Kuambilkan cardigan-cape yang berwarna biru muda dan kubawa ke ruang bilas.
"Mak Ijah buatkan susu ya. Dua sekalian," mbak Mira memerintah melalui aiphone, setelah kupapah ke tempat tidur.
"Istirahat dulu,"kataku,"lutut mbak baru saja sembuh. Tadi terlalu lama keasyikan di kolam. Mbak Mira kelelahan."
.........................
Sore itu aku boleh kembali ke kamar kostku. Mbak Mira yang sudah membaik mengijinkan aku untuk meninggalkan rumahnya. Mbak Mira mengantarku ke kost. Ketika mau pergi dia mengulurkan sebuah amplop.
"Ini bayaranmu, selama kau membantu aku di rumahku,"katanya.
Kupandangi SUV berwarna putih itu meninggalkan rumah kostku. Bukan uang sebenarnya yang kuinginkan tetapi cintamu, kataku dalam hati. Tapi biarlah aku memang membutuhkan uang.
Â
Kutata kembali kamar kostku yang awut-awutan setelah kutinggal hampir sebulan. Uang dari mbak Mira sebagai honorku selama menjadi asisten pribadinya kugunakan untuk mengecat kamar dan untuk menambah perlengkapan kamar. Sisanya aku simpan untuk persediaan sewaktu aku sedang tak ada job.
Kini di pojok kamar tertata studio kecilku. Sebuah computer desktop dengan layar tunggal 29 inchi bertengger di atas meja computer minimalis. Dari job-jobku yang kudapat sambil kuliah, aku dapat melengkapi alat-alat bantu kuliahku tanpa harus meminta lebih kepada orangtuaku di desa.
................................