Mohon tunggu...
yuliana pertiwi
yuliana pertiwi Mohon Tunggu... -

Seorang Pemimpi Yang sedang Berjuang, dan mudah-mudahan idak akan pernah lekang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terlintas Satu Kata

5 Oktober 2015   10:03 Diperbarui: 5 Oktober 2015   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

            Aku menggeledah kamar Mike, mencari sedikit petunjuk dari kehidupanku yang tercecer. Aku melangkah ragu kekamarnya. Bukan apa-apa, selama 8 tahun perputaran waktuku dengannya, ini baru pertama kali aku menginjakan kakiku dikamarnya. Ya… ini yang pertama, dan aku bersumpah ini akan menjadi yang terakhir setelah aku mememukan petunjukku.

            Sejenak pandanganku terpaku pada sebuah foto berpigura sedehana di meja sudut kamarnya. Di pigura itu ada sosok sepasang remaja SMA, lelaki dipigura itu tersenyum sambil merengkuh pundak seorang perempuan disampingnya yang mengenakan seragam pemandu sorak. Ibuku! Perempuan itu adalah Ibuku. Pria itu adalah Mike.

Aku meraih pigura itu, sejenak mataku kembali memanas. Marah, sedih, bingung berkecamuk dalam diriku. Aku marah karena Mike membunuh Ayah. Aku sedih karena ketidak mengertian akan teka-teki hidupku yang teramat sulit untukku dipecahkan. Aku bingung dengan fakta yang mengatakan bahwa Mike pastinya memiliki hubungan dengan Ibu. Mereka tidak hanya berteman.

Aku menatap nanar wanita didalam foto itu. Aku ingin merengkuhnya. Aku ingin berada dipangkuannya seperti dulu. Pasti ada petunjuk lain! Batinku sambil terus menerawang dikamar Mike yang lebih kecil dari pada kamarku. Aku membongkar semua lemari dan bajunya, namun aku tidak menemukan foto Ibu yang lain selain yang ada dipigura itu.

            Aku merusak pigura itu, lalu meraih foto tersebut. Rasa marah dan benci sudah mengambil alih diriku. Aku sangat membencimu Mike, batinku sambil meraih korek api yang terdapat di atas meja itu.

Aku mematik korek yang sudah digenggamanku, dengan pandangan nanar akupun membakar potret Ibu dengan lelaki yang sangat kubenci itu. Ibu tidak pantas memiliki kenangan dari lelaki ini. Kalaupun Ibu memiliki kenangan dengan dia, kenangan itu harus dihancurkan, tanpa sisa.

            Aku membakar potret itu dengan tatapan puas. Aku tidak pernah sepuas ini dalam 8 tahun yang sudah kulalui. Sendainya ada banyak bukti lagi­­­­­­, aku jamin pastinya aku akan sangat menikmati ini. Menyaksikan sisa kenangan Mike yang perlahan hancur akibat ulahku sendiri.

            “Apa yang kau lakukan?” Ujar Mike mengagetkanku. Aku berbalik menatap Mike yang sedang berdiri didepan pintu, memandangiku dengan tatapan tak percaya.

***

            Ini sudah kesekian kalinya Ibu menjemputku disekolah dengan pria itu. Teman lamanya yang ia temui di Mall kemarin. Aku sangat menyukai semua mainan yang diberikan oleh pria itu. Selain itu, dia dan Ibu selalu mengajakku ketaman hiburan yang terdapat di daerah kami. Bahkan, pria itu juga berjanji akan membawaku ke Disney World apabila aku mendapat nilai terbaik di sekolah.

            Mike. Pria itu bernama Mike. Mike dan Ibu adalah teman lama yang tanpa sengaja bertemu di Pusat Perbelanjaan di kota kami, Virginia. Harus kuakui, Mike memiliki sifat yang humoris, tentunya itu sifat yang sangat berbeda dengan sifat Ayah, yang lebih memilih diam dari pada mengeluarkan guyonan-guyonan seperti yang selalu dilakukan oleh Mike.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun