Syukurlah sekarang aku sudah berhasil sampai di seberang. Tidak lupa aku mengucapkan terima kasih pada Pak Otong. Aku bergegas menuju pintu samping kedai. Sudah pukul satu siang kurang sedikit, aku segera mengambil celemek hijauku dari dalam loker serta langsung mengenakannya sambil berjalan ke depan, area barista. Terlihat Faris masih melayani satu gelas pesanan pelanggan. Sementara Dion belum kelihatan. Mungkin masih makan siang di luar.
Setelah Faris menyelesaikan tugasnya, dia berbenah diri bersiap meninggalkan area barista. Namun aku mencegat langkahnya.
“Eh, tunggu dulu Ris!”
“Apa? Lo kangen sama gue, Mel ?”
“Hah? Ngga salah? Gue mau tanya, tadi pagi Henry kesini?”
“Henry?”
“Iya Henry. Cowok yang….” aku belum selesai bicara, Faris sudah menebaknya duluan.
“Ah... Dia.. Ngga, dia ngga kesini. Kan dia libur Mel hari Minggu.”
Aku membiarkan Faris berlalu pergi meninggalkanku. Kini ada rasa bingung yang tertinggal di kepalaku. Tadi pagi Henry mengatakan padaku lewat pesan, bahwa dia tidak melihatku di dalam kedai. Ah.. Iya, pasti Henry hanya mengamati dari luar dan dia tidak menemukanku.
Apa aku perlu bertanya padanya, jadi datang ke kedai atau tidak? Tapi, nanti terkesan aku lah yang mengharapkan kedatangannya kesini. Biarlah, aku fokus saja pada pekerjaanku, aku tidak perlu menghubunginya lebih dulu.
Siang ini hawanya sangat gerah, padahal ruangan kedai ber-AC , tapi rasanya sumpek. Kurang terasa dinginnya, pasti karena matahari di luar sedang terik-teriknya.