Mohon tunggu...
Ekamara Ananami Putra
Ekamara Ananami Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Indonesian

Seorang Insan yang Cita-citanya Terlalu Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Desentralisasi Asimetris: Merawat Kebinekaan dalam Negara Kesatuan

21 April 2016   13:19 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 7782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawasan megapolitaan Jabodetabek merupakan salah satu daerah yang jelas masuk dalam kategori desentralisasi asimetris berbasis ekonomi ini. Selain Jabodetabek, untuk Jawa setidaknya ada dua kawasan lagi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan megapolitan yaitu Bandung Raya dan Sugresi (Surabaya, Gresik dan Sidoarjo).

 

Di luar Jawa, daerah yang paling berpotensi untuk menjadi kawasan megapolitan yaitu Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar). Sementara untuk kota metropolitan yaitu Pekanbaru, Medan, Palembang, Batam, Balikpapan, Pontianak, Manado dan Jayapura. Kawasan atau daerah-daerah ini perlu menyelenggarakan pemerintahan daerah yang asimetri untuk mengelolan potensi perekonomian yang ada di daerahnya.

 

Setidaknya, keempat hal di ataslah yang dapat menjadi basis bagi suatu daerah untuk ditetapkan sebagai daerah yang asimetri dalam menyeleng-garakan pemerintahan daerah. Sementara untuk daerah khusus ibukota, sengaja penulis tidak cantumkan karena sebuah daerah yang menjadi ibukota negara seperti Jakarta itu, sudah seharusnya untuk diperlakukan berbeda dengan daerah lain. Perlakuan khusus untuk ibukota negara juga telah lazim dilakukan oleh hampir seluruh negara di dunia.

 

Selain keempat basis asimetri di atas, penelitian Djojosoekarto dkk (2008). Menunjukkan bahwa pemberian otsus kepada daerah itu juga dipengaruhi oleh tinggi rendah atau kuat lemahnya antara dua variabel yang saling memengaruhi yaitu variabel desakan daerah dan akseptansi pusat.

 

Jika desakan daerah kuat dan akseptansi pusat tinggi maka pemberian kebijakan otsus cenderung lebih cepat dan mudah seperti yang terjadi pada Aceh dan Papua. Sementara jika desakan daerah kuat tetapi aksep-tansi pusat rendah maka pemberian otsus akan penuh dinamika dan tarik ulur seperti yang terjadi pada Yogyakarta.

 

Selanjutnya, jika desakan daerah kuat tetapi akseptansi pusat tinggi maka pemberian otsus itu tidak menemukan kendala berarti seperti yang terjadi pada Jakarta. Dan jika desakan daerah lemah dibarengi dengan aksep-tansi pusat rendah pula maka pemberian otsus hanya sekadar wacana yang kadang timbul tenggelam seperti yang terjadi pada Riau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun