengan bapak ini ya? kok sekarang seperti teman dekat." Mereka terbahak-bahak seperti melihat film komedi, "Itu kan di televisi, gimmick, gimmick." Saya tidak tahu maksudnya apa tapi saya yakin itu bukan hal yang baik.
Cerita ke 6 : Perpisahan
      Tanti menangis setelah tahu Kosasih akan ke Jakarta, "Aku boleh ikut?" katanya merajuk. Kosasih tidak menjawab, dia tahu betul Haji Idang tak mungkin mengizinkan. Air mata Tanti menetes, dia memeluk Kosasih erat tidak lepas meski malam terus berjalan semakin jauh, boleh jadi dibenak Tanti sedang berandai agar waktu berhenti supaya dia dan Kosasih bisa lebih lama berduaan.