“Aku ingin tahu, apa yang sedang dilakukan Mike sekarang?”
“Tersenyum” Jawab Jordan lirih.
Aku menengadah menatap Jordan, tatapannya yang jenaka menari-nari dipelupuk mataku, membenarkan atas apa yang diucapkannya padaku.
“Mike pasti tersenyum melihatmu tumbuh menjadi gadis yang diinginkannya dan bahkan, dia pasti akan tertawa bahagia setelah mengetahui bahwa kau telah mengetahui fakta yang selama ini ingin disampaikannya padamu,” Ujar Jordan tersenyum padaku.
Aku membalas perkataan Jordan dengan seulas senyuman. Aku tahu, Mike itu adalah malaikatku. Malaikatku yang lupa bagaimana caranya untuk terbang. Mike telah mengajariku satu hal. Pengorbanan. Ya! Pengorbanan. Pengorbanan atas apa yang kita berikan terhadap orang yang kita cintai. Mike tidak peduli, kalau aku sangat membencinya. Dia hanya ingin melindungiku dari amukan badai yang selalu menyerangku. Itulah pengorbanan.
Aku kembali menatap lirih pada langit sore New York. Membayangkan saat ini Mike bediri disampingku. Merangkulku dan mengusap pelan kepalaku. Ayah… aku mencintaimu. Terimakasih atas segala asa dan rasa yang kau tuai dalam kehidupanku. Yakinlah… aku akan menebar asa dan rasa itu sehingga aku bisa merangkul lembut keegoisanmu dimasa lalu. Seperti yang telah dilakukan ibu padamu. Aku mencintaimu, layaknya langit sore yang sekarang merajuk manja pada malam. Aku mencintaimu Ayah…
The End
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H