Hal tersebut diperlukan untuk menyamakan persepsi antara pemerintah pusat sebagai pengambil kebijakan, pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan dan para ilmuwan desentralisasi sebagai ahli konsepsi kebijakan. Karena pengamatan atas praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang asimetri selama ini menunjukkan adanya ketidaksamaan dan saling ketidakpuasan satu sama lain.
Kedua, masyarakat Indonesia harus diberikan pendidikan desentralisasi asimetris supaya lebih peka dan sensitif dengan kebinekaan yang dimiliki oleh bangsa ini. Sebab jika kebinekaan ini justru diabaikan dan malah diseragamkan, bukan mustahil NKRI hanya menjadi sebuah nama. Pengalaman untuk berintegrasi ke dalam NKRI sebenarnya telah menun-jukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang menghargai ke- binekaan tersebut.
Sehingga, ke depan perlu ada beberapa daerah baru yang menjalankan kebijakan desentralisasi asimetris. Tentu dengan memerhatikan empat basis asimetris yang penulis ajukan sebelumnya. Karena, desentralisasi asimetris memiliki beragam fungsi yang tujuan akhirnya menyejahterakan masyarakat di daerah. Akhirnya, sesanti Bhinneka Tunggal Ika itu pada dasarnya tidak dapat dipertentangkan dengan NKRI. Karena keduanya memang saling melengkapi satu sama lain sebagai pilar kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bersama-sama dengan Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Djojosekarto, Agung dkk, (Ed, 2008, Kebijakan Otonomi Khusus Khusus di Indonesia Pembelajaran dari Kasus Aceh, Papua, Jakarta dan Yogyakarta, Jakarta: Kemitraan.
Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur, 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Gismar, Abdul Malik dkk, (Ed, 2013, Indonesia Governance Index “Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi”, Jakarta: Kemitraan.