“Makannya hanya pakai tempe goreng ya, Ca? Ismi?” kata Kakek.
“Soalnya, kakek hanya bisa menggoreng tempe,” kata Bagus.
Kami semua tertawa.
Mocsya agak enggan. Tapi rasa lapar mendorongnya untuk makan juga. Diambilnya nasi. Diambilnya tempe. Dimakannnya. Enak juga. Satu suap. Dua suap. Tiga suap. Eh, tidak terasa, satu piring habis juga. Malu-malu. Rasa lapar masih ada.
“Boleh nambah, Ca. Nasi masih ada. Tempe juga!” kata Kakek Junaedi yang seakan tahu hati Oca.
***
Ismi sudah pamit pulang. Kakek Junaedi pergi menjaga kios. Kakek Junaedi memang memiliki kios bunga dan pupuk. Kecil. Hanya di pinggir jalan raya. Sekarang hanya ada Bagus dan Mocsya. Bagus mengajak Mocsya ke belakang rumah.
“Pupuk yang dijual kakek, kami buat sendiri, Ca,” kata Bagus.
“Ini tempat membuatnya?” tanya Mocsya.
“Ya.”