Â
Lalu, apakah dengan diberlakukannya desentralisasi asimetris kepada daerah-daerah di atas berdampak besar pada meningkatnya taraf kesejah-teraan masyarakat di daerah? Tampaknya tidak juga, sebab pempus meskipun mengatur kekhususan atau keistimewaan daerah-daerah tersebut melalui UU. Tetapi di sisi lain, UU 32/2004 yang menjadi induk peraturan pelaksanaan pemerintahan di daerah justru menyandera kekhususan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pempus masih setengah hati untuk melakukan desentralisasi apalagi yang asimetri kepada daerah-daerah (Kurniadi 2012). Terutama sekali berkaitan dengan desentralisasi kewenangan dan desentralisasi fiskal
Â
Akibatnya, daerah-daerah yang mendapat status otonomi khusus (otsus) hampir tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan daerah non-otsus dalam menyelenggarakan pemerintahan. Alih-alih mempercepat penyejah-teraan masyarakat di daerah, pada beberapa waktu justru beberapa daerah otsus dibuat sangat bergantung pada uluran tangan pempus.
Â
Bahasan lain yang tak kalah penting yang mengikuti kebijakan desentra-lisasi asimetris yaitu wacana Indonesia sebagai negara kesatuan dan ancaman disintegrasi nasional. Wacana kesatuan dan federasi merupakan perdebatan klasik bangsa ini terkait bentuk negara yang paling pas untuk Indonesia. Pelaksanaan pemerintahan nasional yang otoriter sejak orde lama diiringi sentralisasi habis-habisan pada orde baru di bawah bendera negara kesatuan. Memang menghasilkan trauma yang mendalam bagi sebagian orang yang akhirnya kembali memperdebatkan bentuk negara.
Â
Apalagi konsep desentralisasi asimetris ini katanya lebih cocok atau bahkan mirip dengan konsep negara federal, sehingga sekalian saja kita beralih ke bentuk negara federasi. Daripada berada pada negara kesatuan dengan citarasa federal. Toh, salah satu bapak bangsa Mohammad Hatta juga mengusulkan berbentuk federal. Tetapi benarkan demikian? Benarkah desentralisasi asimetris itu mengancam kesatuan dan integrasi banga?
Â
Pertanyaan tersebut akan terjawab pada bab selanjutnya dari tulisan ini sekaligus akan memberikan penjelasan mengapa desentralisasi asimetris penting untuk diterapkan Indonesia. Karena, penulis berkeyakinan pada dasarnya otda dan desentralisasi itu sudah menjadi pilihan yang baik.
Â