Mohon tunggu...
yuliana pertiwi
yuliana pertiwi Mohon Tunggu... -

Seorang Pemimpi Yang sedang Berjuang, dan mudah-mudahan idak akan pernah lekang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terlintas Satu Kata

5 Oktober 2015   10:03 Diperbarui: 5 Oktober 2015   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

3 Bulan Telah Berlalu…

Aku melirik kalender yang tergantung indah dikamarku. Satu hari telah aku lingkari dengan spidol merah. Hari yang sangat aku tunggu-tunggu. Tidak terasa 3 bulan sudah Mike mendekam dalam dinginnya jeruji besi dan besok adalah hari persidangan Mike. Ganjaran yang setimpal atas apa yang telah dilakukannya.

Aku menang! Ya… aku menang dengan pergulatan emosi yang selalu megaduk perasaanku selama 8 tahun terakhir ini. Aku menikmati penderitaan Mike. Pengakuan singkatku dan pembunuhan yang telah dilakukannya terhadap Mr. Pullman sangat membantuku untuk meremuk kesedihan yang kurasakan. Aku membencinya, dan inilah yang dia dapat dariku.

Aku menghempaskan badanku ke ranjang. Aku bahagia… inilah titik terang dalam hidupku. Aku sangat mensyukuri panggilan dari Mr. Pullman, karena tanpa adanya panggilan itu pastinya tidak akan ada pembunuhan terhadap dirinya, bukan? Aku sangat mensyukuri si tua berkepala botak itu meregang nyawa ditangan Mike. Kalau bukan karena si tua itu, pastinya ini semua tidak akan terjadi.

***

Aku sudah tiba di ruang persidangan. Aku sudah mengenakan baju terbaikku, karena ini adalah hari kemenanganku tentunya aku tidak mau terlihat lusuh dihadapan semua orang. Aku mendatangi kursiku, peranku disini sangat penting dalam hidup dan matinya Mike. Aku harus memanfaatkan posisiku sebagai saksi dalam kasus pembunuhan itu dengan sebaik mungkin.

Aku melihat kearah pintu masuk ketika pandanganku terpaku pada sosok yang kukenal, dengan pakaian tahanannya, dia digiring oleh 3 orang polisi menuju kursi tersangkanya, kursinya, kursi kebesaran Mike. Dia terlihat agak kurus.

Aku berpikir, bagaimana pendapat Elsie apabila dia melihat Mike dengan keadaan seperti ini, apakah dia masih menggila-gilai orang ini?

Gemuruh bisikan mulai mereda ketika Hakim memasuki ruang sidang. Dia membacakan pasal-pasal yang telah dilanggar oleh Mike. Kerap kali Mike menoleh kearah ku, dia tersenyum tipis seperti yang biasa dia lakukan, aku hanya bisa membalas senyumannya dengan senyuman yang penuh dengan kemenangan. Suatu isyarat bahwa aku sangat menikmati kekalahannya.

“Ya… baiklah, mungkin saksi bisa menambahkan,” Ujar sang hakim membuyarkan lamunanku.

Aku gugup. Ini adalah salah satu kebiasaanku berada dalam keramaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun