Mohon tunggu...
yuliana pertiwi
yuliana pertiwi Mohon Tunggu... -

Seorang Pemimpi Yang sedang Berjuang, dan mudah-mudahan idak akan pernah lekang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terlintas Satu Kata

5 Oktober 2015   10:03 Diperbarui: 5 Oktober 2015   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Maaf ? Tidak akan pernah Mike! Apapun yang akan kau katakan padaku, aku tetap akan membencimu Mike, dan rasa benci itu tidak akan pernah hilang sampai aku mengetahui bahwa kau benar-benar pergi dari kehidupanku!” Jawabku sarkasme.

Mike menggeleng pelan. Dia terlihat begitu lelah! Dia mengusap pelan wajahnya dan, dia menangis. Maksudku… benar-benar menangis. Aku sangat benci melihat seorang lelaki menangis. Wajah tegar mereka tidak dipahat untuk itu. Namun, tak urung akupun sedikit melunak.

“Mike…” Ujarku sambil menyentuh pelan tangannya. Dia menatapku dengan linangan air mata yang sekarang membasahi pipinya. Dia membalas genggamanku, mengusap pelan tanganku, dan mengecupnya. Dia kembali menatapku dengan bulir-bulir yang menghiasi matanya.

“Sher, A-aku… aku ingin memelukmu sekali saja, Sher! Ku mohon, aku ingin memelukmu untuk yang terakhir kalinya… Aku tidak peduli kau membenciku, Aku hanya ingin memelukmu!” Ratap Mike dengan tatapan memohon.

Aku hanya membalas tatapan Mike dengan tatapan nanar. Aku tidak pernah melihatnya seringkih ini. Entah kenapa saat ini, aku ingin merangkulnya dan menyandarkannya dibahuku. Namun, aku terlalu lelah untuk kembali bernegosiasi dengan emosiku.

Aku hanya diam ketika Mike memelukku. Pelukan yang membuatku merasa dilindungi. Ini sudah yang kedua kalinya Mike memelukku. Aku merasa nyaman. Aku tidak pernah merasa sehangat dan senyaman ini. Aku hanya diam ketika Mike kembali terisak pelan. Dia merangkul tubuhku sehingga aku dapat merasakan hangat nafasnya pada kepalaku.

“Aku bejat! Maafkan aku, Sher! Maafkan aku… Eliz maafkan aku, Sayang! Aku bejat…” Isaknya tanpa melepas pelukannya padaku. Aku hanya bisa menahan tangis ketika dia menyebut namaku yang diiringi dengan kata maaf yang begitu tulus. Namun, tangisanku pecah setelah dia menyebut nama Ibuku. Aku hanya bisa menangis lirih pada pelukannya.

***

Inilah hari itu. Aku tidak tahu lagi apakah aku menanti hari ini seperti sebelumnya, atau aku tidak mau hari ini terjadi? Tidak! Ini adalah hari yang kunantikan. 8 tahunku yang penuh dengan petaka akan segera mencapai endingnya. Seharusnya aku menikmati ini. Tapi entah kenapa, setelah kejadian kemarin aku kembali mengalami pergulatan dengan egoku. Aku membenci Mike. Aku harus membenci Mike!

Aku meraih surat dari Mike di laci meja kamarku. Aku ingin membacanya, tapi aku takut! Aku tidak tahu apakah aku akan tumbuh menjadi gadis dungu yang penakut apabila aku selalu dipertemukan dengan fakta baru hidupku. Sungguh! Aku sudah melawan rasa takut itu, tapi rasa takut itu kembali menyerangku ketika aku lengah, menghantuiku dalam tidurku, menghujamku dikala sunyiku.

Aku megusap wajah pelan. Aku membawa surat itu ke kamar Mike. Aku terlalu enggan untuk melangkahkan kakiku kekamarnya, tapi entah kenapa ketakutan itu meneriakan namaku untuk menyeret langkahku menuju ruangan Mike. Aku mengedarkan pandangan pada kamarnya. Tidak ada yang berubah, selain sebuah potret dipigura yang dulu. Sebuah potret dia dan Ibuku yang sudah tak berbentuk karena ulahku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun