Mohon tunggu...
SofialWidad
SofialWidad Mohon Tunggu... Penulis - Latahzan innalloha ma'ana

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Instagram : _sofialwidad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Titik Rata-Rata

29 Maret 2021   12:13 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:38 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga waktu mudikpun tiba dari luar kamar ayah memanggilku “Azka ayok nak cepat kita akan pergi.”( Panggil ayahku setengah berteriak) “ya ayah aku akan cepat.” Jawabku sambil berkemas dan memasukkan semua barangku kedalam bagasi mobil dan kamipun bersiap cek out darikota indah ini, di perjalanan aku banyak menatap jalan yang sedikit demi sedikit lenyap dari pandangan dan juga seakan pohon dipinggir jalan berlarian menghampiri, kenangan yang terlukis di kota 1000 sejarah ini takkan menang dengan kenanganku bersama sahabatku di Bondowoso. Akupun terhanyut dalam derasnya air terjun mimpi yang indah di dalam perjalanan.

Mobil seakan berhenti , ternyata emang berhenti dan sudah sampai . betapa bahagianya aku, akupun turun dan menghirup udara pagi yang baunya sangatlah menenangkan, bau basah yang menyeruak menambah ketenangan dalam jiwa. Seakan semuanya kembali terulang. Dulu aku pernah berlarian kesana kemari bersama temanku sekarang tidak ada lagi, aku sudah remaja  dan yang aku lihat semuanya tanpak berubah ayunan yang dulu kududuki dan bercanda dengan kakek dan nenek yang sedang duduk di kursi goyang dengan seulas kain penenun, sekarang tidak ada lagi. Mereka lenyap tapi tidak berbekas kecuali dalam kenangan yang tertata rapi dalam memori, tidak terasa butiran bening jatuh dari pelupuk mataku. “ayah ibu ramadhan kali ini tanpa kakek dan nenek.?” Aku memeluk ayah dengan sesak yang kurasakan seakan aku tidak percaya apa yang terjadi, apakah ini benar kakek dan nenek yang dulu bermain kejar-kejaran bersamaku sudah tidak ada lagi, kakek dan nenek yang membantuku dan memberi semangat untuk pertama kali aku mengayuh sepeda dan mereka sekarang tidak ada lagi.. apa yang terjadi,? Kenapa aku mengulang rasa kehilangan ini kakek dan nenek telah tersenyum disana bersama bintang yang indah, dan kapanpu aku bisa memandangnya.

“ayok nak kita masuk.” Ajak ayah dan ibuku memasuki halaman yang masih tampak rapi karena terawatt oleh bi inem pembantu setia ayah dan ibu. Akupun memasuki salah satu kamar, kamar kecilku kurebahkan tubuhku dengan lelah aku menghela nafas panjang karena aku teramat lelah beberapa hari menjelang nafas panjang karena aku teramat lelah, beberapa hari menjelang ramadhan aku dan Safwan teman kecilku yang sudah lama aku kenal, dan tetap menjadi tetanggaku di desa. Saat ini dia tak sengaja melihat mobil di depan rumah ini diapun memasukinya berniat untuk mencari tahu dan bersilaturahmi “Assalamualaikum” sapanya dari luar “waalaikumsalam, eh nak safwan.” Sapa dari dalam rumah dengan senyum ramah dan damai “iya tante, oya kapan datang tan.?” Tanya safwan penasaran “iya, Azka,Azka ini ada nak Safwan.” Panggil ibuk dari ruang tamu dengan tergesa-gesa aku menuju asal suara yang memanggil namaku “wan, apa kabar kamu.?” Tanyaku penuh bahagia “iya baik ka, kamu sendiri giman.?” “ya iyalah aku baik juga wan.” “oya Azka aku permisi dulu ya ada keperluan soalnya di pak Rt buat acar-acar yang akan di selenggarakan saat ramadhan.” “Wah asyik dong ya udah hati-hati ya wan.!” “iya assalamualaikum” “waalaikumsalam.” Jawabku dan ibuk serempak.

Hingga tibalah saat itu, beberapa hari menjelang ramadhan aku dan Safwan mendaftar untuk mengaji bersama, ngaji harian di saat bulan ramadhan. Tempat aku dan Safwan ngaji sangatlah dekat dengan rumahku dan dia, aku celingak-celingukan mencari sebuah mukenah dalam koperku yang ternyata lupa aku bawa.”ibu mukenahku lipa dibawa gimana ini.?” Akupun cemas, dan mencari solusi serta berfikir keras agar aku tetap ngaji bersama Safwan selang beberapa lama aku teringat dengan mukenah buatan nenekku aku letakkan di lemari tua dekat tempat tidurku ternyata masih muat dan pantas untuk kupakai, dan akupun teringat pertama kali kudapat mukenah ini dari nenek bilang “dipakai yaa, Azka cucu nenek yang cantik.” Kata nenek pada saat itu mencobakannya padaku “ makasih yaa nek bagus banget mukenahnya.!” Kataku gembira yang pada saat itu aku masih berumur 9 tahun, wajah nenek yang kulihat waktu itu bersinar bahagia meskipun kerut-kerut wajah yang Nampak telah terkerus asa, sosok tenang yang tidak ada lagi “hemh sudahlah nenek tidak akan senang melihat kamu murung seperti ini.” Sahutku dalam hati.

Keesokan harinya, aku berangkat ngaji bersama Safwan “Assalamualaikum, Azka…..Azka ayo berangkat.” Setengah berteriak Safwan mengajakku “waalaikumsalam, iya ayo terdengar dari dalam rumah. Aku sudah siap-siap dari tadi dengan membawa mukenah dan Al-Qur’an, aku dan Safwan melakukan aktifitas ini dari sore dan pulang malam sekitar 07.00 dari tempat pengajian disana aku banyak bertemu teman lama dan sahabat yang dulu sangat aku sayangi, eh ternyata dia juga merindukanku.

Namanya Syafira teman kecilku dia sangat terlihat bahagia “Azka…!!!” sapanya tak percaya “Syafira..!!” kamipun berpelukan bagaikan sepasang kekasih yang telah lama dipisahkan “Azka aku kangen banget sama kamu, gimana kabarmu dengan keluarga.?” “baik, aku juga kangen kamu Syafira..!!” balasku “oya, bulan ramadhankan tinggal 3 hari lagi nih..gimana kalok kita menjajak makanan buat buka nantik sambil jalan-jalan.?” “iya…. Itu ide yang bagus loh Sya kapan.?” “setelah ramadhan tiba lah tapi kapannya aku blm tau masih, nantik tak kabarin dah. Oya nomor telephonemu berapa .?”kusebutkan deretan angka yang ada dalam ponselku dan akupun sama.” Ya sudah, aku pulang dulu ya ka.? Assalamualaiakum.” Syafira pergi “iya waalaikumsalam” balasku.

………………………………………………••••••••••……………………………………………

Ramadhanpun tibalah, mala mini adalah kali pertama sejak aku menginjakkan kaki di tanah kelahiranku ini. Dan kali pertama pula aku dan sahabat-sahabat masa kecilku menjalankan shalat tarawih di musholla tempat aku bertemu dengan Syafira, dan tak lupa dengan kudapan untuk dinikmati bersama setelah tarawih, begitu azan isyak bergema. Kamipun bergegas shalat berjamaah, betapa nikmatnya bulan Ramadhan kali ini dan aku teringat dengan salah satu arti yang terdapat di Al-Qur’an di salah satu surat yang berbunyi.

“telah datang kepadamu bulan Ramadhan ,bulan yang diberkahi Allah mewajibkan kepadamu berpuasa di dalamnya pada bulan ini pintu-pintu surge dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan diikat, juga terdapay pada bulan ini malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Barang siapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa.Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum.”

Setelah selesai tarawih, kamipun menikmati kudapan yang disediakan oleh musholla, seperti kolak pisang dan esblewah kesukaanku, setelah itu kami bergegas pulang aku pulang bersama Safwan dan di persimpangan jalan Syafira memanggilku “Azka besok kita jalan-jalan , jadi.?” “ iya jadi aku tunggu kamu di rumah Syafira.” Akupun melanjutkan perjalanan sesampainya di rumah akupun bersalaman kepada ayah dan ibu yang telah menungguku di ruang tamu setelah itu aku masuk kekamar dan beristirahat.

Keesokan harinya Syafira datang berniat mengajakku jalan-jalan menikmati aroma sejuk pedesaan yang masih tidak tercemar oleh polusi “Syafira” kataku “iya Azka ada apa.?” Tanyanya penasaran “kamu ingat gak waktu kita smp dulu.” “iya hahaha” aku ingat “itu kan pas waktu ramadhan juga ya Sya,?” “eh iya” kami bercakap saat masa indahku dan dia waktu smp. Waktu itu, dalam syahdunya ramadhan beserta hujan yang gunturnya berkejaran bersama cahaya kilat. Dengan cipratan airnya yang membanjiri selokan, dan kita berdua berlarian riang dengan seragam putih dongker (biru) basah kuyup, tertawa dengan polosnya. Tertawa serasa aku dan sahabatku yang paling bahagia, sambil menikmati kecipak kecibung air hujan di genangan jalan, tak peduli pada beberapa mata yang memandang heran, gemas ataupun aneh, dengan tegur halusnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun