Mohon tunggu...
SofialWidad
SofialWidad Mohon Tunggu... Penulis - Latahzan innalloha ma'ana

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Instagram : _sofialwidad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Titik Rata-Rata

29 Maret 2021   12:13 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:38 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajaran Teladan Tentang Syukur[1]

Tidak mudah bagi kita untuk menanmkan rasa syukur dalam kehidupan apalagi menanmkannya dalam hati. Seolah-olah berat untuk mengkonsistenkan rasa itu kedalam hati, apalagi tanpa bekal cara pandang positif, seperti yang sudah kita bahas pada hal-hal sebelumnya bukan hanya bentuk fisik saja sebuah ujian hadir akan tetapi ujian dapat hadir dan dirasakan sangat melelahkan jika sudah menyangkut pautkan dengan hati. Ya, ujian hati tak pernah selesai dibahas karena hati yang dimiliki manusia sangatlah sensitive jika diamati lewat kaca sebuah rasa. Syukur adalah cara yang cukup ampuh untuk mengantarkan kita pada kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Disamping itu, syukur juga merupakan sikap yang sangat dicintai oleh Allah Swt., dan telah diteladani oleh para nabiyullah. 

Rasa syukur telah membuat Rosulullah Saw. Bebas dari kemalasan, lalai, bahkan arogansi sebagai seorang pemimpin umat. Rasa syukur telah merendahkan hatinya, menjadikannya arif serta bijaksana. Rasa syukur telah menjadikannya kian dicintai oleh Allah Swt., kerabat, para sahabat, dan ummatnya. Disitulah, sebenarnya letak nilai dan kualitas personalitas beliau yang tak ternilai harganya.

 Sesungguhnya, pengertian rasa syukur sangatlah luas. Bukan semata mendapat kenikmatan lantas kita mengucapkan Alhamdulillah. Rosulullah Saw, mengajarkan kita untuk lebih mengerti makna syukur dalam berbagai hal. Bukan hanya berbentuk ucapan verbal, melainkan juga pada implementasi spiritual melalui cara pandang dan akhlak. Rasa syukur seperti ini jauh lebih bernilai dan sesuai dengan maksud-maksud Allah. 

Dalam hal ini, Ibnul Qayyim merumuskan tiga konteks syukur kepada Allah Swt., yaitu: 

Bersyukur melalui lisan, yakni berupa pengakuan dan pujian, misalnya mengucapkan Alhamdulillah atau ucapan terima kasih lainnya serta bertasbih kepada Allah Swt. 

Bersyukur melalui hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan. Rasa syukur ini termasuk ungkapan syukur dalam tingkatan yang lebih tinggi, sebab melibatkan emosi spiritual seseorang. Seseorang akan memaknai segala hal yang diperolehnya dari Allah Swt. Dengan keikhlasan dan kegembiraan hati. 

Bersyukur melalui seluruh anggota tubuh dalam implementasi akhlak. Seseorang yang bersyukur dalam tahap ini akan menjadi pribadi yang santun, arif, dan menghargai setiap keadaan yang dialaminya. Segala hal yang diberikan oleh Allah Swt. Untuknya tidak lantas mengubah kepribadiannya yang bersahaja, perangainya yang baik, kesantunan lisannya, dan lain sifat baik lainnya. 

Oleh karena itu, implementasi rasa syukur memiliki beragam bentuk. Segala perbuatan maupun ucapan yang bertujuan baik dan ditunjukkan kepada orang lain maupun Allah Swt. Setelah diri kita mendapat kebaikan termasuk bentuk rasa syukur. Sebab, pada dasarnya, rasa syukur adalah wujud ketakwaan dan keshalihan diri. Itulah sebabnya, Rosulullah Saw. Mendedikasikan diri secara total untuk taat dan tunduk kepada Allah Swt. Semua itu merupakan implementasi rasa syukur beliau kepada Allah Swt. Alangkah indahnya makna syukur. 

Rasa syukur tidak hanya berupa etika, tetapi juga bentuk latihan untuk membebaskan diri dari pamrih dan kufur nikmat. Seseorang yang dilimpahi nikmat oleh Allah Swt. Namun ia tidak menghaturkan rasa syukur, bersikap tulus, welas asih, serta selalu merasa tidak puas dan suka mengeluh maka sesungguhnya ia adalah orang yang merugi. Allah Swt. Telah menutup mata hatinya dengan kabut gelap. Sehingga, ia tidak merasakan nikmat rasa syukur yang sesungguhnya. 

  1. Cara Pandang Yang Tepat  

Cara pandang yang tepat adalah cara pandang yang jauh akan hal-hal negative, jika cara pandang sudah lebih banyak hal-hal negative daripada positifnya, maka akan lahir energi-energi yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Pikiran negative tersebut akan membuat kita berada dalam penderitaan. Dalam hal ini, energi negatif bagaikan seekor kuda yang lepas kendali. Ia bisa membunuhmu orang dengan satu kali tendangan saja. Ada beberapa poin untuk menumbuhkan cara pandang yang tepat dalam berbagai hal yang sedang kita hadapi dalam kehidupan ini diantaranya: 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun