“Ayahmu juga merindukanmu. Dia sangat merindukanmu, dan… tadi kamu bilang aku membunuh Ayahmu? Kapan? 8 tahun yang lalu? Um…Kau mungkin salah lihat honey,” Jawabnya sambil menatapku geli seolah-olah aku itu adalah gadis dungu yang meminta sebuah pengakuan darinya.
“Mike! Cukup… kau bertindak seolah kau hanya merebut mainanku dan membunuh kucing kesayanganku. Kau merebut hidupku Mike, kau membunuh Ayahku, dan sekarang kau bertindak konyol seolah aku ini adalah gadis konyol yang meminta sebuah pengakuan darimu,” Ujarku sambil melepaskan sedikit kekesalanku. Aku menatapnya, ingin sebuah pengakuan darinya atas tindakan yang dilakukannya. Aku ingin sebuah alasan. Hanya itu.
Mike menatapku lekat, matanya yang teduh seperti ingin meneduhiku dari amukan badai yang telah kuciptakan. Aku sangat membenci hal ini. Aku benci dengan kepura-puraanya yang seolah tidak terjadi apa-apa antara aku dan dia, antara dia dan keluargaku.
“Terkadang mengalahkan ego sendiri itu sulit Sher, 16 tahun aku selalu berkecamuk dengan egoku. Sampai akhirnya aku menemukan lembaran-lembaran hidupku yang nyaris hilang, kau tahu? pada saat itu aku menyadari bahwa ego telah menguasaiku, tapi aku tidak menyalahkannya, dia egoku. Egoku adalah diriku,” Ucapnya lirih sambil tersenyum kepadaku.
Aku menatapnya muak. Muak dengan kata-katanya yang selalu menyimpan sebuah rahasia tentangku. Aku menatapnya tanpa menyadari bahwa air mata telah mencoreng pipiku. Aku menangis. Aku benci ini. Aku tidak ingin terlihat begitu lemah didepannya. Namun, aku terus menatapnya dengan segenap kebencian yang kupunya.
Mike menatapku. Tatapan teduhnya telah digantikan oleh rasa bersalah kepadaku.
“Sher!” Ucapnya melangkah didepanku sambil membuang sisa rokoknya.
Aku bergerak mundur ketika tangannya hendak menjangkau tanganku. Dia berhenti ditempat tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku menangis. Aku menangis selagi aku bisa untuk menangis.
“Sher, Ibumu pasti tidak suka melihatmu menangis seperti itu. Hapus air matamu Sher! Kau tidak ingin menyakiti Ibumu bukan?”
“Apa pedulimu tentangku? Apa pedulimu tentang Ibuku? Kau pikir Ibuku akan tertawa senang setelah apa yang kau lakukan terhadap suaminya?” Jawabku dengan suara bergetar. Sekelebat bayangan Ayah yang tekapar di ruang tengah kembali menghantuiku, aku hanya diam ketika Mike membawaku menuju kota ini. Aku hanya diam.
“Apa yang kau lakukan terhadap Ayahku Mike? Kau membunuhnya, aku melihatnya sendiri Mike. Pisau itu… kau gunakan pisau itu untuk membunuh Ayahku, kau pembunuh Mike… kau itu pembunuh,” Ucapku frustasi diiringi tangisku yang semakin menjadi.