“Brisik!” bentak Igor. “Dengerin. Gue gak punya masalah dengan usulan Maryati. Juga Lita, Stephan, Nico, apalagi Brigitta. Tapi elu Did, sama elu Mon? SBMPTN tanggal 17, sebelas hari lagi. Gimana dengan persiapan elo berdua?”
Raymond terdiam. Dido celingukan.
“Aku yang ngajarin kamu berdua,” Maryati menawarkan diri.
Semua terperangah.
“Begini. Setiap hari kalian datang ke rumah gue jam 6 pagi. Sambil sarapan, kita berenam ganti-gantian ngajarin dua badut ini selama dua jam setiap hari. Ada enam mata ujian, masing-masing kita ngambil beban satu-satu. Setelah itu, kita jalankan pekerjaan kita membantu Jokowi. Sorenya, sebelum bubar, kita kasih soal sama mereka sebagai try-out harian. Kalau dalam tiga hari belum bisa melampaui passing grade dari fakultas yang dituju, mereka kita keluarkan dari kegiatan ini tapi tetap wajib datang setiap pagi untuk mengikuti tutoring. Kita berangkat, mereka tinggal di rumah gue untuk belajar, lalu sorenya ikut try-out lagi. Begitu seterusnya sampai hasil try-out mereka sepuluh persen di atas passing grade. Setuju?”
Dido tertunduk. Raymond menatap Igor. “Oke,” ucap teruna Dayak itu lirih.
“Elu, Do?”
“Oke,” sahut teruna Syria itu sambil tetap tertunduk.
“Trus siapa yang jemput Maryati setiap pagi?”
“Aku.” Brigitta mengacungkan tangan.
Selpon Igor berdering. Teruna itu melirik caller-id di layar gadgetnya dan lantas menekan tombol speaker phone.