“Nah, ujung-ujungnya perkara itu juga to?”
“Ya siapa lagi tempat berkeluh-kesah ndoro? Bagaimana ndoro Janaka, kok dari tadi senyam-senyum saja”.
“Jangan kuatir Petruk, kalau memang kurang dana, saya yang akan mencukupi. Masalah mengembalikan, nanti dipikirkan kemudian”, jawab Arjuna.
“Oooo…, ternyata rentenir juga”, sindir Bagong.
Lengkung tiba-tiba unjuk gigi: “Ijinkan saya usul, kalau berkenan kelak pernikahan saya diramaikan dengan hiburan Wayang Kulit 40 hari, 40 malam, dalangnya tidak boleh diganti”.
“Lengkung, kowe ojo kegedhen endhas kurang utek, Sama saja itu nanggap dalang sak modare. Aneh-aneh saja kamu”, Petruk marah.
“Baiklah sinuwun, bagaimana baiknya saja menurut kebijakan paduka atas Lengkung Kusumo”, lanjut Petruk.
“Baiklah, kalau begitu, Lengkung Kusumo, sini mendekatlah, akan saya beri kamu cunduk Kembang Wijayakusuma”.
Maka, ditancapkanlah cunduk Kembang Wijayakusuma oleh Prabu Kresna di kepala Lengkung Kusumo.
Dusun Bluluktibo
Di teras rumah Gareng, acara resepsi pernikahan antara Bambang Lengkung Kusumo dengan Endang Nalawati berlangsung meriah. Para tamu bergantian mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Hilir-mudik para pramusaji menjamu para tamu yang datang dan pergi. Di tengah acara yang meriah itu, tiba-tiba suasana dikagetkan dengan kehadiran tamu yang tak diundang.