Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Drone Asmara

8 Agustus 2021   22:08 Diperbarui: 12 November 2021   11:53 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih butuh satu jam lebih untuk menuju ke Pantai Timang. Dari Map dapat diketahui jaraknya dari Kota Wonosari 32 kilometer. Kami melaju ke arah pantai Baron. Mendekati pantai Timang mobil mulai terseok. Melewati jalan berbatu kapur mulai yang sebesar kepala kerbau hingga yang sebesar telor ayam, kemudian jalur cor semen. Banyak tukang ojek yang menawarkan jasa. Mobil parkir di sini, dan seterusnya diantar pakai ojek.

"Kami sudah biasa pak."kataku sombong dan diplomatis. Padahal melihat model jalan seperti ini ya baru kali ini. Tetapi hati kami sedikit terhibur dengan pemandangan alam yang menghijau dan segar.

Sesampainya di area wisata pantai Timang kami memilih tempat yang bagus untuk melakukan penerbangan. Remote drone kami butuh tempat yang lapang agar sinyal radio control tanpa gangguan.

Namun Rasya mulai merengek manja pada Albert untuk mengendalikan drone dari pulau atau bukit karang di seberang laut. Dan akhirnya mbak Mira pun tertarik ide pacar Albert tersebut. Tempat itu dapat dicapai melalui jembatan gantung yang beralas papan kayu yang ditata. Alternatif lain melalui gondola tradisional dari bambu.

Kami memutuskan untuk membawa dua drone saja. Peralatan yang lain belum diperlukan. Dua  drone dengan masing-masing dua batre cadangan.

"Ton, aku takut, " kata mbak Mira dengan memegangi tanganku.

"Apa nggak jadi saja?"kataku, meskipun dalam hati aku akan sangat kecewa bila dibatalkan. Kesempatan untuk berpegangan dengan tangan sangat lembut ini sayang kalau dilepaskan.

"Jadi..tapi aku dipegangi." Pucuk dicinta rejeki datang pikirku. Tak terasa aku senyum.

"Kenapa senyum" tanyanya."Kau nggak mau memegangi aku?"

"Eh, mau..mau" jawabku gelagepan.

Gondola yang terbuat dari kayu dan bambu itu hanya muat untuk satu orang. Kami memutuskan untuk melewati jembatan gantung saja. Namun untuk  meniti jembatan gantung ini juga membutuhkan uji nyali dan andrenalin. Jembatan yang di buat dari papan-papan kayu yang dijalin dengan tali itu, memanjang bermeter-meter. Setiap di lewati orang akan bergoyang. Karena membentang di atas ombak maka terkadang pakaian akan basah kena deburan ombak yang meninggi. Walau membutuhkan banyak andrenalin namun cukup aman karena dilindungi dengan jaring dengan tali pegangan di kiri kanan yang kuat.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun