Mohon tunggu...
yuliana pertiwi
yuliana pertiwi Mohon Tunggu... -

Seorang Pemimpi Yang sedang Berjuang, dan mudah-mudahan idak akan pernah lekang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terlintas Satu Kata

5 Oktober 2015   10:03 Diperbarui: 5 Oktober 2015   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku menghela nafas panjang. Menghalau segala bentuk kekhawatiran yang lalu-lalang dalam benakku. Aku berharap masalah ini akan segera berakhir dan posisiku sebagai murid genius tidak akan tergantikan dengan murid-murid genius lainnya.

Namun, entah kenapa ada sedikit rasa khawatir yang entah dari mana merasuki pikiranku. Entah kenapa aku begitu mengkhawatirkan Mike. Tadi dia terlihat begitu lelah. Seharusnya aku tidak mempedulikan hal itu, masa depanku sekarang lebih berarti dari pada kelelahan Mike yang memang disebabkan olehnya.

Aku selalu mengamati pergeseran detik demi detik pada arloji di pergelangan tanganku. Ini baru berjalan tiga puluh menit dari kedatangan Mike. Tapi, aku merasa tiap detik dan detak yang bertalu selalu menyuarakan kehati-hatianku. Meneriakanku akan panaroma pahit yang menjadi tontonanku 8 tahun yang lalu.

Aku berjalan mondar-mandir menelusuri koridor. Kerap kali aku melirik koridor menuju ruangan Mr. Pullman. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan Mike. Aku melirik pada sekelompok siswa yang tadi berdiri di ujung koridor, namun hanya kesunyian yang menjadi jawaban. Hanya tinggal aku!

Aku melirik untuk yang kedua kalinya pada koridor menuju ruangan Mr. Pullman. Namun, entah kenapa kekhawatiran dan ketakutan semakin menggerogotiku. Aku sudah mencoba untuk mengusir segala bentuk keparanoidan itu, tapi aku tak kuasa. Hati kecilku berbisik agar aku segera mendatangi Mike.

Aku membulatkan tekad. Dengan langkah yang mantap aku berjalan menuju ruangan Mr. Pullman. Handel pintu yang kutarik seolah menjeritkan setiap ketakutanku. Aku mengedarkan pandangan pada setiap sudut ruangan yang dihuni oleh si Tua berkepala plontos itu.

***

Pandanganku terpaku pada sosok Mike yang terlihat panik. Aku terkesiap tidak percaya atas apa yang kulihat, dan kuharap ini hanyalah penglihatanku atas keparanoidanku. Sekejap pandanganku memudar, aku dapat merasakan dinginnya tangan dan kakiku, bahkan aku dapat mendengar detak jantung yang memompakan darah keseluruh tubuhku.

Mike menghampiriku. Terlihat dia begitu panik atas kedatanganku. Aku hanya menatap Mike dengan pandangan nanar. Aku mengalihkan pandangan pada Mr. Pullman yang bersimbah darah, lalu aku kembali menatap Mike.

“Sher, Tadi aku hanya melakukan sedikit pembelaan terhadap kamu, aku- aku hanya tidak mau orang tua ini merendahkanmu atas apa yang telah kau capai di sekolah sialan ini,”

Aku hanya diam mendengar penuturan Mike. Kenapa hidupku selalu dipenuhi oleh ketakutan dan darah? 8 tahun yang lalu dia memporak-porandakan semua harapanku, menghancurkan masa kanak-kanakku, lalu apa yang akan dia lakukan 8 tahun berikutnya padaku? Apakah dia juga akan membunuhku?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun