Mohon tunggu...
Ekamara Ananami Putra
Ekamara Ananami Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Indonesian

Seorang Insan yang Cita-citanya Terlalu Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Desentralisasi Asimetris: Merawat Kebinekaan dalam Negara Kesatuan

21 April 2016   13:19 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 7782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baik dalam UU 32/2004 maupun UU 33/2004 serta UU 29/2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Ternyata belum mampu meningkatkan ke-kuatan fiskal bagi pemda sehingga menyebabkan ketergantungan yang cukup tinggi dari pusat. Sehingga tujuan desentralisasi untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah maupun antardaerah belum dapat dikatakan berhasil dicapai (Jaya 2010).

 

Ketergantungan yang tinggi atas uluran tangan pusat ini membuat ruang gerak daerah terbatas dalam mengambil keputusan-keputusan penting. Jika suatu daerah dianggap “bandel” atau tidak memenuhi prosedur dan ketentuan yang ditetapkan oleh pusat. Maka penundaan pengucuran dana perimbangan oleh pusat ke daerah menjadi senjata ampuh untuk meng-hadapinya. Padahal menurut Kaho (2012), berdasar laporan Kementerian Keuangan tahun 2011 menunjukkan bahwa persentase dana perim- bangan rata-rata mencapai 70% dari total pendapatan daerah.

 

Ketiga, terkait desentralisasi pengawasan. Sebagai negara kesatuan, aspek pengawasan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam proses dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam UU 32/2004, pada dasarnya terdapat tiga jenis pengawasan yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif dan pengawasan umum. Pengawasan ini dilakukan biasanya terutama untuk mengevaluasi atau mengesahkan rancangan peraturan daerah.

 

Azas dekonsentrasi (pembantuan) yang dibebankan pada tingkat pemerintah provinsi (gubernur) merupakan salah satu cara untuk menga-wasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah (pengawasan umum). Gubernur sebagai wakil pempus di daerah berwenang mengawasi, meme-riksa dan menyelidiki segala hal yang menyangkut pekerjaan pemda. Seperti penggunaan dana keuangan dan material, penggunaan tenaga personalia serta pelaksanaan tugas-tugas teknis operasional yang dilakukan oleh Kemendagri untuk mencapai sasarannya (Kaho 2012).

 

Lagi-lagi, proses pengawasan untuk daerah-daerah otsus itu sama persis dengan pengawasan terhadap daerah lainnya. Semua daerah di Indonesia sama-sama diatur oleh sebuah PP terkait pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur penghargaan dan sanksi. Akibatnya, format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Peme-rintahan (LAKIP) antardaerah semuanya sama.

 

Setidaknya, dari uraian di atas terkait tiga bidang desentralisasi (kewena-ngan, fiskal dan pengawasan) yang diberikan kepada daerah terutama daerah otsus itu bersifat semu belaka. Pempus tampaknya masih enggan sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada daerah. Pengakuan kera-gaman dengan sendirinya terbantahkan dengan segala macam peraturan dan format penyelenggaraan pemerintahan daerah yang seragam. Ke depan, desentralisasi (asimetris) perlu kita tinjau dan perbaiki kembali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun