Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Drone Asmara

8 Agustus 2021   22:08 Diperbarui: 12 November 2021   11:53 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau minta honor berapa saja akan kubayar asal  dalam batas kewajaran,"

Aku tak menolak permintaannya.Jangankan hanya untuk sementara waktu, menemani selamanya pun aku tak akan keberatan, kataku dalam hati.

Bila dalam proyek, aku berstatus asisten. Di sini aku akan menjadi pembantu yang tugasnya dorong kursi roda. Tetapi untuk bidadariku yang satu ini aku tak akan pernah mengeluh. Hitung-hitung sebagai pendekatan. Walaupun untuk sementara menjadi the secret admirer atau the hidden admirer. Aku pemujamu setengah mati meski aku belum berani untuk mengatakan langsung kepadamu, kataku dalam hati.

Aku sudah akrab dengan rumah ini. Soalnya sebagai asistennya baik di proyek maupun di kampus aku sering berada di rumah ini. Bahkan mbak Mira pernah menyuruh aku pindah dari kosku yang berkamar sempit itu ke rumah ini. Rumah yang luas bangunannya lebih dari 500 meter ini hanya ditempati oleh mbak Mira dan mak Ijah. Tetapi aku menolaknya.

Di rumah itu aku menempati kamar  di lantai dua yang langsung menghadap ke rooftop. Rumah tingkat dua ini memiliki rooftop dengan view pemandangan yang indah. Bila cuaca cerah kita bisa langsung menikmati keindahan gunung Merapi. Rooftop ini juga dapat sebagai ground base untuk menerbangkan drone.

Bila mau renang di bawah ada kolam renang yang langsung dapat dilihat dari kamar utama yang sekarang di tempati mbak Mira. Kamar mbak Mira sebetulnya kamar utama di lantai dua dekat ruang kantor atau lebih tepatnya Studio GIS. Dalam studio itu ada interactive board berukuran 86 inchi dan perangkat computer denga 4 layar lebar berukuran masing-masing 29 inchi. Di ruang ini aku sering membantu mbak Mira untuk pekerjaan mapping. Namun karena cedera lututnya belum pulih benar maka untuk sementara waktu menempati kamar bawah.

Aku kini bukan lagi sebagai asisten di proyek dan di fakultas, tetapi asisten all out. Aku masuk dalam kehidupan mbak Mira. Namun menjadi semakin sulit untuk mengungkapkan yang gelora yang ada di dalam hati ini. Kapan kesempatan itu tiba. Aku tak pernah tahu.

Aku semakin dekat tetapi juga semakin kebingungan untuk mencurahkan isi hati ini kepadanya. Apa aku hanya selamanya menjadi secret admirer atau hidden admirer. Aku semakin dekat dan semakin lekat tetapi juga semakin berat untuk nembak dia. Yah, aku mungkin terlalu cengeng.

................................

Lutut mbak Mira sudah semakin membaik. Sudah tidak memerlukan kursi roda. Meskipun masih harus memakai kruk ketiak, dia sudah bisa berjalan sendiri. Aku tidak perlu mendorong-dorong lagi. Sudah tidak perlu lagi membawa kursi roda di bak belakang bila pergi ke fakultas atau ke Mall.  Walaupun begitu mbak Mira belum mengijinkan aku meninggalkan rumahnya. Alasannya aku masih memiliki tugas menjadi ajudan dan sopir pribadinya.

"Selama aku belum bisa setir sendiri kau harus tetap di sini,"katanya,"kakiku belum kuat untuk menginjak pedal rem."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun