Sedangkan pada kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan pujian yang senada," tidak ada buku di dunia ini yang lebih besar setelah Alquran dari Al mutawathonya imam Malik.: Ketika imam Ahmad ditanya tentang buku imam Malik tersebut pun, beliau berkata, " betapa baiknya orang yang berpegang kepada buku ini ". Jadi, dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, cukuplah bagi kita mengetahui akan keutamaan buku ini.
- Imam Syafi'i
Dia lahir pada bulan Rajab tahun 150 H. Lama setelah itu ayahnya meninggal, saat itu umur Syafi'i belum menginjak dua tahun. Dia kemudian dibesarkan dan dididik oleh ibunya. Sang ibu memutuskan untuk membawa Syafi'i ke Mekkah, dan tinggal di kampung di sana dekat Masjidil haram, yang disebut kampung al-khaif.
Syafi'i dibesarkan dalam kondisi yatim dan fakir, hidup di atas bantuan keluarganya dari kabilah Quraisy. Namun bantuan yang dia dapatkan sangat minim, tidak cukup untuk membayar guru yang bisa mengajarkan tahfidz Al-qur'an serta dasar-dasar membaca dan menulis. Namun karena sang guru melihat kecerdasan Syafi'i serta kecepatan hafalannya, ini menyebabkannya dibebaskan dari bayaran.
Demikian kondisi Syafi'i, hingga akhirnya dia menghafal Al-Qur'an pada usia tujuh tahun. Dia juga menghafal banyak syair-syair dan matan-matan ilmu bahasa. Terkadang dia pergi ke pedalaman untuk mendengar syair dan kehebatan para penyair-penyair mereka, sehingga dia menyimpulkan bahwa keberadaanya di Kuta b kurang kondusif untuk perkembangan keilmuannya. Maka dia memutuskan untuk pergi ke masjidil haram, untuk belajar kepada ulama-ulama ternama saat itu. Saat itu, dia hidup dalam kondisi yang sangat kekurangan, namun demikian dia sangat suka kepada ilmu, terutama ilmu tentang Al-Qur'an, hadist, fiqih dan sastra.
Dia telah duduk bersama para ulama dalam berbagai bidang sejak dia masih keci, di antaranya Abu Sufyan bin Uyainah dan muslim bin Kholid az-zanji, dan lainya. Karena kefakirannya dia mengumpulkan tulang-belulang yang dapat dipergunakan untuk menulis apa yang dapat dia dapatkan dari gurunya.dia juga sering pergi ke kantor pemerintahan untuk mengambil sisa-sisa kertas bekas yang dapat di tulis pada halaman baliknya, atau sisi-sisi yang masih kosong.
Karena semangatnya dalam menulis ini. Lemari Syafi'i tidak muat lagi untuk menyimpan apa yang telah dia tulis. Kamarnya pun penuh, hingga dia tidak mendapatkan tempat sedikitpun untuk istirahat atau tidur. Oleh karena itu, ia berazzam untuk menghafal seluruh apa yang pernah dia kumpulkan, hingga tidak memerlukan tulang-belulang lagi dan kertas-kertas.
Dia juga memiliki Azzam yang cukup keras tidak mengenal bosan. Dia selalu menghafal, dan beristirahat di setiap apa yang ia lakukan sehingga dapat menyelesaikan hafalanya dengan baik.
Tingkat kemampuannya dalam menghafal sungguh sangat baik. Jika dia membuka buku dan ingin menghafal halaman per halaman buku tersebut, ia berusaha untuk menutup halaman sebelahnya karena takut jika pandangannya tertuju pada halaman itu, lalu ikut terhafalkan. Kekuatan hafalannya ini disebabkan oleh imam yang kuat, keyakinan yang kokoh, dan juga kepercayaan yang teguh.
Syafi'i sangat menyukai belajar bahasa Arab dan seluruh cabang-cabangnya, baik syair, prosa, sastra, nahwu, dan kebenaran dalam berucap. apalagi mendengarkan secara langsung dari orang Arab asli (native speaker).
Oleh karena itu, dia sering pergi ke kampung pedalaman (Badui) yang benduduknya belum berampur dengan masyarakat asing, masih menghafal syair dan meriwayatkan dari generasi sebelum mereka. Ketika dia bertemu dengan syekh masjidil haram, yaitu syekh muslim bin Kholid az-zanji, beliau berkata kepada Syafi'i "hai anak muda, dari mana kamu?"
"Saya penduduk Mekah" kata imam Syafi'i.