“Kurang tepat. Saya seorang penata cahaya. Karya-karya saya tersebar di 11 negara di Eropa, dalam sebulan hanya dua minggu di Granada. Selebihnya berlompatan dari satu penerbangan ke penerbangan lain berkeliling benua ini.”
“Kenapa Granada? Karena Anda seorang muslim?”
“Bukan, bukan itu. Dulu saya punya banyak alasan untuk mukim di sini. Sekarang tinggal satu: keindahan Granada, warisan yang terjaga dengan disiplin ketat dan kesadaran tinggi. Kota ini adalah keindahan sejati yang tak memusuhi modernitas, namun juga tak membiarkan itu menindas semua yang menakjubkan. Granada tak butuh penata cahaya. Sinar matahari dan seluruh arsitektur bangunan yang menghormati cahaya adalah guru bagi orang-orang yang berprofesi seperti saya. Di sini saya tinggal untuk menyerap semua kearifan itu.”
“Anda membuat saya bangga sebagai salah seorang rakyat Andalusia.” Petugas itu mengalungkan baggage tag ke koper Badru dan menarik serta mendorongnya keconveyor belt.
“Sudah seharusnya.”
“Ini boarding pass anda untuk penerbangan ke London. Di sana Anda perlu check-in lagi untuk mendapatkan boarding pass bagi perjalanan ke Singapore dan Jakarta.”
“Terima kasih.”
“Senang bisa melayani Anda.”
“Senang sekali bisa menikmati keramahan Anda.”
Selpon Badru berdering. “Ups, saya harus mengangkat ini,” ucapnya sambil mengacungkan selpon, “sampai jumpa bulan depan.”
Sang Petugas mengangguk. Badru melangkah pergi sambil menggesek layar selpon dan menaruh itu ke telinga.