“Maaf, aku mengganggumu. Aku hanya tidak tahu harus berbuat apa. Hubungi aku jika kau membutuhkanku Sher,” Ujar Jordan lirih dan memutuskan hubungan percakapan kami.
“Ya…” Jawabku lirih setelah Jordan memutuskan percakapan kami.
Aku hanya bisa menatap hampa ponselku. Pandanganku beralih kepada surat yang berada digenggamanku. Aku menarik nafas pelan. Aku hanya berharap, ini bukanlah fakta baru yang membuatku kembali menyusun takdir hidupku yang telah tercecer 8 tahun yang lalu.
Aku membuka surat itu dengan segala kepercayaan diri yang kupunya. Walaupun aku sempat ragu apakah aku masih mempunyai kepercayaan diri untuk itu. Aku hanya bisa terisak pelan ketika aku melihat sebuah tulisan dengan tinta hitam pada kertas yang kupegang…
***
To: Sheryl
Aku pengecut! Aku sangat menyadari kalau aku hanyalah pengecut yang berusaha untuk menjadi super heromu. Aku menyadari itu. Aku bukan lelaki pemberani yang bisa melindungi orang-orang yang kukasihi. Aku pengecut! Karena aku pengecut, maka aku menuliskan sebuah pesan yang mungkin hanya berakhir ditempat sampah seperti barang-barang yang kuberikan padamu. Tapi tak masalah… karena aku pengecut.
Aku hanyalah simpleton gila egois yang berusaha mengumpulkan kembali lembaran-lembaran hidup yang telah kucecerkan. Aku egois! Tanpa kusadari keegoisanku telah menyakiti orang-orang yang kukasihi .Termasuk Elizabeth. Ibumu! Aku telah menyakiti Ibumu. Aku hanyalah seorang pengecut yang lari dari kenyataan yang telah kutuai sendiri. Ya… sebuah kenyataan pahit yang kuterima ketika mendengar kabar bahwa Ibumu hamil! Dia mengandung anakku.
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak mau keluargaku kehilangan pamor karena aku harus menikahi Eliz. Ayah Eliz hanyalah seorang pemecah batu di kotaku, pastinya keluargaku tidak akan menerima Eliz. Sementara, alasanku mendekati Eliz karena dia adalah wanita paling cantik disekolah. Aku mendekati Ibumu, untuk menaikkan kepopuleranku. Aku berengsek!
Aku memutuskan untuk melanjutkan studyku ke New York untuk menghindari Ibumu. Menghindari kelahiran anakku. Namun, rasa bersalah dan rasa cinta yang mulai tumbuh setelah keberangkatanku ke New York membuatku begitu lumpuh! Aku menyadari, kalau aku sangat merindukan Ibumu.